4. Story Telling

795 94 9
                                    

"Bunda ambil, kan. Hati-hati kena yang luka."

Tak ada yang bersuara saat makan, semua makan sangat tenang dengan sesekali mereka melirik Kay yang terus menunduk hingga makan malam selesai.

Semua meninggalkan meja makan kecuali Iza dan Kay yang masih duduk di kursinya. Reza mengacak rambut Kay sebelum bergabur dengan anak-anaknya di ruang keluarga, tidak biasanya mereka serempak kumpul selesai makan, biasanya beberapa sudah kabur ke kamar masing-masing.

Iza berpindah tempat duduk di samping Kay lebih dekat sambil memintta kotak P3K pada mbok Juminten.

"Coba Bunda lihat lukanya." Iza memegang tangan Kay, dengan memeriksa luka-luka yang ada pada wajah, juga tubuh sang anak.

"Sama siapa?"

"Kakak kelas."

"Terus?"

"Ya berantem Bunda."

"Ya Allah, Aden Kay.. kenapa bisa babak belur gitu??" kata Mbok Juminten yang baru melihat Kay sambil membawa kotak P3K.

"Biasa, mbok, anak laki. Apalagi Kay spesial untuk Ayah Bunda."

Mbok Juminten menggeleng sambil mengusap kepala Kay, anak majikannya. "Cepet pulih, mbok ke belakang dulu."

Iza mengobati Kay sang anak dengan sabar dan hati-hati, diobati luka dan lebam yang ada pada wajahnya hingga selesai.

"Au sakit Bunda."

"Lebay!"

"Hehe.. i love you Bunda. Bunda terbaik sedunia."

"Apalagi yang digebukin?" Kay menggeleng, tak ingin memberi tahu.

"Yang mana Kay??" Iza bertanya sambil melotot yang membuat Kay memegang perutnya yang dipukul beberapa kali sebagai jawaban.

"Berantem lagi sana, berantem. Kesel Bunda, kamu itu pulang-pulang sering boyok." Sang Bunda malah mencubit dan mengomeli Kay sebelum diberi minyak gosok.

"Sakit Bunda sakit."

Selesai mengobati Kay, Iza gabung di ruang tengah bersama suami dan anak-anak lainnya, di ikuti oleh Kay yang berjalan memegang ujung baju sang Bunda.

"Ada yang habis digebukkin niiih??"

"Katanya habis nangis.." saudara-saudaranya tak berhenti membuli.

Di antara Ray, Hamzi dan Hanzel yang duduk di karpet bawah sambil menikmati camilan dan puding buatan Bunda, Nay yang paling menempel dengan sang Ayah berbaring di sampingnya dengan kepala yang disimpan di atas paha sang Ayah. Dan untuk mendapat perlindungan Kay yang selesai diobati duduk di tengah-tengah antara Ayah dan Bunda.

"Gimana ceritanya bisa sampe babak belur gitu?" tanya Hamzi sang kakak sulung.

"Jadi kan pagi-pagi Bunda habis ngasih siraman qalbu."

"Iyaa biar makin sholeh, pulang malah babak belur kayak gini," pangkas Iza.

"Belum selesai Bundaa."

"Terus tuh hari tadi Kay jadi sholeh, anak yang rajin, berbakti, duduk paling depan."

"Pret! Pulang lebam-lebam," pungkah Hamzi lagi.

"Ah enggak jadi cerita kalau gini mah gera."

"Sok atuh sok lanjut, kasep," kata Hamzi.

"Terus pas pulang, Marko bilang katanya Akang dipanggil sama kakak kelas di kebon belakang. Ya akang turutin."

"Kebon belakang?! Akang enggak pernah baca novel? Nonton sinetron? Kalau di ajak ke tempat begituan, itu tanda-tanda di ujung nyawa penghabisan," ucap Nay dengan nada tinggi tak percaya dengan pola pikir sang Kakak.

"Nah itu masalahnya, karena lagi sholeh, berbakti, taat, dan menjadi anak baik Akang turutin. Eh pas di sana, 3 kakak kelas sambil ngerokok, Bunda, nanya pake bahasa sunda siapa yang namanya Kay. Ya Akang acungkan tangan, kan nama Akang, Kay."

"Lo pikir lagi ngabsen pake acung tangan segala?"

"Eh dibilangin, sewot wae. Terus teh si kakak kelasnya teh bilang, gara-gara kamu, aku di putusin Meli!"

"Meli kecentilan anak IPA kelasnya Ray?"

"Iya, kayaknya."

"Yang ngeceng kamu itu?" tambah Hanzel.

"Yang ketemu sama Bunda di super market?" tambah sang Bunda.

"Iya iyaa.. kayaknya itu, kalian semua bener. Soalnya yang Kay tahu namanya Meli ya itu."

"Terus Akang langsung digebukin. Habek habek. Karena inget kata-kata Bunda, ya udah Akang diem."

"Belegug," celetuk Ray.

"Nah pas Akang emosi, Akang bilang itu sambil noyor kepala dia pakai jurus tenaga dalam." Kay berkata sambil menunjuk Ray sangat antusias.

"Gimana bilangnya?" Hanzel yang penasaran meminta Kay mengulang kalimat yang ia lontarkan.

"Belegug Maneh!! Degungin weh."

"Edan pisan.." decak kagum Hamzi.

"Sama Akang diinjek kaki sama tangannya biar lemes gak bisa gerak, sekalian sama perutnya biar muntah nanah."

"Kejam," ucap Hamzi yang akan memasukkan waffer ke dalam mulutnya.

"Ya udah, si anak buahnya minta ampun karena bosnya kalah."

"Si Marko tadi ninggalin Akang gitu?" tanya Nay.

"Oh iya, si Marko di pegang sama dua anak buah kakak kelas itu, jadi tidak bisa berbuat apa-apa."

Akhir malam yang mengesankan dengan cerita dongeng dibawakan oleh Akang Kayza anak ketiga dari lima bersaudara. Semua hadirin yang mendengar sangat antusias mendengar cerita yang dibawakan, dan bertepuk tangan di akhir cerita.

"Bukan dongeng! Ini bener!"

"Iya iya.. percaya."

"Ah belum percaya. Coba akang liat Nay, " ucap Nay sambil menatap wajah Kay yang juga sudah menatap Nay dengan tatapan tajam.

"Plak!" Suara tamparan melayang tangan Nay melayang ke pipi Kay yang lebam.

"AAaa! " suara Kay meringis kesakitan. "Astaghfirullah Nay.. " ujar sang Bunda sambil menggelengkan kepala, sedangkan saudara yang lain kaget melihat perlakuan Nay yang tiba-tiba.

"Oooh beneran sakit. Siapa tahu akang pakai make up Bunda," jawabnya datar kembali bersandar.

Beberapa waktu setelah mendengar Kay bercerita, mereka masih berkumpul bersama menonton televisi atau bermain handphone. Nay masih saja pada tempatnya, berbaring di pangkuan sang Ayah.

"Ayah sayang Nay enggak?"

"Menurut Nay?"

"Sayaaaang banget. I love you."

"I love you too."

"Manja lo! Dah gede!" seru Kay yang memperhatikan sang adik dari sisi sang Ayah, sedangkan ia sendiri sejak tadi menggenggam tangan Bundanya sambil bersandar di bahu Bunda.

"Sewot!"

"Nay bersyukur punya keluarga yang romantis. Apalagi Ayah, paling romantis."

"Bunda repot enggak ngurus anak lima?" Semua langsung terfokus menatap sang Bunda saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Hanzel. Semua siap untuk mendengar cerita Bunda.

~~~

Hi pembaca
Makasih yaa udah nungguin keluarga Zet update.
Maaf yaaa Yau lama update karena kesibukan di dunia nyata yang enggak sempet buat nulis jalan cerita Zet.

Keluarga ZETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang