Perempuan Berhati Dingin

22 3 0
                                    

Halo semuanya.... 😊👋
Bagaimana kabar kalian?

Semoga suka dengan cerita ini. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Love you....

.
.
.

....

Adiba Dhiya Kharya. Gadis berusia tujuh belas tahun itu baru saja tiba di sekolah pukul tujuh pagi. Pandangannya jatuh pada orang-orang di sekitarnya yang juga baru tiba. Ada yang jalan bergandengan tangan, kejar-kejaran, bercanda gurau dengan sahabat. Sedangkan dirinya, hanya berjalan seorang diri dengan pikiran yang riuh tidak berhenti.

Seseorang menabrak punggung Adiba tanpa sengaja, membuat langkah gadis itu terhenti.

"Maaf nggak sengaja," ucap pria itu.

Adiba hanya menatap pria yang kini sudah berdiri di hadapannya dan satu orang pria lagi berdiri di sampingnya yang sejak tadi hanya terlihat mengulum senyum.

Suasana menjadi sangat canggung. Adiba sama sekali tidak menanggapi permintaan maafnya. Pria itu segera pamit pergi sari sana.

"Kita duluan." Ucapnya lagi.

Kedua pria itu melenggang pergi, memasuki gedung sekolah. Terlihat bercengkerama dan kembali saling mengganggu satu sama lain. kejadian itu tidak luput dari pandangan Adiba.

....

Kelas baru saja selesai, semua siswa-siswi berbondong-bondong menuju kantin. Tidak terkecuali dengan Adiba. Gadis itu tengah duduk seorang diri di kursi pojok kantin dengan menikmati semangkok bakso dan segelas jus jeruk.

Seseorang datang mengambil duduk di hadapan Adiba dan diletakkan pula semangkuk bakso. Adiba tidak terganggu sama sekali, tetap fokus menyantap bakso miliknya seolah orang yang di hadapannya saat ini tidaklah penting.

"Gue boleh duduk di sini kan?" terdengar suara pria bertanya.

Mendengar pertanyaan itu, barulah Adiba mengangkat kepala menatap dengan ekspresi yang susah ditebak.

Satu hal yang Adiba pikirkan saat ini adalah seseorang yang sedang duduk di hadapannya saat ini ialah orang yang juga ditemuinya tadi pagi.

Tanpa berkata apapun, Adiba kembali menunduk melanjutkan kegiatan makannya yang terganggu. Sedangkan orang itu, lagi-lagi merasa dicueki habis-habisan oleh gadis itu.
Namun bukannya pergi, pria itu memilih tetap duduk dan menikmati makanannya. Hanya terdengar suara dentingan sendok di antara mereka bukannya obrolan seperti orang lain pada umumnya. Benar-benar awkward.

"Sorry soal kejadian tadi pagi. Teman Gue benar-benar nggak sengaja nabrak Lo". Pria itu kembali berucap. Adiba hanya mengangguk menanggapi.

"Kita udah sekelas dua tahun dan Gue belum pernah dengar Lo ngobrol sama orang lain kecuali presentasi di kelas." Ucap Pria itu lagi, mencoba membuka pembicaraan yang mungkin akan menarik perhatian gadis di hadapannya itu.

"Nama Gue, Ian Aaraf Brady. Siapa tahu Lo nggak ingat atau malah nggak tahu nama Gue." Sambungnya.

Berhasil, Adiba akhirnya menatapnya walau masih dengan ekspresi yang sama, sulit ditebak. Ian sudah menunggu kata-kata keluar dari mulut Adiba namun nyatanya, gadis itu malah mengangkat mangkuk baksonya dan pergi meninggalkan Ian dengan wajah cengonya.

....

Adiba sedang berada di dalam kamar, dengan kegiatan yang sama yaitu menulis novel di laptop merah miliknya. Suasana yang tenang dan hanya dia seorang diri dalam ruangan bercat biru itu membuat imajinasinya semakin luas.

Di tengah keasikannya menulis, seseorang dengan lancang membuka pintu kamar Adiba yang memang tidak terkunci. Terlihat wajah Luthfi, kakaknya.

"Ibu mana?" tanya nya kemudian.

Adiba menatap nyalang kakaknya, "Bisa ketuk pintu dulu nggak. Tau etika kan!" kesal Adiba.
Adiba memang paling kesal jika ada orang yang mengganggunya, apa lagi masuk kamarnya tanpa permisi. Bagi Adiba, kamar adalah privasinya. Itulah mengapa Adiba sangat kesal dengan kakaknya itu.

"Iya maaf, Gue cuman mau tanya Ibu di mana?" tanya Luthfi, kembali.

Adiba berdiri dari dududnya, berjalan menuju pintu, "Butik." Jawabnya singkat. "Sekarang Lo keluar dan jangan pernah buka pintu kamar Gue tanpa seizin Gue." sambung Adiba, memperingatkan Luthfi.

Hampir saja pintu kamar di tutup oleh Adiba, Luthfi kembali menahannya dengan sinis.
"Santai dong. Gue juga tanya baik-baik." Protes Luthfi.

Tanpa berniat menanggapi ucapan kakaknya, Adiba hanya melepaskan tangan Luthfi dari kenop pintu, lanjut menutupnya dengan keras, tidak lupa menguncinya.

Adiba kembali ke meja belajar untuk melanjutkan menulis, namun suasana hatinya sudah buruk. Ide yang semula dipikirkannya lenyap seketika. Ia menutup laptop dan beralih ke ponsel. Satu notifikasi dari aplikasi Instagram.

Adiba mendapatkan pesan dari Ian. Pria itu mengirimkan video. Video itu berisi tentang seorang gadis yang lupa cara senyum karena tidak pernah tersenyum kepada siapapun.

"Cuman mau ngingetin aja, biar nggak kayak cewek yang di video itu." tulis Ian.

Adiba hanya membaca pesan itu dan kembali mengabaikannya tanpa berniat membalas. Diletakkannya benda pipih itu. Adiba memutuskan mandi, membersihkan badan yang mulai terasa lengket.

....

Adiba membantu Ibunya menyiapkan makan malam, Ayah dan kakaknya sudah duduk di meja makan sembari menunggu makanan siap. Bukhari, Ayah Adiba terlihat membaca koran sedangkan Luthfi sesekali terkikik menatap ponsel, entah apa yang lucu.

Fadillah, Ibu Adiba meletakkan nasi di meja makan diikuti Adiba dari arah belakang membawa piring.

"Ayah, Luthfi. Ayo makan dulu." Fadillah berucap.

Makan malam berlangsung. Seperti biasa, Bukhari akan bertanya mengenai sekolah anak-anaknya. Dimulai dari Luthfi yang sedang dalam masa penyusunan skripsi dan Adiba yang baru saja naik ke kelas tiga SMA.
Seperti biasa Adiba hanya akan menjawab seadanya, dan Bukhari akan lebih banyak bertanya kepada Luthfi. Fadhilla hanya mendengarkan dan sesekali menanggapi.

Adiba menyelesaikan makanannya lalu pamit kembali ke kamar dengan alasan mengerjakan tugas sekolah. Tidak penting juga jika Adiba harus berlama-lama di meja makan mendengarkan pembahasan yang belum ia lewati.

.
.
.
.
Sampai jumpa di part selanjutnya.

Aqua NubilumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang