Mereka

160 18 5
                                    

"Jalur Merah – Chapter 5 : Mereka"

Fanfiction by Dramaquenns

Warning(s) : Alternate Universe, sedikit hints Taufan x Yaya dan Halilintar x Ying, horornya dikit, dramanya banyak, bahasa dialog non-baku.

.

.

.

Fang bangkit dan lekas berlari sementara sosok di depannya berusaha untuk mendekat. Ia tak pernah melihat apapun yang seperti itu sebelumnya. Tubuhnya menyerupai tengkorak manusia yang terbalut kulit keriput pucat dan berlendir. Bola matanya berayun-ayun keluar dari rongga yang dipenuhi belatung. Makhluk itu merangkak cepat mengejar Fang, diringi suara derak tulang yang saling berbenturan.

Langkah Fang terayun cepat. Tidak peduli ke mana kakinya melangkah, yang pasti ia harus berlari sejauh mungkin. Fang menoleh ke belakang, sosok itu makin mendekat dan jari-jari kurusnya menjangkau untuk menarik kaki Fang, membuatnya kembali tersungkur menghantam lumpur.

"Fang?"

Sebuah suara yang dikenalnya membuat Fang tersentak.

Fang ditarik bangun dengan sedikit kasar. Ia mengerjap, berusaha melihat di balik lumpur yang mengotori wajahnya juga sinar lampu yang disorotkan tepat ke arahnya. Tanpa kacamata, pandangan Fang tidak begitu jernih. Namun ia mengenali sosok di depannya.

"Gopal?"

"Oh, di sini kamu rupanya!" Gopal segera menarik Fang hingga ia berdiri tegak. "Dasar, semuanya mencarimu, tau. "

"Oh, man. Kamu habis ngapain?" Itu suara Taufan. Fang segera menoleh dan melihat Taufan berjalan mendekat dengan senter yang menyorotinya. "Syukurlah kita ketemu. Kupikir aku dan Gopal beneran kesasar."

"Kalian dari mana?" tanya Fang parau.

"Nyariin kamu, lah." Gopal menyahut. Fang menyadari suaranya yang juga terengah-engah. "Dari tadi muter-muter nggak ketemu. Yang lain juga nggak tau ke mana lagi. Kamu liat mereka?"

Fang menggeleng. Ia masih ketakutan dengan peristiwa yang dialaminya barusan. Kepalanya sontak menoleh, mendesah lega mendapati sosok menyeramkan itu tak lagi mengekori.

"Tadi aku ketemu Ying," ucap Fang, berusaha mengatur napas. "Tapi aku nggak tau lagi dia dimana."

"Kamu ketemu Ying?" tanya Taufan terkejut. "Di mana? Sama siapa?"

"Tadi di sana, sendirian ... Aku—"

Fang memegangi perutnya yang mual dan membungkuk untuk muntah.

"Ih, Fang! Jangan muntah di sepatuku, dong!" Gopal memprotes jengkel dan buru-buru mundur.

Taufan mengurut punggung Fang, membiarkannya menumpahkan isi perut. Lalu menarik jaket Fang mundur.

"Kamu ngapain bisa muntah gitu? Masuk angin?"

"Kita harus cari Ying." Fang menyeka sisa mulutnya. "Dia sendirian, abis itu kita juga harus cari yag lain."

"Oke, oke. Tapi kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Taufan sangsi. "Sanggup jalan?"

"Sanggup," Fang mengangguk meski ia merasakan kaki-kakinya gemetar.

"Ya udah kalau gitu," kata Taufan. "Gopal, ayo."

"Kita nggak bisa istirahat dulu apa?" Gopal mengeluh. "Capek habis lari-larian dari tadi!"

"Kamu mau makhluk aneh tadi ngejar kita lagi?" Taufan mendelik. "Masih untung kita selamat."

"Kalian ..." Fang mengerjap, berusaha menjernihkan penglihatan. Sial, di mana kacamatanya? "Kalian dikejar siapa?"

"Nggak tau," Taufan berdecak dan menoleh gelisah ke belakangnya. "Kayak binatang. Nggak keliatan jelas, sih. Gelap."

Jalur MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang