"Eumm, aww!!"
"A-aku dirumah?"
Maera meringis kesakitan. Kepalanya sakit sekali seperti tertimpa bintang-bintang. Pandangannya buyar, semuanya kini nampak bagikan berputar mengitarinya. Ia memegangi kepalanya, berharap ini hanya mimpi. Matanya seakan berat untuk terbuka.
"Claire?" panggil seseorang padanya.
"Eoh?! Siapa itu?" tanya gadis itu kebingungan.
"Sean," jawab Sean sambil mendekati gadis itu.
"Sean!!!" teriak Maera lalu memeluk lelaki itu.
"Hiks aku takut," isaknya di dalam pelukan lelaki itu.
"Sudahlah. Tenang semuanya akan membaik. Masih pusing?" tanya Sean lembut sambil membelai kepala Maera.
"Peluk aku lebih erat. Hiks biarkan rasa sakit ini lenyap ditelan kehangatanmu," pinta Maera pada Sean.
Sean memeluk gadis itu lebih erat. Menenangkan ia di dekapannya. Sesekali ia mengusap kepala gadis itu. Hatinya juga merasakan sakit ketika mendengar tangisan gadis itu. Ia merasa kesal dengan keadaan.
"Sean... hiks. Sakit!!" rintih Maera kesakitan.
"Kepalamu?"
"Bukan. Yang sakit hatiku. Mengapa harus aku yang melihat kejadian itu hiks. Aku takut sekali jika masih berada di sana, untung ada kamu yang membawaku pulang," ucap Maera sambil menenggelamkan wajahnya di dada Sean.
"Jangan takut aku selalu bersamamu. Jika kau sudah keadaanmu sudah membaik kita pergi ke rumah Marsandes untuk mengucapkan bela sungkawa."
"Tapi aku masih ingin di dekapanmu. Kita pergi saja nanti," ucap gadis itu sambil menoleh kearah Sean. Matanya berkaca-kaca, seakan sebentar lagi luapan emosi itu akan meledak.
"Menangislah.. luapkan semuanya di dalam pelukanku. Tapi setelah itu berjanjilah kau hanya menangis di saat bersamaku. Jangan di hadapan orang lain."
Maera mengangguk. Kini ia menangisi semuanya. Kenapa ini terjadi? Kenapa ia harus menyaksikannya? Ia punya salah apa, hingga ia harus tersiksa melihat kejadian memilukan itu.
Tangisnya bertambah histeris ketika ia melihat buku album kuno yang terkena setetes darah Marsandes itu. Yang membuat ia selintas mengingat kejadian itu lagi.
"Aaaa aku tidak bisaa!! Terlalu sakit. Hiks..."
"Mmmmm apa masih ingin menangis?" ucap Sean sambil melepaskan pelukannya.
"Seann aaa!!" rengek Maera saat pelukannya dilepaskan oleh Sean.
"Huh iya-iya kemarilah anak cengeng," ucap Sean sambil merentangkan tangannya.
Maera memutar tubuhnya. Menekuk kedua kakinya dan melipat kedua tangannya. Ia menangis sambil memeluk kedua kakinya.
Sean memeluk gadis itu dari belakang. Lalu mencium pipinya.
"Sudah jangan menangis atau aku akan menciummu lagi," ucap Sean setelah berhasil mencium pipi Maera.
"Sean!!!" teriak Maera yang tak terima pipinya dikecup oleh Sean. Gadis itu lantas mengusap pipinya.
"Iya cantik. Kenapa? Kau mau ku kecup lagi pipimu itu?"
"Tidak!! Berani-beraninya kau menciumku!!"
"Sebentar lagi aku akan menikahimu."
"Benarkah? Tapi jika aku tak mau lantas bagaimana?"
"Akan kupaksa."
"Sean jahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Getuige [TAMAT]
General FictionMaera Larissa Azura, gadis pendiam, multitalenta namun cuek. Lahir di sebuah keluarga yang selalu berpura-pura utuh dan harmonis. Ia gemar sekali membaca dan menggambar. Jadi, tak heran ia betah berlama-lama di perpustakaan. Namun, kehidupannya lebi...