Part 6 - Harus Berakhir

1.4K 99 5
                                    

“Karena hanya ikhlas yang mampu menolong kita hari ini dan seterusnya.”

***


Faiz berpikir, tak ada hal yang tersisa dari hubungannya dengan Nisa setelah abah dengan paksa menyeretnya pulang ke pesantren. Jadi, dia tidak menduga keputusannya untuk manut[1] justru akan menyakiti Nisa suatu hari. Jika saja Faiz tahu ini akan terjadi, lebih baik dia tak menuruti keinginan abahnya dan mencari solusi lain untuk Syifa.

Ya, Faiz baru merasa dirinya bodoh sekarang.

Setelah berbagai kesalahpahaman masa lalu yang membutakan hatinya hingga berpikiran picik pada Nisa, sekarang lagi-lagi dia hanya menyakiti perempuan yang dicintainya. Sungguh, bagaimana bisa dia mengakui hal itu sebagai cinta? Sedang, yang Nisa rasakan hanya luka?

Dasar, br*ngsek! maki Faiz pada dirinya sendiri.

Dia mendekat pada Nisa dan berjongkok di depannya.

“Aku ingin minta maaf, tapi itu gak akan berguna, kan? Jadi, katakan apa yang harus kulakukan supaya kamu gak nangis lagi, sekarang? Aku ngerasa buruk lihat kamu kayak gini.”

Pada akhirnya, hanya itu yang bisa Faiz katakan, dan Nisa tak memberinya jawaban. Perempuan itu justru semakin menangis tersedu-sedu. Hati Faiz menjadi kian teriris. Sakit rasanya karena sadar yang menyakiti Nisa bukanlah siapa-siapa melainkan dirinya. Pria berdarah dingin dan tak tahu diri.

“Kalau aku ...”

Perkataan Nisa tercekat. Faiz menunggunya.

“Ya?”

“Kalau aku minta kamu batalin pernikahan, gimana, Kak?” lanjut Nisa dengan susah payah. Meski pelan, hal itu cukup membuat Faiz tercengang.

Dia membeku. Sama sekali tak terlintas di pikirannya Nisa akan meminta hal itu.

Membatalkan pernikahan? Ini bukan sesuatu yang bisa dia putuskan secara sepihak.

Allah, bagaimana? Meski bukan tidak mungkin, tapi pembatalan pernikahan akan menciderai banyak hal dan menyakiti beberapa pihak. Apa yang harus aku lakukan? hati Faiz bimbang.

Di sisi lain, nuraninya menyentil. Kesalahannya pada Nisa di masa lalu jauh lebih buruk dari apa yang akan dialami Syifa jika dia membatalkan pernikahan mereka. Jadi, haruskah dia membuat kesalahan lagi dan melukai Nisa kembali?

Tidak, jangan lakukan itu, Iz! Katamu kamu mencintainya. Jadi, ambillah resiko untuknya. Ini sama sekali tak seberapa, hati putihnya mengingatkan.

Tangan Faiz terkepal. Belum sampai dia mengambil keputusan, Nisa sudah berujar.

“Kenapa diem, Kak? Gak bisa ya?” tanya Nisa tanpa melihatnya, dia lalu tertawa kecil. Faiz mendengarnya sebagai kekehan frustrasi.

“Hah, padahal kamu dengan gampangnya ninggalin aku, kenapa sekarang ninggalin dia gak bisa?” 

Jleb! Perkataan Nisa menohoknya. 

Seketika Faiz benar-benar ingin mendekap Nisa dengan erat untuk memberitahu bahwa dia menyesal. Namun, itu tidak mungkin. Jadi, dia hanya bisa mengalah dan menurunkan egonya.

“Baiklah, kalau itu maumu, akan kulakukan.”

Keputusan yang singkat, tetapi mampu membuat Nisa menumpahkan air matanya. Dia bahkan sampai menarik kemeja depan Faiz dan tertunduk, tangisnya pecah.

Entah kenapa, bukannya senang ... hati Nisa yang terluka justru bertambah sakitnya dengan berkali-kali lipat.

Dia tahu, Faiz mencintainya. Ya, hanya dari tatapan pria itu saja dia tahu. Tapi, kenapa? Kenapa dia menikahi perempuan lain saat hatinya tidak mau? Karena mau berbakthi dengan orang tua? Bohong! Nisa tidak percaya dengan itu.

Fazahra AkmilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang