Bab 16

113 23 4
                                    

Glen dan Bima selesai makan siang, hari ini adalah hari Jumat, Glen bermaksud ingin mengajak Bima untuk berlibur. "Eeenggg... Bi-Bima... Sabtu apakah kamu ada acara?"

Bima tersenyum sambil mengambil tissue di depannya untuk mengelap keringat Glen. Bima kemudian berbicara. "Apakah anda akan selalu gugup jika bertemu denganku? Jika iya aku akan menolak ajakan anda padaku. Aku tidak mau pergi bersama anda jika anda selalu gugup atau apapun itu saat bersamaku."

Glen sedikit terkejut, ia berusaha tidak gugup lagi dan mengulangi pertanyaan tadi. "Bima, hari Sabtu apakah kamu ada acara?"

"Tidak, kebetulan tidak ada. Ada apa tuan Glen?" seru Bima.

"Aku tidak suka di panggil tuan," seru Glen.

"Oke baiklah, ada apa Hunny?" seru Bima sambil menunjukkan gaya imutnya membuat hidung Glen mimisan.

Bima kaget lalu reflek mengelap darah yang mengalir. "Tuan Glen, anda mimisan."

Glen langsung buru-buru mengelap darah itu, Bima berbicara. "Apakah kita perlu ke dokter?"

"Oh tidak usah, aku baik-baik saja. Ini hanya... Hanya itu..." seru Glen.

Bima ngerti dan paham, tapi tetap saja khawatir. Glen sudah membayar semuanya. Mereka pun pergi meninggalkan tempat itu menuju ke kantor Rio. Sesampainya disana Glen berbicara. "Nanti sore aku jemput kamu pulang kerja, sekalian aku ingin mengajakmu ke pulau pribadiku. Kita liburan disana, kamu mau kan?"

"Baiklah, kamu jemput aku dirumah saja. Aku bawa mobil sendiri, nanti aku share lokasi rumah ku by Whatsapp." seru Bima.

"Ya sudah kalau begitu, aku permisi dulu." seru Glen.

"Hati-hati...." seru Bima.

Glen mengangguk, Bima turun dari mobil Glen. Bima melambaikan tangan, Glen pergi dari sana. Saat Bima akan masuk ke dalam Hendrik dan Rio juga baru kembali dari makan siang. Rio berbicara. "Asiiiiik di anter Doi..."

"Kak Rio apaan sih..." seru Bima sambil berlalu pergi.

Rio dan Hendrik hanya tertawa lalu masuk ke dalam gedung. Bima sampai di ruangannya, ia membuka ponselnya ada pesan dari Rian. "Bima, hari ini Satria keluar dari rumah sakit. Satria ingin menunggumu, tapi ayah dan ibunya melarangnya dan memarahinya."

"Wajar jika orang tuanya memarahinya Rian, jika kamu tahu fakta yang sebenarnya pasti juga akan melarangku bertemu dengannya." balas Bima.

"Maksudmu Bima, aku tidak mengerti." Balas Rian dari sebrang sana.

"Ya, Aku dan Satria bersaudara. Dia adalah abang tiriku, satu darah dengan ayah kandungku. Ayah ku dulu selingkuh dengan ibunya, saat itu aku masih bayi... Saat perceraian usiaku sudah sepuluh tahun, sudahlah... Aku tidak ingin membahasnya lagi." seru Bima.

"Maaf, tapi kamu benar Bima... Kalian tidak bisa bersama. Lagi pula ibunya galak dan akan segera melangsungkan pernikahan Satria dengan Shena." balas Rian.

"Aku akan memberi hasil test DNA ku pada Satria, kalau kami sedarah..." seru Bima.

"Oke..." balas Rian.

Bima membungkus hasil test DNA itu dengan rapih, kemudian Bima mengirimkannya kepada Satria. Di lain tempat, tepatnya di rumah Satria. Paket itu sampai dan di terima langsung oleh Satria. "Dari siapa pak?"

"Tidak ada nama pengirimnya pak, hanya alamat tujuan saja." sahut kurir.

Satria mengangguk, kemudian Satria membuka amplop cokelat itu. Satria membaca dengan teliti, tangannya bergetar, air matanya menetes. Dadanya sangat sesak, seakan di himpit ribuan bebatuan. Ia meremas surat keterangan itu. "Tidak mungkin...."

BL- SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang