Nyaris

154 17 18
                                    

Gopal berlari secepat yang kaki-kaki gemetarnya bisa melangkah. Ia beberapa kali tersandung, tapi cepat-cepat bangkit. Tak peduli wajahnya yang penuh lumpur dan memar, Gopal hanya ingin segera keluar dari tempat terkutuk ini.

Gopal sama sekali tidak punya petunjuk di mana sebenarnya dirinya berada. Ia terbangun di gua yang gelap dan berbau busuk. Gopal tidak bisa melihat apa-apa, tapi ia yakin sekali bau busuk yang diciumnya bukan berasal dari bangkai binatang. Suara rintihan mengisi dinding-dinding basah, dan Gopal melakukan satu hal yang bisa dipikirkannya, lari.

Sudah belasan menit berlalu sejak ia terbangun, tapi Gopal masih belum menemukan jalan keluar. Dinding masih menyempit, mengurungnya dari segala sisi. Lubang-lubang kecil di atas memberitahunya bahwa hari sudah pagi. Seandainya ia bisa menemukan jalan keluar dan berhasil pulang dengan selamat, maka Gopal bersumpah akan menjadi anak baik seumur hidupnya. Ia tidak akan mengeluh lagi jika disuruh-suruh ayahnya, tidak akan pernah lupa mengerjakan tugas kampus, juga tidak—

“Gopal!”

Gopal menjerit keras sekali sampai gendang telinganya sendiri sakit. Ia berhenti berlari, tubuhnya bergetar ketakutan. Matanya menoleh panik ke sekeliling, mencari-cari sumber suara. Setan sialan, kenapa bisa tahu namanya segala?!

“Gopal!”

Gopal rasanya ingin menangis. Ia mungkin sudah mengompol karena ketakutan, tapi Gopal tidak peduli. Ia hanya ingin pulang.

“Si-siapa? Mau apa manggil-manggil, hah? Tunjukin diri sini kalau berani!” Suara Gopal yang gemetar bergema di lorong gelap.

“Sini, jalan keluarnya di sini!”

Suara itu kembali terdengar, dan Gopal merasa familiar.

“Taufan ...?” panggilnya ragu-ragu.

Tidak ada yang menyahut selama beberapa saat, dan Gopal yakin ia hanya dipermainkan. Namun, seberkas cahaya menyorot dari depan, dan Gopal membelalak. Ia bisa melihat langit biru di luar, itu jalan keluar!

Cepat-cepat, Gopal kembali berlari. Ia tidak berhenti meski bunyi-bunyi rintihan menyeramkan seolah merayap dari berbagai sisi. Udara segar menyambutnya di luar, dan Gopal benar-benar menangis.

Akhirnya ... akhirnya ia bebas!

Gopal tidak lama-lama berhenti. Ia melanjutkan langkah, kali ini sepatunya kembali menginjak rumput, bukan lagi tanah berlumpur. Sejenak, Gopal menoleh ke belakang, melihat gua bawah tanah tempatnya terperangkap. Sesosok gelap tampak di sana, membuat Gopal bergidik. Namun, mata biru itu ... bukankah mata yang dikenalnya ...?

.

.

.

"Jalur Merah – Chapter 10 : Nyaris

Fanfiction by Dramaqueenns

Warning(s) : Alternate Universe, horornya dikit, dramanya banyak, bahasa dialog non-baku.

.

.

.

Jantung Ying berdebar keras sekali, dan napasnya tercekat di tenggorokan selagi ia menguatkan hati untuk melihat siapa yang ada di balik kain putih kusam itu. Ying hampir menangis karena lega saat mendapati orang itu ternyata bukan Taufan. 

"Oh, syukurlah ... " Tangan Ying yang terbalut keringat dingin jatuh ke sisi tubuhnya. Ia kembali menoleh pada Gempa dan Yaya yang menunggu. "Gempa, Yaya ... Dia bukan Taufan."

Yaya menekap tangan di mulutnya dan memejamkan mata. Gempa jatuh terduduk dan ikut membenamkan wajah di kedua tangannya. Keduanya juga merasa lega. Setidaknya ... masih ada harapan.

Jalur MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang