bagian 7.

58 6 0
                                    

Sedia payung sebelum hujan. Pepatah ini selalu dijadikan pegangan oleh Goong-min. Satu diantaranya membuat persiapan jika suatu waktu sosok Jin-ah perlu dihadirkan guna mengklaim hak waris. Dan, ia benar.

Terdesak keadaan, ia sekarang mempertemukan orang didikannya yang dia kenalkan sebagai Jin-ah. Bersama si pengganti Goong-min mendatangi pengacara hak waris mendiang Jung-yoon_ ayah dari Ji-hyun.

Ketiganya bertemu di kantor pria yang menggantikan ayahnya menjadi pengacara hukum Jung-yoon. Dia Shinhwa putra dari pengacara Kang Jae-bum yang dua tahun lalu telah berpulang kepangkuan-Nya.

"Bagaimana?" Tanya Goong-min setelah sepuluh menit menanti dan tak mendapat tanggapan dari pria yang pandai berargumen tersebut.

Harusnya pria ini tak curiga. Meski dulu ia sempat mengenal Jin-ah dan mereka terbilang dekat.kejadian itu sudah sangat lama. Seharusnya begitu, pikirnya.

"Aku senang kau kembali." Mengulurkan tangan, Shinhwa menjabat tangan gadis pengganti.

Tak langsung menerima uluran tangan Shinhwa, si pengganti meminta izin tuannya dengan tolehan.

"Seperti yang kau ketahui, Jin ah kehilangan ingatan masa kecil, jadi maklum saja kalau dia tidak ingat siapa kau." Kilah Goong-min.

Shinhwa tak banyak bertanya, ia hanya memperlihatkan senyum seolah bahagia bertemu dengan teman lama.

_

Kurang dari sebulan tinggal seatap, Daesung sudah lebih dekat dengan Big-shot. Keakraban keduanya dimulai pada hari hujan waktu itu.
Sekarang didepan toko satu pintu, bertuliskan Jin Tailor, Daesung tengah menanti.

Ditangan kanan dan kiri, ia menenteng kantong belanjaan. Wajahnya sumringah sembari mengintip jam yang melingkar dipergelangan tangan. Kakinya mengetuk kecil lantai aspal yang ia pijaki.

Didalam sana_ pemilik toko memperhatikan. Pria berkacamata hitam tebal itu sempat melepasnya sebentar, mengelap lensa yang kemudian perhatiannya beralih pada pekerja yang sedang menggerakkan mesin jahit. Gadis itu telaten mengerjakan tempahan setelan jas.

"Big-shot, pulanglah. Selebihnya kerjakan saja besok."

"Ya?" Yang dipanggil mendongak, memperhatikan jam yang terpasang tepat didepannya. Di atas dinding.

Waktu telah menunjukkan pukul 18.20. "Maaf, sebentar lagi. Aku hampir selesai." Sembari berkata, kakinya kembali mengayun pijakan mesin. Kali ini lebih bertenaga. Kendati pun dengan tangan yang terus bergerak mengikuti laju kain.

"Temanmu sudah menunggu. Suruh dia masuk."

"Ya?!" Mengikuti pandangan Jin, Big-shot melihat pria dengan sweater tutle neck rajut yang tengah menanti diluar_ terhalang dinding kaca. Pria itu sibuk memperhatikan papan nama toko hingga tak sadar diperhatikan.

Mengangguk paham_ beranjak, ia membuka pintu kaca_ mendatangi Daesung. Big-shot memintanya masuk dan menunggu.

Selang lima belas menit setelahnya, keduanya meninggalkan toko.

Sunyi,

Big-shot_ Daesung berjalan beriringan menuju halte bus. Menduduki bangku tunggu tanpa penghuni.

Di halte lain, bangku tunggu pada waktu ini pasti sudah penuh. Tapi tidak dengan halte ini. Disepanjang jalan yang dipenuhi ruko berjejer, hanya toko Jin tailor yang masih beroperasi. Sisanya bangunan tua tertempel stiker merah. Bermasalah dengan hukum. Dari yang tidak sanggup membayar pajak usaha, hingga alasan lain. Pokoknya jalan ini sangat sunyi. Hanya sesekali bus melintas. Hingga yang terdengar saat ini adalah desiran angin menyapu dedaunan di ranting-ranting juga batang pohon.

Imperfections (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang