07. Embarrassing Thing

1.9K 249 23
                                    

Haechan sudah bersiap dengan pakaian sederhananya. Pagi yang cerah ini membuat Haechan bersemangat. Ia akan bekerja paruh waktu di cafe milik temannya. Ia membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mark tak pernah memberikannya uang, meski hanya sepeser uang pun.

Katanya seperti ini, "Saya dan kamu itu menikah atas dasar perjodohan. Nggak ada yang saling mencintai, baik saya maupun kamu. Itu artinya saya nggak berhak untuk memberikanmu uang. Perlu kamu ingat, mencari uang itu nggak semudah membalikkan telapak tangan. Cukup memenuhi kebutuhan hidup masing-masing aja. Saya bekerja, kamu pun juga harus bekerja."

Perkataan Mark seketika membuatnya sadar diri bahwa mencari lebih baik daripada meminta, juga sudah seharusnya Haechan lebih dulu peka akan hal ini. Mark memang benar, bahwasannya harus bekerja masing-masing untuk memenuhi kebutuhan hidup, tak seharusnya menunggu lalu meminta. Kali ini Haechan harus bekerja lebih keras. Menunjukkan kepada Mark jika ia bisa bekerja dan berhasil.

Meski hanya sebagai pelayan cafe, Haechan pikir pekerjaan itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Gue nggak boleh lemah lagi di hadapan Mas Mark. Gue akan buktikan kalau gue berhasil."

Ya, lo pasti berhasil, Chan.

Senyuman manis terukir indah di bibirnya. Kali ini tak akan ada tangis atau memohon kepada sang suami, Haechan akan melakukan segala hal dengan sendiri tanpa bantuan dari orang lain sekalipun. Orang-orang terdekatnya pun tak boleh mengetahui masalah yang terjadi di antara mereka.

***

"Selamat pagi, Haechanie."

Haechan tersenyum lebar, menerima sapaan sang pemilik cafe. Lelaki yang lebih tua satu tahun darinya, namanya Lee Minhyuk. Minhyuk pernah mengatakan padanya bahwa jangan pernah ada sikap sungkan dan anggap saja satu sama lain adalah teman akrab.

"Oh, selamat pagi juga, Kak Minhyuk."

Minhyuk mendecak, tak terima balasan sapaan seperti itu. "Eii, jangan panggil Kak. Kita itu teman, Haechanie. Aku nggak mau nerima panggilan Kakak itu."

"Saya nggak bisa bersikap nggak sopan sama Kakak. Selain itu Kakak juga pemilik cafe ini dan saya hanya bekerja sebagai pelayan. Nggak sopan bila saya memanggil kakak hanya dengan nama."

"Justru itu yang aku mau, Haechanie. Kamu ini selalu aja bersikap kayak gitu. Kita udah kenal dari JHS, aku pun udah pernah bilang tempo lalu kalau kita ini adalah teman akrab. Nggak ada panggilan formal di antara kita."

Terlalu canggung bila memanggil atasan hanya dengan nama saja. Meski Haechan sudah mengenal Minhyuk dari Junior High School, tapi tetap saja sekarang ini lelaki itu adalah pemilik cafe tempat ia bekerja. Tidak seharusnya ia bersikap tidak sopan dan mengabaikan didikan ibunya.

Menggeleng tak setuju kemudian Haechan menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat. "Maaf, Kak, saya nggak bisa. Sekarang kakak udah jadi atasan saya dan saya nggak punya hak untuk memanggil Kakak hanya dengan nama."

"Baiklah." Minhyuk pun mengangguk dan mulai menerima perkataan Haechan meski dirinya ingin sekali pemuda manis itu memanggilnya tanpa menggunakan panggilan formal. "Tapi, jika di luar pekerjaan, aku ingin kamu manggil namaku tanpa ada sebutan Kakak. Jangan menganggapku sebagai atasanmu lagi."

"Tapi, Kak―"

"Aku tidak menerima penolakan apa pun itu."

Mas Mark [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang