"Saya nikahkan engkau Adgala Mahavir Bagaskara bin Rajendral Mahavir Bagaskara dengan putriku Marisca Aninda Majapatih Binti Miko Barera Majapatih dengan mas kawin tiga butir berlian biru di bayar tunai!" kata Barera pada pria dihadapannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" lantang mempelai laki-laki seolah menunjukkan jika sekaranga dia sudah memiliki istri.
Sebuah foto mengabadikan memon itu membuat Gala tersenyum. Ia tidak menyangka ucapannya akan terkabul dengan secepat ini. Meski sang istri tidak mengetahui jika dialah suaminya secara agama.
Ditengah sibuk berkhayal bersama sang istri, Gala di kejutkan oleh ketukan pintu dari luar ruangan. Gala segera menyembunyikan selembar foto itu.
"Assalamualaikum," salam siswi yang paling di sayang. "Waalaikumsakam," jawab Gala berusaha tidak tersenyum lebar.
"Ada apa? Tumben sekali kamu kesini," lanjut Gala menatap serius Ica.
"Pak, kayaknya aku kawinin deh," mendengar lontaran setiap kata dari Ica membuat Gala terkejut bahkan berdiri dan mencondongkan tubuhnya ke arah Ica dengan mata mendelik.
"Siapa yang berani ngawinin kamu!"
"Ya, ya nggak tahulah! Kemarin bunda aku bilang kamu mau nggak nikah muda?" benah Ica sedangkan Gala sudah kembali dengan merubah eksperesi menjadi datar.
"Trus kamu bilang apa?" tanya Gala.
"Nggak tahu. Sebenarnya nikah sekarang atau nanti menurutku sama aja, bagiku sisi kematengan dalam menjalan hubungan rumah tangga itu ada di suami. Kan kalau istri bisa minta di tuntun, iya kan, Pak?" Gala mengangguk setuju.
"Itu kalau suaminya mau dan sabar. Punya kesabaran setipis tisu dan suka emosi yang ada bakal cek cok terus. Lagian menjali rumah tangga itu nggak mudah mudah gampang. Butuh pertahanan, kesabaran, keihklasan, saling pengertian, nggak boleh egois, setiap masalah harus dibicarakan berdua jangan di pendem sendiri," jelas Gala.
"Betul itu! Dan kita nggak cocok jadi pasutrikan kan?" Ica tertawa pelan. " kan kita sering cek cok bersama, jadi tandanya nggak cocok," lanjut Ica.
"Kamu belum mengenal saya. Cek cok dengan kamu kalau nggak ada masalah, saya juga enggak akan mengomeli kamu. Tahu sendirikan senakal apa kamu," sahut Gala tidak suka pernyataan yang dilontarkan Ica.
"Memangnya Bapak seperti apa?" bisik Ica sedikit mencondongkan kepalanya.
"Nanti kamu juga tahu sendiri. Saya mau pergi karena ada urusan." ucap Gala. "Ngusir halus nih?"
"Bukan begitu, saya ada jadwal rapat dengan klien saya di luar sekolah. Saya tidak mungkin membiarkan ruangan ini pergi tanpa di kunci," jelas Gala agar Ica mengerti.
"Yaudah deh. Padahal aku kesini juga mau numpang tidur, kata Ayah ku di sini ada kamar tidurnya. Daripada di uks kena hukum," ceplos Ica mendapat kernyitan tipis dari Gala.
"Ayah?" gumannya pelan. "Kalau kamu ingin tidur, kamu boleh tidur di sini. Tapi kunci dari dalam biar nggak ada yang tahu kalau ada murid di sini dan nggak ada yang masuk,"
"Jadi boleh!?" Gala mengangguk.
"Yaudah Bapak cepet-cepet beresin yang mau di bawa. Aku bantuin," Ica bergerak membatu selayaknya beban. Tangan Ica sama sekali tidak menyentuh barang seincu pun.
"Saya pergi dan jangan lupa kunci pintunya. Kalau pergi dari sini, kamu lihat-lihat sekitar biar nggak jadi masalah. Saya pergi dulu, selamat tidur," Gala tersenyum dan menepuk pelan kepala Ica yang terbungkus krudung.
Ica diam membeku. Membiarkan Gala pergi dengan jantungnya yang berdetak kencang. "Aduh sakit jantung ku kumat. Kenapa sih jedag jedug mulu kalau di deket pak Gala," monolognya sebelum pergi ke kamar tidur khusus.
Kamar itu dulunya tempat berkas-berkas penting. Tapi karena Gala pindah sebentar jadi Gala merubahnya. Ya tidak banyak, hanya ranjang dan nakas yang di kelilingi oleh ribuan berkas penting. Berisi data-data anak sekolah.
__________
Pak Barera
Ica belum pulang
Apa dia bersama mu?Pesan itu membuat Gala berhenti menggerakkan kunci rumahnya. Setelah lepas rapat, Gala memutuskan untuk pulang. Ia tidak menyangka akan selama ini.
Kernyitan di dahi Gala jelas terlihat. Ingatakannya kembali beberapa jam yang lalu. Gala langsung meletakkan tas di atas meja teras lalu berlari menuju sekolahan dengan mengendari mobil.
Ceklek
"Ica?" guman Gala dapat melihat gadis itu tidur nyenyak di atas ranjang dengan selimut menutup setengah badan.
"Istri kecil ini.... betah banget tidurnya sampai nggak sadar udah hampir tengah malam," Gala menghampiri Ica dengan senyum terbit setipis tisu.
Berjongkok untuk menjajarkan posisi lalu mengelus kepalanya dengan lembut. "Seumur hidup saya berjanji hanya menjadikan kamu sebagai istri dalam bidadari hatiku."
Perlahan Gala mengangkat Ica bagai koala. Membawanya pergi ketempat seharusnya berada. Gadis yang sudah berstatus istrinya harus di bawa pulang atau Bapak mertuanya akan uring-uringan.
"Terima kasih sudah membawanya pulang dan maaf jika merepotkan kamu, Nak." ungkap Naya tersenyum lembut pada mantunya.
"Bunda, tidak perlu mengucapkan hal itu. Ica adalah istri saya, jadi dia tanggung jawab saya," sahut Gala.
"Kamu mau makan malam di sini? Tadi Bunda bikin lumayan banyak makanan," tawar Naya ingin mengajak mantunya untuk makan malam bersama.
"Maaf, Bunda. Bukan maksud menolak, tapi adik saya pasti sudah menunggu saya di rumah. Ehm, lebih baik di bungkus saja. Maaf merepotkan," ucap Gala tak enak hati.
"Tidak merepotkankan, baiklah tunggu sebentar. Bunda ambilkan dulu," Naya pergi untuk menyiapkan bingkisan yang akan di bawa oleh Gala.
Di sisi lain, Ica yang terkejut setelah membuka matanya. Celingak-celinguk dengan hati berdebar. "Kok aku bisa di kamar? Perasaan tadi tidur di ruang kerja pak Gala deh," gumannya.
"Astagfirullah, aku belum sholat!" pekiknya langsung mengambil wudhu dan mengganti waktu sholat yang tertinggal.
Setelah selesai, Ica turun dengan mengenakan piyama coklat dan krudung hitam. Langkahnya membuat seisi ruang makan menoleh. "Udah bangun?"
Ica mengangguk, "Bun, siapa yang bawa aku kesini? Soalnya aku ingat, aku nggak tidur di kamar. Masa aku kayang kan nggak mungkin," cerocos Ica membuat Naya geli.
"Pak Gala yang nganterin kamu kesini. Dia baru aja pulang," sahut Naya tentu tak bisa di terima dengan mudah olehnya.
"Apa! Nggak mungkin! Ih Bunda!! Aku sudah nggak suci lagi!!! Tubuhnya di sentuh lawan jenis!! Huaa!" dramatis Ica meraung dihadapan tiga keluarga.
"Udah diem, lagian pak Gala nggak mungkin ngebiarin kamu tidur semalaman di sana, Ica." jelas Naya membuat Ica sedikit mereda.
"Tapikan pak Gala bisa membangunkan ku tanpa mengangkat ku," keluh Ica.
"Sudah, sudah. Sini anak Ayah, jangan nangis lagi. Nanti pusing kepalanya, kamu pasti belum makan kan?" Ica mengangguk sambil berjalan.
Duduk di atas pangkuan Barera sambil bersandar. Menikmati setiap suapan dari Barera tanpa membantah. Ayah yang terbaik bagi Ica.
Next>
NO REVISI
KAMU SEDANG MEMBACA
FANAYA✔
SpiritualPEMBERITAHUAN UMUM || 1-30 BERKISAH TENTANG FANAYA DAN BARERA || 31-50 BERKISAH CINTA ICA|| Saya gabung menjadi satu bukan maksud apa-apa. Walaupun kisah Ica masuk dalam extrapartnya. Mungkin ini adalah extrapart terpanjang dari cerita lain. YANG BE...