Tidak terasa, seminggu berlalu. Maka berlalu juga lah masa ujian anak-anak perumahan wakanda.
Lega? Tentu saja. Mereka sudah mengerahkan semua kemampuan mereka, entah apapun hasilnya nanti yang penting usaha sendiri.
Soal pernikahan anak ibu Suci ternyata akan di laksanakan bulan depan, itu yang di katakan kakak Jinan ketika bertandang ke rumah orang tua Sun dan Sen.
"Tuh kan di undang." Kata Sen ketika kakak Jinan pulang.
Sun hanya menoleh, kali ini dia tidak terlalu banyak bicara.
"Bu, ijin main yah." Kata Sen lagi pada Jihan.
"Iya, jangan lupa pulang." Sahut sang ibu.
Maklum hampir seminggu dikurung, kali aja nanti bablas lupa rumah.
-
"Mbak Nana katanya mau nikah, udah dengar?" Kata Sen membuka suara ketika sama di tempat biasanya mereka berkumpul.
"Tau. Nanti minta traktir lah." Sahut Diana.
"Kan nanti kita dapat makan gratis, angkut aja makanannya, ngapain minta traktir." Kata Irma.
"Oh iya juga, nanti ngomong sama ibu ah bawa rantang."
Angin siang ini cukup sepoi-sepoi, nyaman untuk molor sebenarnya. Tapi ya namanya jiwa anak-anak susah, apalagi sudah lama tidak kumpul seperti ini.
"Ngomong-ngomong udah ada rencana mau lanjut masuk mana?" Kata Nina sambil mengenyot kiko rasa durian.
Emang ada?
Mereka menoleh bersamaan, dan tidak sadar jika menghela nafas sampai terdengar satu sama lain.
"Kita bakal jarang kumpul gini lagi ya?"
Pertanyaan Jean cukup tidak enak di dengar saat-saat seperti ini.
"Pasti, gue bakal pindah." Kata Irma.
"Kemana?"
"Ke medan."
"Yah... Kenapa ngga disini aja?" Kata Nina.
"Bokap pindah tugas, mau ngga mau. Ditambah jauh juga, makan biaya ngga sedikit." Kata Irma.
"Iya juga sih."
"Berkurang dong kita." Kata Brina.
Semuanya mengangguk.
"Udah siklusnya ngga sih ini?" Muti bersuara setelah menyimak.
"Iya, bakal kepisah-pisah. Yang masih disini juga pasti susah buat ngumpul." Sahut Nina.
"Jangan kan disini, satu kampus aja iya kalo ketemu." Sahut Diana juga.
"Yang pasti kalau ada kesempatan ya ngumpul lah, grup juga jangan sepi-sepi." Sahut Sen.
Yakin akan seperti itu? Semoga saja tidak.
***
Berbeda dengan para remaja yang sibuk dengan pikiran apakah mereka akan seperti biasanya setelah nanti kuliah, Nana sekarang lagi pusing-pusing alias pening dengan urusan pernikahannya.
Semua persiapan memang dari pihaknya dan laki-laki, tapi kenapa ia ikut pusing juga.
Setelah laki-laki itu mengabari jika ia flu dan sedikit demam, Nana kelimpungan.
Ingin ke rumah laki-laki itu, tapi tidak bisa, tidak ada yang jemput.
Lagipula ada yang bilang calon pengantin itu harum, segalanya bisa terjadi.
Entah itu hanya cara untuk menakuti supaya lebih waspada dengan apa yang terjadi ke depannya, atau memang itu pernah terjadi pada orang lain.
Nana menatap gusar pada layar ponsel yang menampilkan room chat nya dengan Jinan, apalagi ia mengatakan sudah baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah (END)✓
AléatoireKalau ditanya soal rumah itu apa, pasti jawab nya tempat pulang. Ya benar, emang apalagi?