1

790 37 0
                                    

Semua orang yang berada dihadapan  panggung besar bertepuk tangan untuk pendiri taman kota. Orang yang cukup berjasa dalam memajukan kota hingga dikenal dengan kota jaya.

Wajah tampan rupawan bak pangeran yunani itu turun dari panggung tanpa mengubah expresinya. Wajah kaku. Meski begitu banyak mengidolakannya.Tapi tak sedikit hanya mengenal nama tanpa tahu fisiknya, karena dia cukup privasi bahkan menentang sangat keras jika bersangkutan dengan kehidupannya.

"Selanjutnya?" Tanya dia tanpa menatap lawan bicaranya. Dia menikmati suasana senja dengan hati tenang. Dia sangat menyukai senja.

"Tuan, ada rapat nanti jam setengah tujuh malam. Apakah tuan mau makan? Tuan tadi melewatkan jam makan siang," sahutnya tanpa melihat tablet yang berada ditangannya, seolah dia mempunyai daya ingat tinggi.

"Tidak." tolaknya dimengerti oleh Bio. Beliau adalah asisten pribadi dan kepala pelayanan serta keamaan dari tuan mudanya.

Bio menatap lurus kedepan, namun ada sesuatu yang menjanggal hatinya sejak mobil ditumbangi berjalan. "Mungkin hanya kurang istirahat." Gumannya.

Kurang dari dua menit, sebuah truk melaju dengan tinggi dari arah selatan menuju timur. Sedangkan mobil yang digunakan akan mengarah ke barat, tentu hal ini membuat mobil mahal itu terguling-guling berapa kali hingga membuat banyak saksi terkejut.

Dia merasakan sesak didadanya saat merasakan tubuhnya ditindihi oleh benda yang sangat amat berat. Samar-samar dapat dia dengar seorang wanita menyerunya agar tetap sadar bahkan sampai membentak dan menamparnya.

<○><○>

Sebuah kafe minimalis yang berada ditengah kota terlihat ramai. Ini karena banyak orang sudah pulang kerja atau hanya ingin meluangkan waktu untuk berkunjung. Kafe ini baru buka seminggu yang lalu dan sudah menjadi bahan omongan, khususnya dikalangan remaja.

Disebelah timur dekat jendela besar hingga bisa melihat ramainya jalan. Semua nampak biasa. Montor dan mobil yang saling bersalip-salipan.

"Kemarin aku kesini," sahut Naraya, Raya. Gadis berkrudung hitam dengan motif pita biru.

"Oh ya? Kenapa nggak mengajak ku?" Tanya Fanaya, Naya. Pura-pura merajuk dengan padangan ke arah jalan raya.

"Tidak kepikiran." jawabnya enteng merosotkan bahu Naya.

Naya? Gadis cantik lulusan pondok itu baru beberapa bulan yang lalu lulus. Dia juga sudah lulus SMA tahun lalu, mungkin untuk kedepannya ingin masuk DI.

Putri dari dua saudara ini merupakan remaja aktif dalam hal akademik. Jadi untuk melatih non-akademiknya, ia ingin masuk DI.

Jika kebanyakan memilih untuk kuliah, maka berbeda dengan Naya. Gadis itu tidak terlalu suka dengan pelajaran sejak lulus dan mudah bosan.

Sedang asik berbicara, terdengar hantaman keras yang mengagetkan dua gadis itu sampai reflek keluar dari kafe guna untuk melihat kejadian yang terjadi. Sebuah tabrakan antara mobil sedan dan truk besar.

Jantung Naya berdetak sangat kencang saat melihat secara langsung bagaimana tragisnya kecelakaan itu. Melihat sekitar dengan ekor matanya.

Tidak ada, tidak ada yang mau mendekat sekadar melihat keadaan korban didalam mobil. Naya manatap Raya yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja dilihat.

"Ra, ayo kita menolongnya!" Ajaknya menarik tangan Nara, namun rupanya gadis itu menolak dengan gelengan keras.

"Aku nggak mau ikut terseret kasus ini. Terlalu rumit," alasannya menarik kembali tangannya dan menyembunyikan dibalik tubuh mungilnya.

FANAYA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang