7. Korean bbq

115 16 6
                                    

Seokjin mengetuk pintu kamar hotel di hadapannya. Kepalanya terus tertunduk, matanya lekat menatap lantai.

Seharian ia tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Hatinya bimbang. Antara memenuhi keinginan pria terkasihnya atau tegas menolaknya mentah-mentah.

Pintu di hadapannya terbuka. Namjoon menyambutnya dengan senyum lebar dan antusiasme yang berlebihan. Sangat jauh berbeda dengan sikapnya di kantor.

Iya. Karena di kantor mereka harus menjaga sikap sebagai bos dan karyawannya. Sedangkan disini, mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai.

Atau paling tidak, mereka pernah saling mencintai. Entahlah sekarang.

"Kau datang lebih cepat daripada perkiraanku."

"Aku masih ada kerjaan, harus diberesin malam ini juga. Jadi aku datang secepat mungkin. Nggak bisa lama-lama." Seokjin adalah pembohong yang buruk, dan sekarang ia hanya berharap Namjoon tidak menangkap kebohongannya.

"Oh, begitu." Tangan Namjoon menempel di punggung Seokjin membimbingnya masuk semakin ke dalam. Melewati pantry mungil dan meja makan, menuju ke area ruang tidur. "Mau kupesankan makan? Kau bisa menginap disini kalau mau."

Shit. Pancingan yang menyentil langsung sisi terlemah Seokjin. "Pak Namjoon juga nginap?"

"Maunya. Tapi nggak bisa. Bisa dibunuh sama mertua nanti. Masa' baru beres honeymoon, istri sudah ditinggal sendiri di rumah." Jemari Namjoon menyusuri ttulang punggung Seokjin, mulutnya terus menyerocoskan keluhan. "Nggak ngerti deh, kok bisanya mertua gue manjain banget anaknya, mana anaknya juga tukang ngadu."

Seokjin menggigit bibirnya. Menahan sakit hatinya. Tapi sama seperti kebohongannya, sepertinya Namjoon juga tidak menangkap sikap dinginnya.

"By the way, kok Pak sih? Kakak!" Namjoon cemberut.

"Takut kebiasaan. Bahaya kalau aku kelepasan memanggil Kak Namjoon di kantor."

"Alasannya nggak berubah dari dulu."

"Ya gimana donk? Emang alasannya cuma itu."

Namjoon terdiam. Lalu bertanya dengan hati-hati. "Kamu marah ya sama aku?"

"Nggak."

"Bohong banget."

"Ya dipikir aja sendiri donk. Dua tahun kita pacaran sembunyi-sembunyi karena katanya Pak Namjoon belum siap ngenalin aku ke keluarga. Tau-tau ngumumin pertunangan. Tiga bulan kemudian nikah besar-besaran, terus honeymoon hampir sebulan." Seokjin terengah karena menahan emosinya. "Nggak, aku nggak marah. Aku cuma ngerasa ditipu habis-habisan. Ngerasa dikasih harapan palsu."

Namjoon mengusap wajahnya. "Maaf."

"Dimaafkan kok Pak. Aku tau diri. Aku siapa sih dibandingkan cewek itu?"

"Kamu orang yang aku sayang Seokjin."

"Sayang sih sayang, tapi kalau Pak Namjoon tetap memilih cewek yang dijodohkan itu, ya sama aja bohong sayangnya."

"Kamu nggak ngerti Seokjin."

"Apanya yang aku nggak ngerti? Aku tau semuanya. Sekantor semuanya ngegosipin Pak Namjoon berbulan-bulan. Aku tau kalau ternyata Pak Namjoon udah dijodohkan dari lama sama dia, anaknya rekan bisnis ayah Pak Namjoon."

"Makanya aku nggak bisa menolak, Seokjin."

"Bukan. Makanya aku dijadikan orang ketiga. Kekasih gelap."

"Tapi aku sungguh-sungguh sayang sama kamu Seokjin."

Seokjin mematung. Kehabisan kata-kata. Ia tidak tahu lagi mana yang tulus mana yang jebakan.

Bento Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang