3. Kimchi Burger

142 14 4
                                    

Seokjin membuka sebelah matanya.

Pelan-pelan menggeliat di tempat tidurnya, meluruskan kaki-kaki panjangnya. Tangannya mengelus perutnya.

Perutnya masih terasa panas, dan suara yang menyeramkan terdengar kencang di dalamnya.

Seokjin mengerang. Dipaksanya turun dari tempat tidur buat sekedar minum segelas air.

Dokter bilang, minum banyak air putih bisa membantu mempercepat penyembuhan keracunan makanannya.

Setelah makan bento dori bersaus wasabi itu, makin malam perut Seokjin semakin panas.

Sampai akhirnya ia memutuskan untuk ke IGD, hanya buat ditertawakan karena "Kakak-nya nggak pernah makan pedas ya? Biasa kok kayak begitu kalau makan yang kepedasan dikit."

Sungguh ia menyesal nggak membawa sisa dori itu buat dijejalkan ke mulut si dokter jaga.

Ketukan di pintunya membuatnya memaki kesal, siapa sih yang datang tanpa pemberitahuan sebelumnya? Seokjin juga nggak belanja online apa-apa, jadi pasti bukan kurir.

Awalnya ia tidak mau membuka pintunya. Tapi makin lama ketukan itu makin kencang.

Saat ia akhirnya memutuskan untuk membuka pintu, dahinya berkerut melihat anak perempuan berseragam sekolah yang tampak sama kesalnya dengan dirinya berdiri didepannya.

Di tangannya, bungkusan yang sangat Seokjin kenal.

Bento terkutuk itu.

"Cari siapa?" Ia berusaha menahan diri buat tidak merebut tas kertas dari tangan anak perempuan itu lalu melemparkannya jauh-jauh.

Sumber dari segala penderitaannya mengikutinya sampai ke rumah? Siapa sih pengirimnya bento dari neraka ini? Penggemar atau teroris?

"KimSeokjin." Anak itu menjawab ketus.

"Itu saya."

"Nih." Anak itu mengangsurkan tas kertas di tangannya.

"Saya nggak mau terima barang nggak jelas."

"Kata Kakak-nya ini makan malam buat Kak Seokjin. Kakak-nya juga yang kasih nomer unit ini. Saya cuma bantu anterin."

"Lah? Kok kamu mau aja? Kalau isinya narkoba gimana?"

"Nggak mungkin. Kakak-nya kelihatan anak baik-baik kok."

"Heh? Nggak jaminan lah. Kalau isinya bom?"

"Nggak mungkin. Kakak-nya nggak keliatan kayak teroris yang di TV."

Seokjin memijat dahinya. "Jangan bilang Kakak itu juga ganteng makanya kamu mau-mau aja?"

Anak perempuan itu mendadak nyengir lebar. "Lumayan sih Kak. Senyumnya manis. Nanti tolong bilangin ya kalau kirimannya udah aku anterin. Boleh minta nomer teleponnya nggak Kak? Akun sosmednya aja juga nggak apa-apa kok. Hehehe."

Demi Tuhan.

"Gue nggak tau sosmednya apalagi nomer teleponnya. Dan gue juga nggak mau terima kiriman ini."

"He? Kok bisa. Nggak mungkin lah orang nggak kenal tau-tau kirim makan malam." Anak itu berkeras. "Lagian dia tadi pake taksi loh Kak. Sampai segitunya bela-belain mau ngasiin buat Kak Seokjin."

"Jadi dia udah pergi?"

Anak itu mengangguk.

Seokjin cemberut. Kecewa. Andaikan dia lebih cepat sedikit membuka pintunya, mungkin dia masih bisa melihat siapa si pengirim bento sialan ini.

"Dan lu, siapa?"

"Oh, saya tinggal disini juga. Tapi di tower C." Anak itu menunjuk ke arah barat.

Seokjin diam. Kebingungan sendiri. Merasa tidak tega pada anak ini yang sudah berjalan lumayan jauh dari gedung tempat tinggalnya, tapi bento misterius itu adalah hal terakhir yang ingin ia lihat hari ini.

Bento Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang