Bab 4

126 31 6
                                    

"Dimana warna jingga cerah yang menghiasi langit bumi
Sebuah lamunan muncul dalam benakku.
Muncul tanpa memberi pertanda bisikan atau suara, menghilang tanpa memberi tanda dan ucapan selamat tinggal.
Aku tak tahu apa yang harus aku katakan, tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan."

------------------------------------

Aku dan bang Surya sampai dirumah, aku turun dari mobil dan melihat kearah rumah Satria. Tapi aku melihat rumah itu gelap gulita dan hanya lampu teras saja yang menyala. Aku menanyakan kepada bang Surya. "Bang, kok rumahnya gelap...? Aku mau kesana dulu."

Saat aku akan melangkah pergi kerumah Satria, bang Surya meraih tanganku dan kemudian berbicara. "Percuma, mereka sudah pergi."

"Apa? Gak mungkin, gak mungkin Satria pergi ninggalin aku. Bang, abang bohong kan? Paling tidak Satria berpamitan denganku, abang bohong..." seruku sambil meneteskan air mataku.

Aku menangis sejadi-jadinya, antara sedih dan kecewa, rasanya sakit sekali. Satria berjanji padaku untuk tetap tinggal denganku, tapi nyatanya? Kini Satria pergi bersama ibunya dan aku tidak tau kapan mereka akan kembali. Bang Surya membawaku kedalam rumah, ibuku melihatku dan aku langsung memeluk ibuku.

"Ibu, bang Surya bohongkan? Bu, katakan padaku kalau Satria tidak pergi kan?" seruku.

"Nak, mereka memang pergi. Satria juga sangat berat meninggalkanmu disini, tapi ayahnya datang untuk membawa mereka pergi ke Amerika. Satria menitipkan surat untukmu," ujar Ibuku sambil memberikan surat padaku.

Aku membaca surat itu. "Bima sayangku, maafkan aku tidak bisa berpamitan padamu, ini semua serba mendadak, aku juga sangat tidak ingin pergi darimu. Aku mohon maafkan aku, aku janji akan segera kembali. Tunggu aku sayangku,"

Aku tidak berdaya lagi, aku membuang surat itu dan langsung pergi kekamar. Dadaku rasanya sangat sakit, aku mengunci pintu kamarku, aku melihat photo Satria di nakasku, aku hanya bisa memeluknya. Aku sangat sedih, aku sangat kecewa. "Kau berjanji padaku akan menjemputku, tapi kenapa kau pergi tidak berpamitan denganku. Satriaaaa...."

Perasaanku hancur berkeping-keping, aku tidak tau lagi harus berbuat apa. Bang Surya mengetuk pintu kamarku, aku tidak menyahut. Aku hanya menangis. Bang Surya masuk kedalam kamarku. "Dek, kamu tidak apa-apa?"

Aku tidak menyahut, lalu bang Surya melihat kondisiku yang meringkuk di sebelah tempat tidur. "Dek, kamu jangan begini..."

Aku hanya menutup wajahku dengan lenganku dan aku makin terisak. Kepalaku rasanya sangat sakit, tiba-tiba pandanganku gelap. Aku tidak tau apa yang terjadi setelahnya. Yang aku tahu, saat aku bangun aku sudah berada di rumah sakit. Aku hanya melihat selang ingfus di tanganku. Aku juga melihat bang Surya tertidur di sebelah ku. Aku menyentuh dan mengusap kepala bg Surya, abangku bangun dan berbicara. "Kamu sudah bangun, abang panggil dokter dulu ya."

Bang Surya pergi memanggil dokter, aku hanya terbaring lemah dan menatap langit-langit rumah sakit yang semuanya serba putih. Tidak lama kemudian, dokter masuk keruangan dan segera mengecek kondisiku saat ini. Aku hanya diam dan menunggu hingga dokter selesai memeriksa ku. Dokter selesai, lalu keluar menemui banh Surya. "Kondisinya baik-baik saja, hanya sedang setres ringan atau depresi ringan, jangan terlalu banyak pikiran. Mungkin anda harus selalu di sampingnya untuk menghiburnya."

"Terimakasih dok, tapi kapan adik saya boleh pulang?" Sahut bang Surya.

"Besok sudah boleh pulang." sahut dokter itu.

Dokter yang memeriksaku pergi, bang Surya masuk kembali kedalam dan berbicara padaku. "Dek, besok kamu sudah boleh pulang. Kalau kamu sudah sehat, kita jalan-jalan ya Ke Bali."

"Aku gak mau kemana-mana bang, cuman pengen pergi jauh meninggalkan semua kenangan itu disini. Aku tidak tau kapan dia akan kembali, dia datang dan pergi sesuka hatinya saja." ujarku.

Bang Surya memelukku, dia tau apa yang aku rasakan. Bang Surya tau hubunganku dengan Satria, itu sebabnya Bang Surya juga kesal saat melihat Satria pergi dari kehidupanku. "Abang tau kamu sangat mencintainya, tapi abang mohon jangan terlalu larut dalam kesedihanmu. Kita doakan saja, kelak ketika kalian bertemu kembali, dia masih mengingatmu."

"Iya bang..." sahutku.

Bang Surya pergi kekantor tempat ia bekerja, sekarang ibuku yang menemaniku di rumah sakit. Aku berbicara. "Bu, boleh aku meminta sesuatu pada ibu?"

"Apa itu nak, katakanlah..." sahut ibuku.

"Bu, aku ingin pergi meninggalkan kota ini. Aku tidak ingin tinggal disini lagi, aku ingin pergi bu." seruku pada ibu.

"Kita bicarakan kepada bang Surya ya." sahut ibuku.

Aku hanya mengangguk, sebenarnya ibuku sudah lama juga ingin pindah dari kota yang menyimpan banyak kenangan bersama Almarhum ayahku. Ayahku meninggal saat aku masih kecil, saat itu ayahku meninggalkan banyak surat wasiat untukku dan ibu. Tapi sampai detik ini, ibuku belum membaca dan membukanya menunggu hingga saat yang tepat.

Hari sudah sore, bang Surya datang menjenguk, aku langsung mencopot selamg inpusku. "Bima apa yang kau lakukan?"

"Bang aku udah baik-baik aja kok. Aku mau pulang sekarang, ayolah..." rengekku.

Sifat manja ku keluar, kalau sudah begitu bang Surya yakin kalau aku sudah sehat. Bang Surya berbicara. "Ya sudah kita pulang ya,"

Ibuku hanya tertawa melihat tingkahku yang manja kepada Bang Surya. Akhirnya aku pun di ijinkan pulang oleh dokter, setelah menempuh perjalanan satu jam akhirmya kami sampai dirumah. Sesampainya di rumah, aku tidak langsung ke kamar. Aku masih duduk di sofa dan si sebelahku bang Surya, aku memeluk bang Surya dan tidak mau melepaskannya. Bang Surya hanya mencium puncak kepalaku, sebelum dia berbicara. "Dek, rumah ini akan di sewakan, kita akan pindah segera ke New York."

"Tapi surat wasiat dari ayah belum di baca." sahutku.

"Abang sudah membacanya, ibu memberikannya kepada abang. Ayah punya rumah dan perusahaan disana, jadi abang akan fokus mengurus bisnis keluarga kita disana," sahut bang Surya.

Aku hanya mengangguk, kami semua bersiap-siap mengemasi barang-barang kami seperlunya. Sisanya kami tinggal di Indonesia. Rumah kami ini sudah disewakan dan sudah penyewanya, suatu hari nanti, mungkin kami akan kembali ke sini lagi. Itu sebanya rumah kami tidak kami jual. Hanya rumah Satria saja yang di jual oleh ayahnya. Setelah selesai mengemasi barang-barang, semua keperluan untuk berangkat Ke New York pun sudah siap dan tersedia. Bang Surya mengurus segalanya dengan cepat, besok pagi kami langsung berangkat dan tinggal di New York.

Sebelum berangkat, aku pergi ke Danau dimana Satria mengajakku saat itu. Aku menikmati senja yang sama, namun berbeda ketika tidak ada Satria di sampingku. Bima Satria melihat sang Surya yang mulai tenggalam di ujung senja, langit keabuan dan orange terlihat indah namun menyedihkan bagiku. Di batas Senja aku duduk sendiri, meratapi kesedihan yang mungkin tak kan berujung.


BIMA POV END.




Bersambung....

Hai jangan lupa vote komen ya makasih loh love u

BL- SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang