Part 10 - Lamaran Tak Terduga

1.3K 91 6
                                    

“Menikah itu mudah, yang susah adalah menjalani kehidupan setelahnya.”

***


“Kamu yakin?” ujar Kyai Said memastikan sekali lagi.

Faiz mengangguk dengan serius.

“Abah pernah bilang, ada 3 perkara yang meskipun bercanda bakal sah akadnya. Menikah, talak dan rujuk. Yang ingin aku lakukan untuk menebus kesalahanku sama Nisa itu yang pertama, Bah. Jika aku main-main, sama aja aku mengolok-olok Tuhan karena menikah adalah janjiku dengan-Nya.”

Kyai Said mengedip. Walau dia tahu Faiz memang tidak melakukan perbuatan berbahaya lagi setahun terakhir, tetapi dia tetap khawatir.

“Apa Abah bisa pegang kata-katamu, Iz? Kamu ingin memilikinya untuk menjaga bukan merusak?”

Pertanyaan Kyai Said membuat Faiz meremas tangan. Dia paham mengapa abahnya ini tidak mudah percaya padanya.

“Keluarga Nisa bahkan udah berantakan sebelum aku merusaknya, Bah,” ujar Faiz berjeda.

“Itu yang membuatku dulu kasihan padanya. Tapi, meski tahu begitu, aku tetep merencanakan hal picik. Jadi, perasaanku pada Nisa memang gak pantas dikatakan sebagai cinta karena tumbuh dari rasa benci. Tapi, setelah sadar kalau nyakitin dia gak berpengaruh apa-apa sama Zain, aku justru merasa bersalah dan perasaan itu tahu-tahu berkembang menjadi rasa peduli lalu suka. Kemudian, setelah kita pisah ...” 

Pandangan Faiz jatuh ke bawah seakan menewarang kejadian lalu.

“aku bener-bener merasa kehilangan. Dan …pas ketemu dia lagi, cuma satu yang aku pikirin, aku mau menebus kesalahanku padanya yang gak dia ketahui. Tapi, karena keadaan, aku malah nyakitin dia lagi. Jadi, kalau sekarang aku ingin memilikinya untuk menjaga, apa gak boleh, Bah?” Faiz mengakhiri kalimatnya dengan pertanyaan.

Kyai Said mengambil napas dalam-dalam sebelum memberi jawaban.

“Jika Abah melamarkannya untukmu, kamu harus tanggung jawab, ngerti? Menikah itu bukan perkara mudah, Faiz. Itu tanggung jawab seumur hidup.”

Mendengar perkataan Kyai Said, Faiz mengangkat kepalanya. Walau tahu ini akan berat, tetapi dia tak bisa menahan binar-binar di matanya.

“Aku gak akan ngecewain Abah kali ini.”

Kyai Said hanya mengangguk.

Kebahagiaan langsung terlihat di mata Faiz.

“Terima kasih, Bah.”

Setelah itu, Kyai Said menepuk-nepuk bahu Faiz. Dia berusaha menyakinkan diri bahwa ini memang keputusan yang terbaik.

***

Keesokan paginya ... tepat hari pertama Ramadhan, pertemuan Kyai Said dan Zain dijadwalkan di pesantren. Jadi, sekarang di ruang tamu ndalem, orang-orang yang bersangkutan sudah berkumpul. Faiz duduk di sebelah Abah Said. Sedangkan, Nisa berada di samping Zain. Mereka duduk berseberangan.

“Zain, di pesantren semua hal sudah diatur. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Adanya foto ini masuk ke pesantren telah melanggar peraturan tentang larangan pacaran dan perbuatan tidak pantas. Santri yang ketahuan melakukan hal itu akan didera 30 kali di depan semua santri. Jalan satu-satunya untuk lepas dari hukuman adalah menikahkan mereka. Maka, untuk kebaikan bersama, hari ini aku melamar Nisa untuk putraku, Faiz Akmal.”

Deg!

Nisa tertegun. Meski dia berpikir hal ini mungkin saja terjadi, tetap saja dia terkejut. Apakah menikah muda menjadi hal yang mudah bagi keluarga pesantren?

Fazahra AkmilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang