Ungkapan Perasaan

4 2 0
                                    

Aku melangkah beberapa ke depan. Berdiri sambil menghadap Rafa yang tampaknya sudah tenang.

"Gue gak tau apa yang lo hadepin sekarang. Tapi, gue yakin lo bisa lewatin situasi ini. Lo inget gak sebelumnya masalah lo lebih besar dari ini, tapi lo bisa lewatin itu semua? Itu juga sama, alam semesta menakdirkan kita dalam masalah pasti ada tujuannya. Jadi gue harap lo jangan nyerah apapun itu," jelasku panjang lebar.

Dia tersenyum padaku dengan sangat manis. Aku tersipu malu dan langsung membalikan posisi badanku dan membelakanginya.

"Makasihh.. makasih lo ada di sini. Maafin gue sebelumnya, pasti lo sakit hati, Ra. Gue emang brengsek... Apa lo mau maafin gue yang kaya gini?" Rafa memelukku dari belakang sambil menyimpan dagunya di atas pundakku.

Nafasnya yang hangat terasa di daun telingaku. Dia mulai bernafas gusar. "Kalau gue suka sama lo, apa lo bisa nerima gue yang kaya gini, Ra?"

Aku sempat kaget dengan perkataannya. "Dia suka gue?"

"Gue gak bisa munafik lagi kalau gue suka sama lo Ayara. Gue gak mau lo sama yang lain." Raut wajahnya menjadi sedih. Ia terus memelukku dengan erat.

"Udah, Fa. Lepasin gue. Gimana nanti kalau ada yang liat?" kataku berusaha melepaskan tangannya dari tubuhku.

"Kenapa? Apa lo gak nyaman gue kaya gini?" tanyanya dengan nada pelan.

"Inget status kita, Fa. Kita ini cuma te–"

Belum sempat aku berbicara, Rafa membalikkan tubuhnya supaya berhadapan dengannya. Dan langsung memelukku dengan erat.

Detak jantungku mulai tak karuan. "Fa, lepasin," ucapku perlahan. Aku mulai mendorong perlahan tubuhnya agar ia tidak mendengar detak jantungku yang berdetak dengan kencang.

Tapi, tenaga Rafa lebih besar sehingga tetap berad di posisi itu.

"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi," katanya sedih.

"Yang mana?" tanyaku yang pura-pura tidak tau.

Rafa melepaskan pelukannya sambil memegang kedua pundak ku. Ia menatapku dengan begitu dalam dan juga kesal.

"Yaudahh deh gak jadi huhh," jawabnya sambil membalikkan badannya membelakangi ku.

"Eh kok gitu sih? Gue nanya beneran loh.. jangan ngambek gitu ihh," jawabku yang berusaha membujuknya.

"Kamu mahh..." rengeknya dengan raut wajah yang masih kesal.

"Panggilannya jadi berubah nih?" tanyaku mengejeknya.

"Terserah Edgar dong!"

"Yaudahh sini, hadep ke sini," titahku tapi tak di gubris oleh Rafa.

"Rafa Edgar Alardo Pradipta..." panggilku dengan nama panjangnya.

"Apa?!" jawabnya ketus.

"Sini dulu. Katanya mau tau jawabannya."

"Gak jadi!"

"Bener nih? Padahal gue mau jawab iyah gimana dong?" sahutku yang mampu membuatnya mendekatiku.

"Beneran?" tanyanya kembali dengan antusias.

"Beneran apa? Emang tadi gue bilang apa?" Seakan amnesia aku pura-pura lupa apa yang aku katakan tadi.

"Ah Ara mahh gituu. Padahal Edgar udah seneng banget tau," balasnya cemberut. Kali ini bahasanya lebih lembut dari sebelumnya.

Aku mengacak-acak rambutnya gemas.

"Sini peluk lagi."

"Siapa kamu suruh-suruh?!," jawabnya ketus.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I really need you!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang