Si Kepala Batu

7 3 0
                                    

Anyeong.... 👋👋

Aqua Nubilum kenali Update. Siap menghihur dan menambah imajinasi kalian.

Nggak suka langsung skip aja.
PLAGIAT MENJAUH. 😡😡

.
.
.

....

Sekolah masih sangat sepi, hanya ada beberapa siswa dan guru yang datang. Adiba menuju kelas, menyimpan tas di lokernya dan mengeluarkan beberapa buku untuk pelajaran di jam pertama, tidak lupa buku novel untuk ia baca di waktu luang. Membaca buku novel lebih menarik dari pada harus mengobrol dengan orang lain, pikir Adiba.

....

Ian baru saja tiba dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah seorang gadis yang duduk sendirian di dalam kelas dengan serius membaca buku.

Tiba-tiba Adiba balik menatap Ian dan tersenyum? Benarkah gadis itu tersenyum? Ian masih mencoba untuk berpikir namun tidak mendapat titik terang dari pertanyaan di benaknya. Kejadian itu terlalu singkat, tapi dengan jelas terekam di mata dan otak Ian.
Ian berjalan mendekati Adiba, ia tidak ingin membuat dirinya penasaran. Jalan satu-satunya adalah dengan bertanya langsung.

“Lo barusan senyum ke Gue?” tanya Ian blak-blakan.

Adiba mengalihkan pandangan dari buku kemudian menatap seseorang yang berdiri di sampingnya itu. Lagi, Ian harus mendapatkan tatapan dingin dari seorang Adiba.

“Gue tanya, Lo barusan senyum ke Gue?” ulang Ian.

“Nggak.” Jawab Adiba, singkat, jelas, padat.

Ian mengambil posisi duduk di kursi depan meja Adiba. Menatap Adiba dengan senyum yang justru membuat gadis itu bergidik ngeri.

“Malu kan Lo, ketahuan natap Gue sambil senyum. Naksir ya?” Ian mencoba menggoda Adiba.

Beberapa siswa lain mulai memasuki kelas, dengan terang-terangan memperhatikan mereka berdua. Pasalnya, mereka sudah hafal bahwa Adiba gadis yang paling tidak suka dekat apa lagi mengobrol dengan orang lain. Pemandangan ini tentu menjadi kejadian yang sayang untuk dilewatkan.

Tatapan orang-orang tentunya sangat mengganggu bagi Adiba. Gadis introvert yang tidak suka menjadi pusat perhatian.

“Pergi!” usir Adiba.

“Lo marah? Nggak asyik.” Keluh Ian.

Tidak ingin membuat Adiba semakin marah, Ian segera pergi. Tidak lupa tersenyum kepada gadis itu yang tentu tidak lagi dilihat Adiba karena lebih dulu menunduk fokus ke buku.

....

Adiba duduk di halte menunggu Bus. Ayahnya masih belum pulang kerja. Jadi, seperti biasa ia akan pulang sekolah menggunakan kendaraan umum.

Entah kebetulan atau tidak, lagi-lagi Ian muncul. Pria itu menghentikan motornya tepat di depan Adiba. Menstandar motor dan melepaskan helmnya.

“Mau ikut Pulang bareng Gue, nggak?” tanya Ian.

“Nggak, makasih.” Ucap Adiba.

Ian mengangguk-anggukkan kepalanya, tidak lagi membuka suara namun tidak juga pergi setelah mendapatkan penolakan dari Adiba.
Halte tidak begitu ramai, hanya ada beberapa siswi yang merupakan adik kelas, juga ikut menunggu Bus. Ian memperhatikan Adiba yang berusaha mengabaikannya. Namun terlihat jelas bahwa gadis itu tetap saja terlihat tidak nyaman dan sesekali melirik Ian dari ujung matanya.

Ian mengulum senyum, menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

“Ini Bus niat datang nggak sih.” Protes Ian.

Baru beberapa menit Ian protes, Bus sudah terlihat dari arah barat, ujung belokan jalan. Ian memasang helmnya dan menyalakan mesin motor.

“Gue duluan.” Pamit Ian pada Adiba.
Adiba hanya menatap punggung Ian yang mulai menjauh, tanpa sadar ia tersenyum untuk Ian, si pria aneh yang mulai mengganggunya akhir-akhir ini.

....

Semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah setelah makan malam. Adiba membantu ibunya melipat pakaian, Ayah menonton berita dan Luthfi yang duduk di sofa sambil telefonan dengan Rachel kekasihnya.

Luthfi menelefon dengan suara yang keras serta tertawa yang tidak kalah kerasnya. Membuat Adiba cukup geram karena merasa terganggu. Bukan hanya Adiba, bahkan Bukhari, Ayahnya sudah sempat menegur dengan halus namun lagi-lagi Luthfi melakukannya kembali seperti tidak peduli.

“Bisa diam nggak? Kalau Lo cuman mau ganggu, mending ke kamar. Jangan merusak ketenangan orang lain.” Ucap Adiba.

Luthfi diam beberapa saat dan kembali terkikik, akhirnya tidak tahan untuk tertawa kembali.

“Punya telinga nggak sih!” kesal Adiba. Kesabarannya mulai terkikis sekarang.

“Heh... Lo yang diam. Nggak usah atur-atur. Urus diri Lo sendiri.” Balas Luthfi.

“Kalau Lo mau berisik, pindah ke kamar. Lo ganggu.” Usir Adiba.

“Kenapa kalau Gue mau di sini. Terserah Gue dong.”

“Ya Lo ganggu.”

“Terserah Gue dong, sewot banget Lo jadi orang.”

“Lo ganggu, Bisa bahasa Indonesia kan?”

“Lo aja yang pindah kalau merasa terganggu, nggak usah nyusahin orang lain.”

Memang dasarnya Luthfi yang keras kepala dan Adiba yang mudah tersulut emosi jika berbicara dengan kakaknya membuat keadaan keduanya semakin genting.

Untunglah Bukhari langsung menengahi kedua anaknya itu dengan meminta Adiba masuk ke kamar untuk belajar. Adiba menurut dan meninggalkan Luthfi yang merasa menang karena tidak harus menuruti ucapan adiknya.

Adiba memang tidak bisa berbuat apa-apa jika ayahnya sudah berkata. Bukhari adalah seorang ayah yang sangat jarang marah namun ketika kesabaran itu hilang, akan sangat takut untuk menghadapinya. Tidak sampai menggunakan fisik. Tidak, Bukhari bukan ayah yang seperti itu.

Fadillah, mencoba menasihati Luthfi, “Seharusnya kamu fokus sama skripsi kamu, Luthfi. Tidak pagi, siang, malam, telefonan terus yang kamu lakukan.”

“Capek Bu, kalau mau di depan laptop terus.” Keluh Luthfi.

“Kalau capek itu istirahat. Tidur, biar segar lagi. Bukannya telefonan seharian sampai tengah malam. Cari penyakit itu namanya.” Ucap Fadillah dengan lembut mengingatkan.

Luthfi bangun dari sofa, “Luthfi ke kamar dulu.” Pamitnya kemudian, mengabaikan ucapan ibunya.

Fadillah hanya geleng-geleng kepala menatap punggung anaknya yang memasuki kamar. Sedangkan Bukhari, tatapannya fokus menatap televisi namun siapa yang tahu bahwa ia sejak tadi menyimak perbincangan istri dan putra sulungnya.

....
Aqua Nubilum

.
.
.
.
CUMAN MAU BILANG SEMOGA KALIAN SUKA.

BINGUNG MAU NGOMONG APA LAGI. 😅😅

JANGAN LUPA BERI VOTE DAN KOMENTARNYAAA....

LOVE ❤😘 YOU GUYS 👫👬👭

Aqua NubilumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang