.
.
.Selamat malaaamm......
ADA YANG MASIH NUNGGUIN AQUA NUBILUM NGGAK NIH???
☺ YANG MASIH BERTAHAN *ILY* YANG UDAH NGGAK BETAH *GPP* NAMANYA JUGA HIDUP YA KAN. 🤣 (apa sih gak jelas)
.
.
.
SELAMAT MEMBACA 🎊🎉🎊🎉🎊🎉🎊🎉*****
Suara Luthfi terdengar ketika Adiba baru memasuki rumah. Rupanya dua orang pria itu sedang berdebat karena Rachel. Ayahnya ingin Luthfi putus dengan perempuan itu sedangkan Luthfi masih ingin bertahan dengan hubungannya.
“Luthfi tetap tidak akan putus sama Rachel, Ayah. Semua orang bisa berubah dan Luthfi akan bantu Rachel untuk berubah.” Ujar Luthfi menuntut.
“Mau sampai kapan kamu tutup mata Luthfi, mau sampai kapan? Apa sikap Rachel waktu itu masih belum cukup untuk bikin kamu sadar? Rachel itu terbiasa dengan kemewahan, apa kamu yakin bisa penuhi kebutuhan dia?” Sembur Bukhari.
Adiba berjalan mendekati ayahnya, meminta pria dewasa itu untuk duduk dan menenangkan diri. Emosinya terlalu membuncah, Adiba takut ayahnya kenapa-napa.
“Sudah Ayah, tidak perlu menasihati orang keras kepala seperti dia.” Ujar Adiba dengan suara yang sengaja dikeraskan agar terdengar oleh Luthfi.
Luthfi langsung menuju kamar dan dikuncinya rapat-rapat agar tidak ada orang yang mengganggu. Adiba mengambilkan segelas air putih untuk Bukhari kemudian mengantarkan ayahnya itu ke kamar agar dapat beristirahat.
Melihat keadaan ayahnya, membuat Adiba merasa takut dengan segala ekspektasinya. Adiba kembali ke kamarnya sendiri untuk mengganti baju dan beristirahat.Suara notifikasi telefon masuk, dari nomor yang tidak di kenal. Dengan ragu-ragu Adiba menjawab telefon. Terdengar suara pria dari seberang sana. Ian, pria yang mengantarnya pulang beberapa menit yang lalu.
“Lo Penasaran kan, Gue dapat nomornya dari mana.” Tebak Ian.
Adiba mengulum senyum mendengar ucapan Ian, “nggak tuh.” Ujarnya mengelak.
Terdengar kembali suara Ian dari seberang sana, “Gue dapat dari grup kelas.” jelasnya.
“Gue kan nggak nanya.” Sela Adiba.
“Hanya inisiatif Gue sendiri buat ngasih tahu Lo.” ucap Ian dengan suara kecewa yang dibuat-buat.
Tidak ingin memperpanjang drama lagi, Adiba langsung bertanya maksud dari Ian menelefonnya, “Ngapain nelfon?”
Ian berdehem kemudian menjawab, “Hmm... Cuman mau ngasih tahu kalau Gue udah save nomor Lo.” Gurau Ian.
Adiba terkikik geli mendengar hal tersebut. Bagaimana mungkin ada orang yang sekurang kerjaan itu. Menelefon hanya karena masalah sepele. Akan tetapi, walaupun itu hanya masalah sepele namun mampu membuat Adiba tertawa.
“Ketawa juga akhirnya,” sela Ian.
“Makasih. Lo udah bela-belain ngasih tahu hal yang sangat penting ini.” Sarkas Adiba menahan tawanya.
“Iya sama-sama. Kalau gitu Gue matiin telefonnya sekarang. Selamat beristirahat Adiba.”
Setelah sambungan telefon berakhir, Adiba masih tidak bisa menahan senyumnya sambil menatap ponsel yang masih di genggamannya.
....
Malam hari, semua orang berkumpul di ruang tamu. Adiba yang awalnya di kamar, diminta keluar untuk ikut bergabung menikmati Batagor buatan Fadillah sendiri.
Semua orang menikmati gorengan yang disajikan, dikombinasikan dengan lombok super pedas. Membuat siapa saja yang melihatnya akan ikut tergiur. Masakan Fadillah memang juara di hati anak-anak dan suaminya.
“Ibu kalian memang paling jago. Adiba harus belajar sama Ibu,” puji Bukhari pada Fadillah.
Rachel hanya mengangguk sambil terus mengunyah makanannya. Fadillah tersenyum mendengar penuturan suaminya dan melihat betapa lahapnya anak dan suaminya memakan masakannya.
Luthfi terlihat tidak peduli dengan gurauan orang-orang di sekitarnya. Hanya asyik makan dan bermain dengan ponselnya.
Fadillah menegurnya agar menghentikan aktivitas main ponselnya dan fokus makan saja. tapi tetap saja, Luthfi keras kepala.
“Nanti kamu lanjut main ponsel lagi. Makan dulu yang tenang. Nanti tersedak.” Tegur Fadillah.
“Nggak kok, Bu.” tolak Luthfi.
“Segala yang berlebihan itu tidak baik, Nak. Mata kamu juga bahaya kalau main hape terus.” Lanjut Fadillah menasihati.
“Udah, Ibu mendingan makan aja.” sela Luthfi.
Fadillah tidak berbicara lagi, Bukhari dan Adiba pun memilih menutup mulut rapat-rapat, tidak ingin semakin mengacaukan suasana.
Suasana mendadak canggung di saat tidak ada satu orang pun yang berbicara. Untunglah Bukhari langsung mengalihkan pembicaraan, menanyakan keadaan butik yang dikelola istrinya itu.
Mereka berdua larut dalam obrolan. Adiba menyelesaikan makanannya dan izin kembali ke kamar mengerjakan tugas.
....
Sedang turun hujan, Adiba menatap jendela kelas yang berembun. Didekatinya jendela itu dan membuat gambar kupu-kupu di sana. Namun baru beberapa menit, gambar itu kembali dihapus.
Dilihatnya keadaan di luar dari balik jendela, tidak ada yang menarik di sana. Keadaan kelas pun masih sangat sunyi. Hanya terisi dirinya dan dua murid lainnya.
Adiba mengambil Headset Bluetooth yang ada di dalam sakunya, dipasangkan ke telinga dan musik mengalun dari benda kecil itu. Adiba menutup mata dan mengabaikan keadaan sekitarnya.
Adiba membuka mata tepat ketika Ian memasuki kelas. Pria itu terlihat tidak bersemangat, berjalan memasuki kelas dengan langkah bermalas-malasan dan segera menghempaskan tubuhnya ke kursi.
Adiba mengalihkan pandangannya, mencoba menyibukkan diri dengan bermain ponsel. Membuka aplikasi Wattpad untuk membaca novel yang sudah tersimpan di perpustakaannya.
Pembelajaran kembali dilakukan ketika guru memasuki kelas dan memberikan materi-materi yang akan dipelajari.
....
Adiba memilih tetap berada di kelas ketika bel istirahat berbunyi. Ia mengerjakan tugas kelompoknya yang belum juga selesai.
Seseorang datang meletakkan minuman susu kotak dan satu bungkus roti yang diletakkan di meja. Siapa lagi jika bukan Ian.
“Serius banget.” Ujarnya.
Adiba menatap susu dan roti itu sejenak kemudian beralih menatap Ian. Pria tinggi itu tersenyum dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
Tanpa mengatakan apapun, Adiba kembali fokus pada benda persegi di hadapannya, mengetik satu persatu huruf yang ada di keyboard.
Ian mengambil susu kotak tersebut dan meletakkan tepat di atas keyboard Adiba. Dengan terpaksa gadis itu menghentikan aktivitasnya dan kembali menatap Ian.
“Ambil dan minum!” pinta Ian.
Untunglah kelas dalam keadaan yang sepi sehingga tidak ada yang perlu dicurigai. Adiba mengambil alih kotak susu itu dan menyeruputnya.
“Gue pergi dulu, kalau butuh bantuan telefon Gue aja.” ujar Ian.
Tanpa mendengarkan penuturan Adiba, Ian sudah lebih dulu melangkah pergi meninggalkan Adiba yang anehnya merasa kecewa dengan sikap Ian.
“Lo aneh hari ini.” gumam Adiba sambil menatap punggung Ian sudah menghilang dari balik pintu.
****
AQUA NUBILUM....
.
.
.
Jangan lupa vote, komentar dan follow aku temen-temen.
@ulfahlesly
KAMU SEDANG MEMBACA
Aqua Nubilum
Teen FictionAdiba Dhiya Karya, gadis introvert yang menyukai kesendirian. Sikap itu juga berlaku pada orang-orang yang berusaha mendekatinya. Ian Aarav Brady, seseorang pria yang menyukai Adiba. Seringkali mengungkapkan perasaannya namun sering pula mendapatkan...