LANGSUNG BACA AJA...
.
.
.
...
Adiba dan Bukhari sedang berada di dalam mobil menyusuri jalan menuju sekolah. Diam-diam Adiba memperhatikan Bukhari yang tetap tenang mengemudikan mobil.
Adiba sangat ingin menanyakan sesuatu pada ayahnya itu, tapi masih menunggu waktu yang tepat untuk bertanya.
"Ayah." Panggilnya setelah meyakinkan diri.
"Ayah kenapa diam saja lihat kelakuan kak Luthfi?" lanjutnya bertanya.
Bukhari tersenyum menatap Adiba sebentar, kembali menatap ke depan.
"Masalah itu kalau langsung dihadapi dengan emosi, bukannya selesai malah memperkeruh suasana. Kakak kamu itu sedang emosional tinggi. Biarkan dia tenang dulu baru kita ajak bicara." Jelas Bukhari.
Adiba mengangguk, setuju dengan perkataan ayahnya. Ini yang Adiba sukai dari ayahnya, pria itu selalu mampu menjawab pertanyaan Adiba dengan baik dan masuk akal.
Tanpa sadar, mereka sudah sampai di sekolah. Adiba mencium punggung tangan ayahnya berpamitan. Bukhari kembali melajukan mobilnya setelah memastikan putrinya memasuki gedung sekolah.
....
Di jalan menuju kelas, Adiba menggunakan Headset Bluetooth menyumpal telinganya, sekedar mendengarkan podcasts. Tiba-tiba seseorang dari arah belakang menyentuh pundaknya.
Untunglah, Adiba bukan tipe perempuan yang akan berteriak ketika dikejutkan. Ia hanya spontan menepis tangan orang itu dan berbalik menatap, memastikan siapa pelakunya.
Adiba sempat bertanya-tanya, siapa gerangan perempuan itu. Seperti pernah melihatnya tapi Adiba lupa pernah bertemu di mana.
"Lo yang namanya Adiba kan?" tanya perempuan itu, lebih dulu membuka suara.
"Iya." Jawab Adiba sekenanya.
Perempuan itu tersenyum, mengulurkan tangannya, "Gue Erika," ucapnya memperkenalkan diri.
Adiba melepaskan Headset yang menyumpal telinganya, menerima uluran tangan Erika tanpa mengatakan apapun.
"Maaf, Lo pasti kaget karena Gue." ucap Erika lagi yang hanya dibalas anggukan dari Adiba.
"Ternyata benar yang dikatakan Ian, Lo memang tipe orang yang irit bicara. Sangat menarik." Erika kembali bersuara.
Adiba ingat sekarang, Erika adalah murid baru yang beberapa kali dilihatnya dekat dengan Ian. Tapi apa maksud perkataannya tadi? Ian mengatakan pada Erika kalau dirinya adalah orang yang irit bicara. Mengapa juga Ian harus mengatakan itu pada Erika.
"Ian memang keren, gampang deket sama siapa saja termasuk Lo." ujar Erika.
"Emm.... Gue nggak ada maksud apa-apa kok. Gue cuman berharap kita bisa temenan. Ian bilang, walau pendiam, Lo itu baik dan seru orangnya." Lanjutnya.
Adiba tidak tahu harus berkata apa, ia hanya membalas dengan senyuman dan mengangkat bahunya.
"Istirahat nanti, ke Kantin bareng yuk!" ajak Erika.
"Langsung ketemu di Kantin aja." balas Adiba menangapi.
Erika tiba-tiba mendekat dan merangkul tangan Adiba. Membuat empunya merasa kurang nyaman dan melepasnya dengan sopan.
"Maaf, Gue nggak nyaman." Jelas Adiba.
"Hmm.... Gue yang harusnya minta maaf. Suka refleks. Kalau begitu, Gue ke kelas dulu. Sampai ketemu nanti." Pamit Erika kemudian.
....
Seperti perkataannya, Erika benar-benar menunggu Adiba. Terbukti ketika Adiba memasuki kantin dan Erika yang langsung memanggilnya.
Adiba menurut, duduk semeja dengan Erika. Ian yang entah datang dari mana ikut mengambil duduk di samping Erika.
"Kalian saling kenal?" tanya Ian merasa bingung.
Erika tersenyum, "Baru kenalan tadi pagi," jawabnya.
Adiba mengamati kedekatan dua orang di depannya itu. Mereka berdua asyik mengobrol sedangkan dirinya hanya akan berbicara ketika diperlukan.
Menurutnya, Erika sangat manis dan cantik apa lagi ketika tersenyum. Wajahnya sedikit tirus, hidung mancung, bibir mungil, kulitnya juga putih. Mirip artis korea. Jika saja Erika ke Korea mungkin sudah menjadi artis di sana.
Ian terlihat bahagia mengobrol dengan Erika. Sudah pasti Ian menyukainya, mana ada laki-laki yang tidak menyukai perempuan cantik. Sedangkan dirinya? Ia hanya perempuan dengan wajah pas-pasan dan tidak asyik. Tanpa sadar, Adiba membandingkan diri dengan Erika.
"Gue balik ke kelas dulu." Ucap Adiba menyela.
"Loh.... kok udah mau pergi?" tanya Erika menampilkan ekspresi sedihnya.
"Gue udah selesai makan, sekalian mau ke perpustakaan juga. Dah." Setelah mengatakan itu, Adiba segera pergi meninggalkan kantin.
Adiba tidak berbohong, ia benar-benar ke perpustakaan setelah dari kantin. Tidak dapat ditutupi juga, Adiba sengaja dengan cepat menyelesaikan makanannya agar tidak melihat Ian dan Erika yang terang-terangan menebar kedekatan tepat di depannya. Kejadian itu melukai perasaannya.
Adiba mencoba berkonsentrasi membaca buku, namun pikirannya masih terus mengingat Ian dan Erika. Merasa muak, segera ditutup buku itu dan wajah Ian terlihat jelas di hadapannya. Bukan hayalan, tapi benar-benar nyata.
"Lo ngapain di sini?" tanya Adiba tanpa basa-basi.
"Nemuin Lo lah, apa lagi." ujar Ian.
"Udah selesai ngobrol sama Erika?"
Mendengar pertanyaan itu, Ian tiba-tiba tersenyum, menopang dagu, menatap Adiba.
"Lo cemburu ya?" tebak Ian.
Adiba memutar bola matanya dengan malas. "Gue mau balik ke kelas...."
"Tunggu dulu," sergah Ian, "Nanti pulang bareng ya. Ada yang mau Gue omongin." Lanjutnya.
Bukannya tidak mau, Adiba hanya mencoba sebisa mungkin menghindari masalah.
"Gue nggak bisa. Kalau mau ngomong, sekarang aja." tolak Adiba.
"Please. Gue nggak bisa ngomong di sini." Pinta Ian lagi.
Adiba berdiri dari duduknya, "Ya sudah, kalau begitu nggak usah ngomong." Ucapnya.
Setelah mengembalikan buku kembali ke tempatnya, Adiba keluar dari perpustakaan. Rupanya Ian masih mengekori. Sebisa mungkin Adiba menjaga jarak.
Ian tidak tinggal diam, ikut mempercepat langkah agar sejajar dengan Adiba.
"Jelasin kenapa Lo nggak mau pulang sama Gue," Ian masih belum menyerah.
"Karna Gue nggak mau." Balas Adiba.
Ian semakin mempercepat langkahnya, berhenti tepat di depan Adiba, mencegat jalannya. Mau tidak mau, Adiba ikut berhenti.
Adiba menatap manik mata Ian yang juga berbalik menatapnya. Menunggu pria itu mengatakan sesuatu.
"Tetot. Alasan ditolak. Gue akan tetap tungguin Lo sepulang sekolah."
Ian pergi setelah mengatakan keputusan sepihaknya. Adiba hanya bisa berdiri mematung, menatap Ian yang sudah melangkah jauh di depan. Sesekali pria itu berbalik menampilkan senyumnya.
.
.
.
***AQUA NUBILUM***

KAMU SEDANG MEMBACA
Aqua Nubilum
Teen FictionAdiba Dhiya Karya, gadis introvert yang menyukai kesendirian. Sikap itu juga berlaku pada orang-orang yang berusaha mendekatinya. Ian Aarav Brady, seseorang pria yang menyukai Adiba. Seringkali mengungkapkan perasaannya namun sering pula mendapatkan...