BAB 13

355 78 50
                                    

Halo !! Apa kabarnya teman-teman?
Maaf sekali updatenya selalu lama karena aku benar-benar lagi banyak sekali urusan. Senin kemarin juga uyutku meninggal, jadi banyak kumpul keluarga. Maaf ya 🙏🏻

Tapi meski begitu, aku masih menyempatkan waktu untuk lanjut menulis. Aku juga kangen lihat komentar dari kamu. Makanya, jangan jadi silent readers ya!! 😸😹

Selamat membaca Bulan Prasbiruuu !!

______

Untuk urusan hati, aku mau menempatkannya di tempat yang meskipun tidak sempurna, tetapi setidaknya, tepat dibumikan.

Zciaschialee Senja J

Bulan Prasbiru

______


Aku terbangun pada pukul lima pagi untuk solat shubuh dan melanjutkan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Sempat membantu Ibu menyiapkan sarapan di dapur, namun segera teralihkan kala Arfa memintaku membantu mengerjakan tugasnya secara dadakan. Sembari menunggu Ibu memanggil kami berdua, aku membaca koran pagi yang baru saja dilempar tukang koran.

“Kak! Sarapan!” teriak Ibu dari dapur padaku.

“Iya, Ibu!” jawabku menyeru.

Kalau rumah Bandung, pagi-pagi pasti seisi rumah sudah repot. Ayah yang tengah bersiap berangkat ke kantor, Ibu yang sibuk di dapur sembari mengurus Arfa yang mau sekolah juga.

Kalau rumah Jakarta, nggak. Pupa bangun untuk solat shubuh, untuk kemudian terlelap sampai pukul delapan. Habis itu merokok di balkon sambil buka laptop dan terima telepon dari rekan staffnya di kantor. Lalu, masuk ke ruang kerjanya untuk lihat jadwal hari itu ada scedhule apa saja. Selesai dari situ, turun ke bawah untuk sarapan dan nemenin Buna nyiramin bunga-bunga di taman depan.
Biasanya suka sambil manasin mobil karena sorenya suka ajak aku dan Zhaigam jalan-jalan tidak jelas.

Pupa tuh asik banget orangnya. Kalau misal nih, aku dan Zhaigam lagi malas sekolah dan kompromi beraniin diri bilang ke Pupa, pasti diizinin untuk nggak sekolah. Apalagi kalau hari itu, kita tahu jadwal Pupa lagi senggang. Ah, kesempatan besar.

“Lu yang bilang ya. Lu kan anak kesayangan,” ucap Zhaigam sembari rebah di atas kasurku.

Aku mendelik. “Tapi temenin ya.”

“Aman.”

Sebenarnya pasti diizinin aja sama Pupa, cuma, kadang mau nemuin dianya itu yang agak takut. Takut ditatap trus ditanya, “Trus di rumah mau ngapain? Bengong?”

Nah kalau udah diizinin, pasti nanti Pupa panggil aku dan Zhaigam buat ke balkon deh cuma buat bilang, “Berarti hari ini kita ke mana nih?”

“Ancol?” tanyaku.

“Panas. Mending ke mana kek yang adem,” sambar Zhaigam.

Pupa mendongak ke atas, lalu menatap kami berdua. “Ke mana kek yang enak ya.”

BULAN PRASBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang