Acara Wisuda

7 2 2
                                    

Selamat membaca 🎊🎉🎊🎉🎊🎉

Plagiat menjauh 😡😡😡😡😡😡

****
Sore hari sepulang Adiba dari sekolah, rumah sudah ramai kedatangan keluarga besarnya. Besok adalah hari wisuda Luthfi.

Fadillah berada di dapur untuk menyiapkan makan malam dibantu saudara dan iparnya. Mereka terlihat asyik mengobrol apa lagi, pertemuan seperti ini sangat jarang dilakukan karena jarak rumah yang jauh dan kesibukan masing-masing.

Ruang tengah berisi bapak-bapak yang berbincang mengenai perkembangan dunia politik, bisnis dan lain sebagainya yang bagi mereka sangat seru untuk dibahas.

Para anak gadis seperti Adiba dan beberapa sepupunya, bertugas menjaga bayi yang setiap saat bisa saja menangis dan  anak kecil berusia 2-3 tahun yang sangat aktif, bermain kejar-kejaran. Tawa dan teriakan mereka yang menggema di seluruh penjuru ruangan tidak juga mengganggu yang lain.

Jangan lupakan nenek mereka satu-satunya yang duduk sambil membuat lap tangan hasil rajutan dari benang wol.

Satu lagi, Luthfi dan beberapa sepupu laki-lakinya, mereka memilih berkumpul di kamar untuk bermain game bersama. Biasalah untuk anak laki-laki.

Seperti tradisi bagi mereka, jika ada anggota keluarga yang wisuda, kumpul keluarga dan acara makan-makan harus dilakukan.
Suasana yang hangat ini sangat jarang dan akan sangat dirindukan untuk setiap momennya.

....

Pagi itu, Luthfi berangkat ke kampus bersama Ayah, Ibu dan adiknya dalam rangka mengikuti acara wisuda yang sudah lama dinanti-nantikan.

Acara pembukaan serta sambutan-sambutan dari beberapa petinggi kampus yang cukup banyak mengambil durasi.

Sampai kemudian pada acara inti. Dipanggilnya satu persatu nama mahasiswa-mahasiswi dengan gelar masing-masing untuk  pemindahan tali toga dari kiri ke kanan oleh rektor kampus. Rasa bangga dan haru dari para orang tua serta wisudawan-wisudawati tampak jelas di wajah mereka.

“Kenapa pemindahan toga itu dari kiri ke kanan, Ayah?” tanya Adiba pada Bukhari.

Bukhari menatap putrinya, mulai menjelaskan dengan wajah yang berbinar, “Semasa kuliah, kita lebih banyak menggunakan otak kiri dari pada otak kanan. Di mana otak kiri itu lebih berhubungan dengan logika dan rasio manusia. Sedangkan otak kanan itu lebih luas lagi, berpikir jangka panjang. Tali toga yang dipindahkan itu seperti lambang otak manusia, di mana ketika kita lulus kuliah, kita diharapkan untuk lebih banyak menggunakan otak kanan. Artinya menjadi orang yang berpikir luas, berimajinasi tinggi, kreativitas dan inovasi. Dengan pemikiran yang seperti itu, kita akan diterima dengan baik ketika terjun ke dunia kerja. Perjuangan yang sesungguhnya.” Jelas Bukhari.

Pikiran Adiba merambat pada dunia setelah perkualiahan. Benar juga filosofi yang dikatakan ayahnya, setelah kuliah itu bukanlah suatu kebebasan, melainkan pelepasan bagi kita untuk menghadapi masa depan dan perjuangan yang sesungguhnya.

Jam lima sore mereka baru tiba di rumah. Sedangkan anggota keluarga yang lain sibuk membersihkan halaman belakang untuk nantinya dijadikan tempat acara Barbeque.

Beberapa meja dikeluarkan dari dalam rumah dan tempat pembakaran juga disiapkan. Tidak lupa beberapa hidangan lainnya juga disiapkan. Seperti bakso, kentang, sosis, ayam dan bumbu penyedap rasa.

Acara Barbeque dimulai jam delapan malam,  anak laki-laki yang bertugas untuk memanggang. Bahkan hal sederhana menjadi sangat menyenangkan jika dilakukan bersama-sama.

....

Pagi hari, Adiba sudah siapa dengan seragam sekolahnya. Begitu juga dengan keluarganya yang bersiap-siap untuk pulang. Ada yang pulang dengan mengenakan mobil saja dan ada yang harus ke bandara dulu untuk mengenakan pesawat.

Adiba pergi terlebih dahulu karena akan terlambat. Ia berpamitan pada semua keluarganya sebelum berangkat ke sekolah.
“Maaf, Adiba nggak bisa  antar Tante ke Bandara,” ucap Adiba pada Maya, mama Fajar yang juga merupakan saudara Fadillah.

Maya mencium pipi Adiba kemudian memeluknya, “Tidak apa-apa Sayang. Kamu kan harus ke sekolah. belajar yang sungguh-sungguh.” Ucapnya kemudian.

....

Hari ini, guru yang harusnya mengajar berhalangan hadir dan memberikan beberapa soal untuk kemudian dikerjakan di perpustakaan.

Seperti biasa, Adiba akan mencari tempat di mana hanya akan ditempati dirinya sendiri. Sayangnya setelah menemukan tempat nyaman itu, dirinya harus kembali ditemani Ian. Pria itu datang tanpa diminta dan duduk tanpa permisi. Bertindak semaunya saja.
“Meja kosong masih banyak, kenapa di sini?” sewot Adiba.

Ian pura-pura memperhatikan sekitar kemudian mengangkat bahunya, “Lebih nyaman di sini.” Jawab Ian dengan tak acuh.
Adiba tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menghembuskan nafas jengah dan kembali menyibukkan diri dengan soal-soal.

Ian sejak tadi hanya duduk memperhatikan Adiba serta jemari yang memutar-mutarkan pulpennya. Pria itu memang tidak berniat untuk mengerjakan tugas, tapi datang dengan tujuan untuk mengusik Adiba.

Ian teringat sesuatu, diambilnya dari dalam tas untuk kemudian diletakkan tepat di atas buku Adiba. Minuman kotak yang sama dengan yang pernah juga diberikan Ian dulu. Mau tidak mau, Adiba harus menghentikan kegiatan menulisnya.

“Lo tahu kan kalau di Perpustakaan itu dilarang bawa makanan,” Peringat Adiba.

“Tahu,” ucap Ian dengan santainya.

Adiba hanya bisa geleng-geleng kepala, bukannya introspeksi diri, pria depannya itu malah dengan bangga mengakui kesalahannya.
Adi mengembalikan minuman itu, namun Ian juga tidak mau kalah dan memberikannya lagi. Dari pada nantinya malah membuat keributan, Adiba memilih mengalah dan meletakkan minum kotak itu di samping bukunya.

“Puas!” Cibir Adiba.

Ian hanya bisa tersenyum kemenangan. Tidak lupa mengangkat dua jempolnya untuk Adiba. Benar-benar menyebalkan makhluk satu ini. Walau begitu, diam-diam kehadirannya sudah mengambil tempat di hati Adiba.

***
AQUS NUBILUM

Aqua NubilumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang