Bukan Kencan

6 2 0
                                    


.
.
.

HARI INI AKU UPLOAD 2 PART SEKALIGUS.
TANA BANYAK CUAP-CUAP AUTHOR LAGI. SELAMAT MEMBACA.
SEBELUM ITU JANGAN LUPA VOTE ⭐ DAN KOMENTAR 💬.

😘😘😘

.
.
.

****

Pembelajaran sedang berlangsung di dalam kelas. Seorang wanita paruh baya dengan seragam dinasnya sedang menjelaskan materi pembelajaran untuk para siswa.

Setelah menjelaskan beberapa materi, guru tersebut membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Guru membebaskan siswa memilih anggotanya masing-masing.

Tanpa diduga, Ian langsung mengatakan dengan lantang bahwa ia memilih Adiba jadi teman kelompoknya. Semua orang bersorak mengejeknya. Ada yang mengatakan bahwa Ian ingin modus ke Adiba.

Namun, Ian tidak peduli dengan ejekan teman-temannya, seolah teriakan yang baru saja di dengarnya hanya angin lalu belaka. Berbanding terbalik dengan Adiba yang merasa kurang nyaman.

Walau mungkin merasa kurang nyaman, Adiba tidak juga menolak satu kelompok dengan Ian. Adiba terlalu malas untuk berdebat. Ian tentu tidak akan  tinggal diam jika Adiba menolak. Akan ada puluhan pertanyaan yang  pria itu lontarkan sampai Adiba setuju. Dan jika itu terjadi, perspektif orang-orang justru akan semakin menyudutkannya Adiba.

....

Adiba duduk di atas boncengan motor Ian. Mereka pulang bersama karena akan menyelesaikan secepat mungkin tugas kelompok itu.

Awalnya, Ian mengusulkan untuk mengerjakan tugas di rumah Adiba saja, namun gadis itu menolak karena alasan tertentu. Ian tidak menuntut penjelasan dan menurut saja yang membuat gadis itu nyaman. 

Di sinilah mereka sekarang,  Grind Joe Coffee. Tempat kedua yang direkomendasikan oleh Ian setelah Adiba menolak untuk mengerjakan tugas di rumahnya.

“Lo suka kan tempatnya?” tanya Ian ketika mereka baru saja duduk.

Adiba mengangguk, “Lumayan nyaman. Suasananya juga cukup tenang. Cocok buat belajar.” Tutur Adiba.

Manik mata mereka bertemu, Ian mengembangkan senyumnya mendengar penuturan Adiba, sampai seorang pelayan datang memberikan daftar menu mengalihkan tatapan Ian.

Adiba fokus dengan laptop sedangkan Ian sibuk dengan ponselnya. Sesekali Ian melirik Adiba tapi gadis itu seolah lupa bahwa ada seseorang yang duduk bersamanya. Ian mulai merasa bosan dengan keadaan yang sangat canggung ini.

Minuman dan makanan sudah tersaji di meja. Segelas cheesy Choco Blend dan Cappucino serta sepiring parties untuk mereka berdua yang belum juga dicicipi.

“Adiba.” Panggil Ian.

“Minum dulu.” Lanjutnya setelah Adiba mengangkat kepala menatapnya.

Barulah Adiba sadar kalau minuman ternyata sudah ada di meja. Adiba terlihat kaget menatap minuman dan makanan yang sudah ada di depannya.

“Sejak kapan minumannya di sini?” tanya Adiba dengan polosnya.

Ian tidak bisa menahan tawanya, mendengar pertanyaan yang menurutnya sangat polos itu.
“Makanya, jangan terlalu serius jadi orang.” Ejek Ian.

Adiba ingin melanjutkan tugasnya setelah menyeruput minumannya, tapi segera ditahan oleh Ian.

“Makan kuenya dulu lah. Dari tadi Lo cuman asyik kerja, Gue kan juga ada di sini. Ajak ngobrol kek.” Lontar Ian.

“Kita kan memang datang ke sini untuk kerja tugas, bukannya ngobrol.” Timpal Adiba.

“Ia tau, tapi kan waktu juga masih lama. Jarang-jarang loh kita bisa jalan berdua gini.” Keluh Ian lagi.

Mendengar ucapan Ian membuat Adiba berpikir. Bagaimana tidak, kata-kata Ian itu terlalu berlebihan, dan bisa membuat orang berpikir yang bukan-bukan tentang mereka.

“Apaan sih.” Cibir Adiba.

Mendapat respon tersebut, membuat Ian jadi gemas sendiri. Segera ditutup laptop Adiba dan diambilnya, dimasukkan ke dalam tas. Tidak peduli dengan Adiba yang protes.

“Ian, apa-apaan sih!” protes Adiba.

Ian tersenyum kemenangan, “Nanti lagi kerjanya. Anggap saja kita lagi kencan perdana,” Usulnya.

“Stres,” gumam Adiba.

Adiba tidak punya pilihan kecuali mengikuti keinginan Ian. Cukup lama mereka berdua diam karena Adiba yang kesal dengan sikap Ian. Untunglah tidak ada yang melihat mereka, karena pasti akan berpikir kalau mereka berdua adalah pasangan yang sedang perang dingin.

Sedikit demi sedikit Ian bisa meluluhkan hati Adiba dan mengubah keadaan yang canggung itu jadi lebih hidup karena Ian yang selalu punya banyak cara untuk memulai obrolan walau dengan tipe orang seperti Adiba sekalipun.

Ian bahkan berani menceritakan kisah hidupnya sebagai anak broken home kepada Adiba tanpa merasa malu. Menceritakan tentang orang tuanya yang bercerai sejak Ian masih berusia 8 tahun. Walaupun orang tuanya bercerai, Ian tidak pernah kekurangan soal materi tapi ia juga tidak bisa bohong bahwa ia juga butuh pelukan dari kedua orang tuanya.

“Setiap bulan Bokap gue ngirim duit yang jumlahnya bisa cukup mentraktir semua orang di sekolah selama satu minggu. Gue ini orang tampan dan kaya kalau Lo mau tahu.” Cerita Ian dengan bangganya.

Adiba yang semula merasa kasihan tergantikan dengan perasaan kesal dan ingin memukul pria yang ada di hadapannya itu.

Sedangkan Ian merasa puas dengan hanya melihat ekspresi kesal Adiba padanya. Kapan lagi bisa mengganggu gadis super cuek itu.

“Lo nggak perlu merasa kasihan sama Gue. Gini-gini juga, gue lebih banyak ketawanya dari ada sedih. Untung Gue nggak lupa caranya nangis saking nggak pernahnya.” Kilah Ian.

Adiba mengangguk, mencoba untuk mempercayai ucapan Ian yang terdengar jelas sebagai alasan untuk tidak dikasihani.

Satu sisi lain yang Adiba ketahui tentang Ian adalah pria itu lelaki yang selalu mencoba terlihat bahagia dengan segala kesedihan dan masalah yang dipikulnya.

....

Motor Ian kembali melaju menyusuri jalanan kota Bandung di sore hari yang masih cukup ramai dengan pengendara lain. Ian Mengantarkan Adiba pulang.

Sekitar beberapa menit barulah mereka tiba di depan rumah Adiba. Baru turun dari motor dan mengembalikan helm Ian, Terdengar suara orang berdebat dari dalam rumah Adiba.

Adiba buru-buru masuk ke dalam rumah setelah berpamitan dengan Ian. Ian sendiri berusaha menutup telinga dan pergi dari sana dengan rasa penasaran serta khawatir pada Adiba.

****
AQUA NUBILUM

.
.
.

Aqua NubilumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang