Di antara lautan manusia yang tengah melakukan aktivitasnya, seorang perempuan duduk di bangku taman itu dengan mengenakan kemeja dan kulot yang rambut dibiarkan terurai panjang.
Perempuan itu hanya terdiam sambil sewaktu-waktu melihat layar handphone nya.
Perempuan itu mulai bernapas gusar, tetapi ia masih duduk di bangku itu sampai hari akhirnya menjadi sore. Ini sudah lewat satu jam dengan yang dijanjikan waktu itu.
***
POV Rafa
Aku memandang diriku sendiri di cermin kamarku, sambil melipatkan kerah lengan bajuku sampai siku.
Aku mulai ragu. Apa aku tidak jadi pergi saja menemuinya? Aku tidak benci dia, aku hanya tidak ingin mengenalnya lagi. Sungguh ini begitu tersiksa untuk hatiku.
Aku menggeleng dengan cepat. Membuang semua pikiran negatifku dan kembali memandangi cermin yang berada di hadapanku.
Aku mengangguk yakin dan langsung pergi dari kamarku sambil membawa kunci motor yang menggantung di sana.
Setelah sampai di taman itu, aku berjalan menelusuri setiap sudut taman itu. Sesekali mengenang kenangan yang ada di dalamnya juga.
"Padahal gue sengaja telat, tapi dia masih nunggu gue di sana," ucapku saat menemukan seorang gadis tengah duduk sendirian di salah satu kursi taman itu.
Akupun menghampirinya dan memastikan bahwa itu memang dia.
"Kenapa lo gak pulang aja?" tanyaku dari arah belakang.
Perempuan itu langsung menoleh dengan senyum senangnya.
"Akhirnya kamu dateng juga, say... Eh maksudnya Rafa. Aku udah nungguin kamu daritadi," sahutnya yang masih memandangi wajahku dengan penuh harap.
Sesaat aku merasa bersalah karena telah membuatnya menunggu lama. Dadaku mulai sesak, rasanya sedikit kenangan mulai ku ingat. Mengapa harus sekarang dia ada di depanku lagi.
Akupun duduk di sampingnya tanpa berkata apapun lagi.
"Rafa, aku mau kita balikan," ucapnya sambil memegang tangan kiri ku dengan hangat.
Seketika aku membulatkan mata setelah mendengar ucapannya itu. Aku tidak salah mendengar, kan?
"Najla pikirkan baik-baik. Lo gak harus kaya gini sama gue," jawabku sambil menepis tangannya.
"Tapi aku beneran mau balikan, Fa! Maafin aku waktu itu ninggalin kamu gitu aja. Aku punya alasan tertentu saat itu, aku-"
Belum sempat Najla melanjutkan ucapannya, aku memotongnya dengan cepat. "Mau ngejelasin apa lagi? Udah jelas, kan? Jangan sok gak tau apapun deh!"
"NGGAK!" pekiknya bersikeras.
"Aku tau kamu pasti masih sayang kan sama aku? Kamu pasti gak bisa lupain aku, Fa. Aku tau itu!"
"Kata siapa gue gak bisa lupain lo, hah?!" tanyaku menatapnya dingin.
"Emang bener kan, kamu yang dulu bilang kaya gitu!" sahutnya sesaat pikiranku menuju pada hari itu.
"Itu dulu... Gue sekarang beda, Naj. Gue bukan Rafa yang dulu lagi. Dan gue udah punya pacar di sekolah baru gue, gue harap lo gak gangguin gue lagi," jelasku dengan tegas. Najla menundukan kepalanya.
Aku hampir ingin mengakhiri pertemuan singkat ini. Tapi, isakan mulai terdengar dari Najla.
Najla menangis tanpa bersuara. Ia terlihat berkali-kali menyeka air matanya dengan jarinya agar tidak keluar banyak.
Hatiku terasa semakin sesak saat melihat Najla sedang menangis di hadapanku. Aku ingin memeluknya, tapi itu tidak mungkin untuk sekarang. Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.
Aku menahan diriku keras. Aku memang sudah mulai melupakannya, tapi hatiku tetap sakit melihatnya bersedih karena aku.
Setelah itu, Najla menyenderkan kepalanya di pundak ku. Aku hanya diam membiarkan dia meluapkan emosinya itu.
Setelah tangisannya mulai tak terdengar lagi, Najla menegakkan kepalanya kembali. Mengusap air matanya yang tersisa di pipi.
"Gue pergi dulu ya," pamitku sambil berdiri.
Najla hanya mengangguk tanpa melihat ke arahku. Akupun pergi begitu saja meninggalkannya sendirian di sana.
"Ah sial!" gerutuku dengan kesal.
Aku menaiki motorku sambil memakai helm. Pedal gas aku putar dengan kecepatan di atas rata-rata.
Aku menembus jalanan sore yang di padati kendaraan pribadi di jalanan.
Aku pun pulang ke rumahku. Namun, langkahku terhenti ketika aku mendengar dari luar suara berisik di dalam.
Suara pecahan sebuah benda berbahan kaca mulai terdengar. Aku mengurungkan niatku memasuki rumah itu. Ku kira ini rumah ternyaman bagiku, rumah satu-satunya melepas lelah, ternyata tidak. Rumah ini sama saja seperti dulu.
Aku memakai helm kembali dan menaiki motorku. Aku melajukannya tanpa arah di jalanan. Sehingga aku teringat tempat yang dulu aku sering kunjungi.
Aku memarkirkan motorku di sebuah padang rumput yang luas dengan pohon rindang di sekitarnya.
Suasana sejuk menyelimuti tubuhku. Angin sepoi-sepoi mulai ku nikmati, rasanya sore ini akan menenangkan ku atas masalah yang muncul.
"Rafa?" seseorang menyapaku dari arah belakang.
Tanpa menunggu jawabanku, dia duduk di sampingku dan ikut menikmati suasana itu.
"Lo ngapain di sini?" tanyaku kepada Ayara.
Sebelumnya aku tidak pernah melihatnya mengunjungi tempat ini. Atau mungkin dulu kita tidak saling kenal sehingga baru kali ini aku melihatnya berada di sini?
"Gue lagi cari angin aja sih, sambil jalan-jalan sore juga. Habisnya bete di rumah terus, gak ada kerjaan lagi," jelasnya sesaat memandangiku dan kembali menikmati langit yang berwarna biru keorenan.
"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Ayara balik.
"Gue lagi galau nih. Makannya gue ke sini.
"Lo? Galau? Yang bener aja," tanya Ayara kaget, seakan tidak percaya dengan jawabannya.
Ayara tertawa lucu, aku menatapnya sejenak. Rambutnya yang terurai itu terbawa angin. Membuatnya sangat cantik.
"Yaudah ayok," ajaknya sambil meletakkan salah satu tangannya di hadapanku.
"Kemana?" tanyaku penasaran.
"Bukannya lo lagi galau?"
Aku meraih tangannya yang sedaritadi sudah siap membantuku berdiri.
Dia berlari kecil sambil menarik tanganku.
Sampai di suatu saat, dia menghampiri tukang eskrim yang jualan di sekitaran tempat itu.
"Beli dua ya, Mang."
Aku samakin heran dengan kelakuannya yang seperti anak kecil. Kenapa juga ia harus membeli eskrim? Apa eskrim akan menyembuhkannya dari masalah ini?
"Lo yang bayar yah," ucapnya nyengir.
"Dih kok gue sih?!" gerutuku kesal. Dia yang mengajak kenapa aku yang harus membayarnya.
"Ayolah, kali-kali kan traktir temen. Biar dapet pahala. Yah yah boleh yah," jawabnya dengan muka memelas.
Aku hanya mengangguk pasrah. Dan langsung membayar eskrim itu.
"Ini buat lo ambil, gratis." Ayara memberi satu eskrim itu kepadaku.
"Ini duit gue dodol!"
"Dih marah. Jangan marah-marah nanti galaunya gak ilang-ilang loh."
Dengan wajah watadosnya, Ayara memakan eskrim itu dengan lahap dan melangkah pergi dari sana.
Aku pun melahap eskrim itu sebelum mencair dan hanya membuntuti Ayara dari belakang.
"Naik itu yuk," ajaknya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
I really need you!!
Romance"I really need you!!" Rafa yang sudah menyadari bahwa Ayara berharga baginya, ia terus memohon agar Ayara tidak meninggalkannya. Di sisi lain hatinya masih hidup di masa lalu. Sehingga Rafa tidak bisa berbohong kalau dia sebenarnya masih belum mov...