6. Quidditch

301 42 1
                                    


"Baiklah, kita belajar dari dasar saja dulu." Draco berkata kepada Pansy dihadapannya, yang terlihat begitu bersemangat.

"Jadi Keeper, Beater, Chaser atau Seeker?

Pansy begitu antusias. Beberapa hari ini, dia telah banyak membaca buku tentang Quidditch. Sebenarnya Pansy cukup tahu tentang Quidditch, lagipula penyihir mana yang tidak tahu jenis olahraga yang terkenal di dunia sihir. Hanya saja Pansy ingin tahu lebih dalam mengenai Quidditch. Maka dari itu, belakangan ini tiba-tiba dia menjadi rajin membaca dan mempelajari tentang Quidditch, bahkan sejarahnya pun Pansy pelajari.

"Karena aku suka Quidditch, gadis yang bisa bermain Quidditch tampaknya menarik."

Kata-kata itu terus terngiang di kepala Pansy. Kata-kata penyemangat saat dia hampir kehilangan minat mempelajari tentang Quidditch.

"Tidak, hal dasar seperti terbang dengan sapumu," balas Draco. Tidak tahu kenapa gadis di depannya begitu bersemangat.

Tiba-tiba Draco teringat percakapannya dengan Pansy beberapa hari yang lalu saat mereka di aula utama untuk sarapan. Pansy dengan tegas mengatakan ingin menjadi pemain Quidditch.

Dan sekarang, disinilah mereka; lapangan Quidditch. Saat tim Quidditch Slytherin selesai berlatih. Draco mengambil kesempatan untuk mengajari gadis itu.

"Apa! Kau pikir aku tidak bisa terbang? Kita sudah belajar dari kelas satu, kau ingat?" Pansy melipat kedua lengannya di dada.

"Itu benar. Tapi tidak sesederhana itu Pans. Kecepatan dan keterampilan dalam terbang itu juga penting." Draco menjelaskan dengan sabar.

"Baiklah, aku harus bagaimana?" Pansy akhirnya hanya bisa menuruti.

"Begini, kita akan terbang bersama. Kita akan balapan, kau cobalah mendahuluiku. Sampai di ujung lapangan, lalu berbalik lagi. Mengerti kan?"

"Balapan? Ayo lakukan!" Pansy menjadi lebih bersemangat, sudah mengambil pose mengendarai sapu yang dia pinjam dari salah satu anggota tim Quidditch.

Draco menggelengkan kepala dan tertawa kecil melihat antusiasnya Pansy. Entah apa yang merasuki gadis itu, sehingga tiba-tiba menjadi tergila-gila kepada olahraga sihir yang terkenal ini.

"Baiklah pada hitungan ketiga, kita mulai." Draco memandang Pansy memberi isyarat. "Satu, dua, tiga."

Keduanya terbang secara bersamaan. Draco dengan lihai mengendarai sapunya dengan kecepatan yang membuat Pansy kesulitan mengerjarnya. Dari pinggir lapangan terlihat Blaise, Theo, Goyle dan Grabbe menonton mereka berdua.

"Ayo kejar aku Pans." Draco melirik Pansy dibelakangnya, dia tersenyum miring sembari mengangkat salah satu alisnya. Membuat gadis itu semakin terprovokasi.

Draco berbalik arah saat sampai di ujung lapangan dan melaju lagi ke arah sebaliknya. Pansy dapat merasakan kesulitan mengejar. Memang benar kata Draco. Walaupun dirinya sudah bisa terbang dengan sapunya, tapi kecepatan dan mengendalikan sapu dengan tepat, tidak semudah yang dibayangkan Pansy.

Ternyata Draco lebih dulu sampai di ujung lapangan, dia berserigai menunggu Pansy sampai.

"Bagaimana?" tanya Draco saat gadis itu sampai dengan wajah cemberut.

"Ayo coba lagi!" Pansy tidak mau menyerah.

"Baiklah, jangan menangisnya," ledek Draco.

"Dasar sombong kau pirang!"

Draco tertawa dan terus melaju, diikuti Pansy yang terus berusaha mengejarnya.

"Akan ku kalahkan si sombong pirang itu!" ucap Pansy dengan semangat yang menggebu-gebu.

The Story of Draco and Pansy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang