"Jalur Merah – Chapter 7 : Fajar"
Fanfiction by Dramaqueenns
Warning(s) : Alternate Universe, sedikit hints Taufan x Yaya dan Halilintar x Ying, horornya dikit, dramanya banyak, bahasa dialog non-baku.
.
.
.
Waktu seakan berhenti. Fang dan Gempa hanya bisa terpaku, menatap jurang gelap yang telah menelan Taufan. Tubuh mereka bergetar hebat. Tidak ada kata-kata yang terlontar, hanya ekspresi syok yang tak bisa disembunyikan.
Gempa bisa merasakan sendi-sendinya melemah ditarik gravitasi. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Apa—apa yang harus kita lakukan?" tanya Gempa bergetar.
Fang berjalan terseok mendekati tepi jurang. Sosok Yaya sudah menghilang entah ke mana, dan Taufan ditarik pergi bersamanya. Fang berjongkok, berusaha melongok meski tanpa harapan. Ia tak bisa melihat apapun di dasar jurang yang gelap. Fang bahkan tak yakin seberapa dalam jurang itu. Akan berbahaya jika mereka mencoba turun untuk mencari Taufan, apalagi dengan kondisi tanah yang licin.
"Kita harus cari jalan lain untuk ke bawah," kata Fang, menguatkan diri. "Mungkin—mungkin Taufan masih hidup..."
Gempa tidak menjawab. Pikirannya dipenuhi dengan kemungkinan kemungkinan terburuk. Bagaimana jika Taufan tidak selamat?
"Gempa, kita harus cepat cari jalan lain ke bawah," desak Fang. Ia bangkit, dan segera menarik Gempa untuk berdiri. "Taufan pasti masih hidup."
Fang tidak yakin, tapi setidaknya itu yang bisa dikatakannya daripada hanya meratap. Ia mendongak ke langit. Biru indigo telah memudar perlahan. Dedaunan mulai bergeser menumpahkan embun. Sebentar lagi, matahari akan terbangun dari tidurnya. Fang hanya berharap tidak ada kehilangan lagi.
"Gempa, ayo."
Fang menyeret Gempa bangkit, lalu mengajaknya pergi. Mereka masih belum menemukan Yaya, dan tidak tahu apa yang sudah terjadi pada gadis itu, tapi sekarang mereka juga harus mencari Taufan dan memastikan ia baik-baik saja. Entah siapa yang akan mereka temui duluan, tapi semoga saja keduanya selamat.
.
.
.
Setelah menyeret langkah, akhirnya mereka sampai pondok. Malam mulai memudar, tapi udara semakin dingin, dan napas Ying beberapa kali tercekat seolah paru-parunya terancam membeku. Ying bernapas dengan lega saat kakinya lebih dulu menginjak teras pondok peristirahatan mereka. Tidak ada tanda-tanda orang lain tiba di sana setelah kepergian mereka. Artinya, Gempa dan Yaya tidak kembali ke sini. Namun, semoga mereka baik-baik saja.
Ying baru hendak membuka pintu, ketika Gopal memanggilnya.
"Kenapa, Gop—ya ampun, Hali!"
Ying membeliak kaget dan langsung menghampiri Halilintar dan Gopal di belakangnya.
Halilintar benar-benar pucat pasi, matanya tertutup, dan napasnya terengah-engah. Tubuhnya menggigil hebat. Di tengah udara membeku, berjalan dengan hanya selapis pakaian tentu sangat menyiksa. Kenapa Ying tidak mengantisipasinya lebih cepat?
"Masukin ke dalam, Pal!" seru Ying panik. "Cepat!"
Ying segera membantu memapah Halilintar. Pemuda itu sepenuhnya menumpukan berat badan pada mereka, sedikitpun tak punya lagi tenaga.
"Hali, please. Jangan sampai ketiduran." Ying dengan hati-hati membantu Halilintar duduk dengan bersandar di dinding kayu. Ia segera melepas jaketnya, meyampirkannya pada punggung Halilintar yang menggigil tak terkendali. Ia mendekap Halilintar dengan perasaan cemas dan takut. "Hali, nggak boleh tidur dulu, oke? Jangan tidur sengantuk apapun kamu... Please, Hali ... "
![](https://img.wattpad.com/cover/319058932-288-k202826.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalur Merah
Fanfiction[TAMAT] Perjalanan mendaki gunung yang seharusnya menyenangkan, justru membawa ketujuh sahabat ini berakhir dalam mimpi buruk. Kejadian aneh dan menyeramkan mulai bermunculan sejak mereka salah memilih jalur. Sanggupkah mereka bertahan? Warning Insi...