Tiba di Bandung Aydin ikut sibuk dengan acara study tour Ardi ia tidak sempat mengangkat panggilan Fara tepatnya Dilla yang terus menghubunginya. Ia akan mencari waktu yang tepat untuk menghubungi putrinya dan menjelaskan kenapa Vina tidak bisa menemaninya.
"Dilla yang telepon?"
Aydin mengangguk. "Tidak usah khawatir aku akan membuatnya mengerti."
"Aku juga akan berbicara dengannya saat pulang nanti." Vina tersenyum pada kekasihnya.
Vina terlambat memberitahu bahwa dia juga akan ikut dalam acara study tour kini Aydin terus diteror telepon dari putri keduanya.
"Kamu istirahat di hotel saja, cuaca cukup panas."
Vina mengangguk. Ia tahu bukan karena cuaca panas melainkan Aydin yang tidak enak menggandengnya ke mana-mana sementara hubungannya mereka belum sah.
Kegiatan di hari kedua adalah mengunjungi sebuah perkebunan teh, semua siswa didampingi oleh orang tuanya. Mereka akan belajar sambil menikmati keindahan alam dipandu oleh guru dan beberapa orang petani yang siap menjawab pertanyaan siswa-siswa tersebut.
"Coba kalau ada mama kita bisa foto bertiga."
Berbeda dengan Dilla, Ardi paling sering menyinggung salah satu jika mereka berkumpul namun tidak ada informasi yang lengkap. Tidak hanya dengan sang ayah, ketika bersama mama pun dia akan mengatakan hal yang sama.
"Itu mama dan papa Nelson. Padahal papanya tinggal di luar negeri, tapi mau pulang juga."
Aydin sudah mengatakan pada kedua anaknya bahwa dia dan ibu mereka tidak bisa bersama lagi namun sampai saat ini belum membuat mereka paham lebih detail lagi.
"Akhir tahun nanti kita ke puncak sama-sama."
"Seperti tahun kemarin lagi? Tiba-tiba ketemu om Gyan, tante Vina?"
Aydin menggaruk kepala. Ia tidak tahu kenapa Vina menyusul tiba-tiba dan dari mana Gyan tahu bahwa mereka ke puncak.
"Akan Papa pikirkan nanti."
Ardi tidak mengerti, kenapa papa dan mamanya tidak bisa bersama lagi padahal dia tidak pernah melihat kedua orang itu bertengkar sampai sekarang saat bertemu mereka juga bicara baik-baik bahkan pernah tertawa.
Aydin punya cara sendiri bagaimana cara mengambil foto secara diam-diam tanpa mengganggu mood putranya, jika sampai ketahuan dan Ardi menyadarinya maka akan ada pertanyaan yang akan sulit dijawab.
Berbeda dengan Fara, ia tahu jawaban apa yang diberikan ketika Ardi dalam mode bad mood. Paling sering ketika anaknya itu melihat Vina bersama Aydin atau Gyan. Ardi terang-terangan menampakkan ketidaksukaannya pada dua orang itu, walaupun ia sering diajak oleh papanya untuk makan malam bersama wanita itu. Sementara pertemuannya dengan Gyan tidak disengajakan, jika bukan karena laki-laki itu mengantar sesuatu untuk mama maka mereka akan bertemu secara kebetulan di tempat umum.
Sebaliknya Dilla akan dengan senang hati bertemu dengan pasangan orang tuanya, baik disengaja maupun tidak. Tapi ia paling dekat dengan Vina, karena wanita itu sangat memanjakannya.
Aydin senang ada kedua anaknya karena mereka berprestasi di sekolah, walaupun anak pertamanya dikenal pendiam tidak apa-apa yang penting aktif saat belajar dan tidak mengganggu teman-temannya.
Tiba di hotel Aydin melihat Vina di kamarnya, ia yang datang bersama Ardi cukup terkejut. Di kebun tadi mood Ardi sudah jelek sekarang di tambah keberadaan Vina.
"Aku mandi dulu." Ardi mengambil handuk dari koper sekalian baju ganti, ia tidak menyapa Vina.
"Aku belum berhasil membuatnya menyukaiku."
Aydin tersenyum dan meminta Vina menaklukkan.
"Telepon siapa?"
"Dilla."
"Ouh."
Lalu panggilan tersambung, bukan wajah Dilla tapi Fara. "Aku taro di sini ya mau panggil Dilla dulu."
Vina ikut melihat ke layar. Tidak lama wajah putri keduanya memenuhi layar. "Loh kok Tante di sana?"
Vina melambaikan tangan. "Aduhh mukanya kok ditekuk gitu, nggak cantik lagi dong."
"Tante piginya nggak bilang-bilang."
"Kan sudah, cuma nggak bilang pergi bareng papa."
"Tante ngeselin!"
"Tapi sebentar lagi Tante ke toko bone--"
Panggilan terputus, sudah diduga Dilla pasti kesal kalau tahu Vina ikut sementara dia sendiri tidak diajak. Aydin menghubungi nomor Fara lagi tapi kali ini Dilla tidak mau bicara.
"Ngambek dia."
"Sampaikan maafku."
"Eum."
"Ke mana dia?"
"Nonton sama neneknya."
"Sudah makan?"
Di layar Fara mengangguk, wanita itu sama sekali tidak memperhatikan Aydin ia sibuk dengan notice yang masuk.
Sementara dari samping Vina hanya melihat enggan bergabung dengan mereka.
"Ya sudah, nanti kalau ngambeknya udahan telepon lagi. Bilangin Papa mau ngomong."
"Eum."
"Aku tutup ya."
"Iya."
Dan panggilan terputus.
"Dilla udah besar, kenapa nggak dikasih pegang HP?"
"Kecanduan nanti, lagian nggak akan dibolehin sama Fara."
"Kan bisa dipantau," kata gadis itu lagi. "Banyak kok anak-anak sekarang menggunakan HP dan dipantau terus sama orang tuanya."
"Itu urusan Fara, dia tahu yang terbaik untuk mereka."
Masalahnya Vina kesal kalau setiap Aydin ingin menghubungi Dilla,harus melalui HP Fara.
"Eum." mungkin oleh-oleh kali ini bukan boneka, Vina akan membelikan sebuah ponsel untuk Dilla.
Setelah Ardi kini Dilla, bukan kali ini aja tapi sering dan Aydin kewalahan sendiri jika sudah seperti ini.
"Aku lihat Ardi dulu."
"Iya, aku ke sini mau bilang kalau hari ini sudah selesai kita jalan yuk."
"Lihat nanti ya?" Aydin mencium pipi Vina. "Tunggu di kamar, nanti aku kabarin."
Vina tersenyum bahagia, ia memeluk kekasihnya sebelum keluar dari kamar itu.
Andai anak-anak sudah besar pasti mudah memahami hubungan orang tuanya sekarang, tapi kembali lagi semua butuh proses.
Berpisah bukan keinginannya memiliki pasangan baru juga tidak direncanakan semua terjadi begitu saja. Hubungannya dengan Fara memang telah selesai, menjalin hubungan dengan Vina juga karena Aydin memiliki perasaan untuk wanita itu. Tidak ada perselingkuhan, mereka mengenal pasangan baru setelah resmi bercerai.
"Kamu mau jalan-jalan sore?"
"Sama tante Vina juga?"
"Iya."
"Papa aja. Aku mau tidur." Ardi tidak tahu, sebenarnya papanya ke sini untuk menemani study tour atau liburan dengan wanita itu?
"Papa tinggalin HP ya."
Sebenarnya Aydin tidak tega meninggalkan putranya walaupun hanya satu jam ke depan, tapi ia juga tidak ingin membuat pacarnya kecewa.
"Nggak usah." Ardi sudah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Dengan keberatan Aydin pergi, tapi tidak membawakan ponselnya.
Beberapa saat sepeninggal Aydin barulah Ardi menyingkap selimut dan menangis meluapkan kekecewaannya pada sang ayah. Ia menangis terbata-bata, mengambil HP papa anak itu menghubungi mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan istri
RomanceCerita sepasang mantan, yang masih bertemu selama 7 hari dalam satu minggu hanya saja tidak lagi 24 jam.