Sebelumnya maaf jika up lama, karena mungkin di rl juga author ada kesibukannya.
***
"Naik itu yuk," ajaknya kembali sambil menunjuk ke arah sebuah mobil yang mengelilingi tempat itu.
"Ogah ah," jawabku ketus.
"Gue pengen banget naik itu," katanya dengan sedih.
"Lo kenapa sih ganggu gue terus?! Lo sebenarnya ngajak gue kaya gini cuma mau gue nurutin semua kemauan lo, kan? Lo kaya anak kecil tau gak, lo emangnya gak pernah naik itu? Hah?! Lo tuh udah gede ARAAA.." bentakku dengan penuh amarah.
Rasanya Ayara terus memaksaku untuk melakukan hal seperti anak kecil, itu sungguh memalukan untukku.
"Ah maafin gue.. gue gak bermaksud gitu," jawabnya yang menunduk.
"Jangan nunduk mulu! Liat mata gue Ayara."
Dia kemudian menatap mataku. Tatapannya begitu sedih, aku merasakannya. Apa aku terlalu kasar kepadanya?
"Kalau gitu gue pulang dulu deh. Jangan galau mulu okey. Bye," pamitnya melangkah pergi.
"Ayara!" seruku berharap Ayara menoleh. Tapi dia tidak menggubris seruanku dan hanya berjalan terus.
"CK!"
Aku berlari kecil menghampiri Ayara.
"Hei." Aku menarik pundaknya untuk menghadap kepadaku.
"Dia menangis?" ucapku di dalam hati. Aku sangat kaget ketika melihat beberapa tetes air mata sudah membasahi pipinya.
Dadaku sesak. Sesesak mungkin, hatiku sangat sakit dan merasa bersalah. Ini lebih sakit daripada melihat Najla tadi menangis.
Aku repleks memeluknya dengan erat.
Ayara seketika kaget atas perlakuanku yang tiba-tiba memeluknya di tempat umum. Detak jantungnya begitu terasa berdebar dengan kencangnya.
Aku tidak peduli dengan tatapan orang di sekitarku dan detak jantung itu. Aku hanya ingin Ayara berhenti menangis.
Aku tidak boleh membuatnya menangis lagi seperti ini. Ini pasti menyakitkan baginya dan juga bagiku.
"Maafin gue.. maafin gue, Ra. Gue egois, gue minta maaf," ucapku lirih sambil memeluknya dengan erat.
Ayara tampak tersenyum tanpa membalas pelukan itu.
"Iyah gak papa, Fa. Maafin gue juga," jawabnya.
"Lo mau pulang, kan? Bareng gue aja yah," ajakku sambil melepaskan pelan pelukannya.
Ayara hanya mengangguk sebagai jawabannya. Aku menggenggam tangan Ayara dan menariknya agar mengikuti langkahku.
Di tengah perjalanan, kami tidak saling angkat bicara. Ayara juga hanya diam saja tidak memberitahu ku dimana tempat tinggalnya.
"Ara, tempat tinggal lo dimana?" tanyaku memecah keheningan itu.
"Ikutin aja jalan ini, nanti gue kasih tau lagi kok," jawabnya seadanya.
Akupun hanya menuruti perkataannya, sehingga sampai di suatu tempat Ayara menepuk pundak ku.
"Udah di sini aja."
Aku segera menepikan motorku di pinggir jalan. Ayara pun turun dari sana.
"Makasih yah.. dan maaf juga," ucapnya menunduk.
"Kenapa lo yang minta maaf?" tanyaku yang mulai kesal.
"Ahh iyah. Sekali lagi makasih. Byee," ucapnya yang terakhir kalinya. Ia membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah masuk ke dalam gang.
"Ara sebentar! Gue mau ajak lo ke suatu tempat, lo gak keberatan kan?" cegahku yang membuat Ayara tampak berpikir sejenak.
Ayara pun hanya mengangguk sebagai jawabannya dan langsung naik di jok belakang motor besarku.
"Pegangan." Aku menarik tangannya untuk memeluk ku agar tidak berjungkal nantinya.
"Nggak usah, gue pegang pundak lo aja," jawabnya sambil menepis hapus tanganku dan langsung memegang kedua pundak ku.
Akupun hanya mengikuti kemauannya dan memutar pedal gas itu menuju suatu tempat.
Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut kami berdua. Aku mempercepat laju kendaraan ku agar lebih cepat sampai di sana.
Setibanya di sana, sunset terlihat begitu jelas di tempat itu. Aku berjalan mencari tempat yang nyaman untuk melihat sunset itu.
Dengan hanya di kelilingi Padang rumput yang luas serta beberapa di selingi pohon-pohon besar dengan pemandangan dibawahnya banyaknya bangunan dan jalan raya yang terlihat di bukit itu. Suasana itu cukup membuat orang yang berada di sana tersihir akan keindahan yang Tuhan ciptakan ini.
Ayara terpaku sejenak, melihat pemandangan yang sangat indah dan terlihat masih asri di sekitarnya. Ia sebelumnya belum pernah ke sini dan baru tau ada tempat yang seperti ini di daerah sini.
Ayara terus mengikuti ku dari belakang dan sampai pada tempat favorit ku.
"Di sini duduk," titahku menepuk-nepuk rumput yang hijau itu.
Ayara hanya mengikuti perintahku dan duduk tanpa menjawab apapun.
"Lo suka di sini?" tanyaku basa basi.
Dia mengangguk kecil sambil menikmati matahari yang mulai tenggelam.
"Selain tempat yang tadi, ini tempat favorit gue. Gue sering ke sini setiap gue lagi ada masalah atau hanya perlu angin segar," jelasku sambil mengingat masa-masa dimana dia selalu sendirian ke sini.
"Tempat ini belum banyak orang yang tau, jadi gak banyak orang yang datang ke sini."
"Dan lo tau?"
"Apa?" tanyanya menunggu jawabanku.
Aku tersenyum sejenak menatapnya dan kembali menatap langit yang mulai berubah warna.
"Lo orang pertama yang gue ajak ke sini. Sebelumnya gue gak pernah ajak siapapun ke sini selain lo hari ini."
Ayara terkekeh setelah mendengar jawaban dariku.
"Kenapa gue yang pertama?"
"Entahlah, mungkin lo beda dari cewek pada umumnya." Ayara semakin menatapku bingung. "Lo itu orangnya.. polos, ceria, kadang kaya anak kecil, dan lo itu sopan. Gue salut sama lo yang omongannya masih di jaga di zaman sekarang yang hampir kalangan cewek ngomongnya kasar," jelasku panjang lebar.
POV Ayara
Aku merasa berterima kasih atas pujian yang Rafa berikan padaku. Ada rasa bangga di dalam hatiku. Ternyata memang manusia di ciptakan tidak selalu sempurna agar jika mereka di bawah, ada tangan tulus yang menggenggam tangannya dengan erat.
Rafa berdiri dan melangkah maju. Aku mengikutinya sambil melihat langit yang sudah berwarna biru gelap. Kelap kelip lampu di bawah sana mulai terlihat di atas sini, diikuti cahaya bintang mulai bermunculan, bulan sabit dari arah timur mulai bersinar karena mendapat pantulan cahaya matahari.
Rafa hanya diam tidak berucap kembali. Aku mengerti jika ia sekarang tengah mengalami suatu masalah. Rafa bernafas panjang dan tersenyum.
***
Boleh sarannya di kolom komentar yah. Bila ada yang kurang atau apapun itu.
Makasih udah dukung karya ini ><
KAMU SEDANG MEMBACA
I really need you!!
Romance"I really need you!!" Rafa yang sudah menyadari bahwa Ayara berharga baginya, ia terus memohon agar Ayara tidak meninggalkannya. Di sisi lain hatinya masih hidup di masa lalu. Sehingga Rafa tidak bisa berbohong kalau dia sebenarnya masih belum mov...