Apakah Naya harus sujud syukur? Memiliki suami kaya, ah tidak-tidak. Suaminya sangat-sangat kaya hingga bisa memiliki kamar pribadi 10× dari kamarnya. Tak heran Naya merasa kagum, diakan belum mengenal banyak suaminya ini.
Naya pulang ke rumah suaminya sejak satu jam yang lalu. Kini dia sekarang sudah dikamar suaminya untuk menidurkannya. Dia seperti orang tua bagi suaminya.
Barera sedang mandi setelah berdebat panjang dengannya. Tak mudah tapi suaminya kalah debat.
Pintu dibuka hingga menunjukan Barera yang terlihat lebih segar dengan baju tidur melekat ditubuh kekarnya. Sempat oleng tetapi kesadarannya kembali.
Naya tersenyum kecil saat Barera menatapnya. "Nayaku kenapa pakai kerudung? Kata orang kalau sudah sah boleh lihat-lihatan," kata Barera merebahkan tubuhnya dengan bantalan paha Naya.
Jujur ini pertama kalinya dan ini sangat berbahaya untuk jantungnya. Tapi Naya harus jaga image, lagian Barera suaminya sekarang. "Aku belum siap kalau melepasnya. Kamu nggak keberatankan?"
"Kalaupun keberatan, Nayaku tidak mungkin menurutinya," gumannya menyindir Naya. "Maaf,"
"Tidak apa, Nayaku tak perlu minta maaf. Lagian aku sudah senang Nayaku bersama ku," Barera memeluk istrinya dengan erat.
Naya tersenyum kecil, ia mengelus rambut Barera yang sedikit basah. "Nggak keramas?"
"Nggak. Takut masuk angin, dari pagi belum makan," kata Barera menatap Naya yang khawatir mendengarnya. "Ya Allah kenapa nggak makan? Nanti kamu sakit gimana? Emang mau dibawa ke rumah sakit trus ditusuk jarum?" Runtuhan pertanyaan dari mulut Naya membuat Barera tertawa kecil.
"Nggak mau ditusuk lagi, sakit." Cicitnya. "Kalau begitu, kamu harus makan. Katakan ingin makan apa, aku akan membuatkannya," Barera tersenyum hingga memperlihatkan gigi rapinya.
"Nggak perlu dibuatin. Minta aja sama pelayan, kamu nyonya di sini. Apapun yang Nayaku bawakan, aku makan," ingin membantah tapi Naya tadi hanya basa-basi.
"Baiklah, aku ambil dulu. Tunggulah," Barera mengangguk pelan. Membiarkan Naya pergi ke lantai bawah tanpa di tahan.
"Ya Allah, terima kasih sudah mendengar permintaan hamba. Hamba janji akan melindungi dan mencintai Naya seperti janjiku pada-Mu," lirih Barera.
Naya kembali dengan nampan ditangannya. Senyumnya mengembang saat Naya tersenyum. "Nayaku jangan mudah tersenyum,"
Kening Naya mengerut, "kenapa?"
"Senyumnya cantik, kayak orangnya." Begitu polos wajahnya hingga membuat pipi Naya bersemu. "Aku nggak mau bagi sama orang lain, Nayaku hanya untukku seorang. Selamanya." Tekannya.
"Selamanya? Aku tidak nyakin itu. Bukankah kata orang kamu garang?" Goda Naya mengambil piring berisi nasi, bergedel dan sayur bayam tanpa kuah.
"Tidak, aku hanya garang sama orang. Tapi kiut sama Nayaku," girangnya persis seperti anak kecil hingga membuat Naya gemas sendiri.
"Baiklah, ayo sekarang makan atau kamu akan masuk angin nanti," Barera mengangguk dan selalu sedia saat Naya menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
"Nanti, Nayaku nggak tidur disini?" Tanya Barera meski tahu jawabannya. Naya meletakkan piring kosong diatas nampan.
"Iya, kan sesuai perjanjian sebelum nikah. Kalau kita nggak boleh satu kamar sebelum usia aku diatas 20 tahun," sahutnya membaut Barera sedih dan kecewa.
"Tapi insyaAllah aku janji, tertutup dan terbuka mata ini, akulah yang pertama kamu lihat," Barera kembali tersenyum lalu mengacungkan jari kelingkingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FANAYA✔
SpiritualPEMBERITAHUAN UMUM || 1-30 BERKISAH TENTANG FANAYA DAN BARERA || 31-50 BERKISAH CINTA ICA|| Saya gabung menjadi satu bukan maksud apa-apa. Walaupun kisah Ica masuk dalam extrapartnya. Mungkin ini adalah extrapart terpanjang dari cerita lain. YANG BE...