Helm

88 12 155
                                    


Sun mengusap pelan pipinya ketika baru saja membuka mata. Yang masuk di penglihatannya adalah ruangan putih, sakaligus bau wangi minyak telon.

Bahkan ia berpikir sekarang sudah berada di surga karena yang ia liat hanyalah putih, tapi kenapa ada bau minyak telon?

"Kek-nya lu lagi simulasi menghadap yang Maha Kuasa deh, lama amat pingsannya." Suara tiba-tiba saja menghancurkan khayalannya.

"Berapa lama?" Tanyanya.

"Ini udah istirahat pertama, lapar nggak lu?"

Sun langsung duduk, tapi setelah itu menutup matanya cepat. Gelap, maklum darah rendah.

"Tadi gue bangun deh." Ia bergumam.

"Iya, tapi balik lagi. Itu benturannya keras banget deh sampe lebam gitu." Gadis yang ber-nametag Muti itu mendekat.

"Emang, roh gue langsung keluar pas di tubruk- SAKIT ANJIR!!" Sun meringis ketika Muti mengusap pelipisnya, tapi malah menekannya keras.

"Sorry, benjolnya unyu." Katanya gemas.

Sun merotasikan bola matanya, lalu turun dari tempat tidur.

"Kemana lu?"

"Kelas."

"Oh oke, hati-hati. Kali aja lo nanti ditabrak tong sampah."

Tidak ada balasan, ruang UKS kembali sepi. Tumben ya, biasanya ada-ada aja yang numpang tidur.

Berjalan dengan rambutnya yang sedkit acak-acakan, Sun merasa sepertinya nyeri gusi nya sudah menghilang.

Tau gitu dari kemaren ia minta di jedotin, eh ngga deh nanti malah jiwanya langsun ilang. Apalagi kalau Sen yang jedotin, bisa mental langsung pintunya lepas.

Ngomong-ngomong soal kenapa Diana sudah berada disekolah, ia ternyata berangakat sendiri. Gadis itu sudah hafal jika Nina itu pelupa, jadi tidak heran jika ia ditinggal.

Dulu saja ia pernah lupa sama sepedanya pas main bola, ia malah pulang berbonceng dengan Muti. Mana apes lagi nyemplung got gara-gara rem sepeda Muti blong, hasilnya mereka pulang dengan berlumuran lumpur. Hebatkan?

Wajar,kan mereka itu preman komplek. Semua yang ada di sana sudah hafal, jika sudah Sen cs berkumpul, jangan harap ada ketenangan.

***

Tidak ada yang special jika diingat di sekolah tadi, hanya kabar terbenturnya Sun oleh pintu saja yang tersebar di segala penjuru. Ada yang simpati, adapula yang menggeleng kepala tidak heran.

Ya begitulah, tidak perlu di jelaskan lagi bagaimana eksistensi gadis itu jika di sekolah, terlalu istimewa.

Ngomong-ngomong ini sudah pukul tiga sore, biasanya anak-anak dan orang tua berkumpul di tempat yang mereka namakan balai gibah. Itu terletak tidak jauh dari belakang rumah bapak Sanjaya; ayahnya Sen dan Sun, dekat empang yang biasanya menjelma menjadi waterbom jadi-jadian jika musim penghujan. Airnya melimpah bro, bersih pula tidak ada kuning-kuning hanyut.

"Malika masih belum balik ya?" pertanyaan itu datang dari Brina dengan wajah yanb berlumuran pupur basah.

"Asli gue kira ada kunti di siang bolong." Kata Muti yang tadinya sibuk dengan es kiko rasa anggur kini memperhatikan Brina

"Masa kunti cantik begini? Wewe gembel dong." Sela Nina

Baru saja Nina selesai mengatakan itu, ia langsung mendapat tendangan dari Brina. Untung saja ia berpegang di tiang, kalau tidak masuk kubangan lumpur yang ada kotoran bebeknya.

Rumah (END)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang