9. Sapih

535 45 3
                                    

Semenjak hari itu, Reza jadi lebih menghargai Iza. Setidaknya Reza berusaha untuk tidak membuat Iza kesal. Tak jarang, seminggu sekali Reza menanyakan Iza mau me time kemana atau gimana. Katanya, biar istri sehat dan bahagia.

Tak terasa, bayi tumbuh dan berkembang dengan cepat. Di umur 20 bulan mereka sudah bisa berjalan, berlari dan berbicara. Walau pertumbuhan mereka tidak sama, tapi di umur 20 bulan Kay, Nay, dan Ray sudah pada tahap yang sama. Mereka sudah tak mau tidur di ranjang bayi, mereka ingin tidur di ranjang besar. Iza khawatir karena kembar yang sangat aktif walau sedang tidur. Iza menurunkan kasur agar tidak pakai ranjang dan di pasang jaring pembatas di setiap sisi.

Kembar sangat aktif, tak bisa sedikit pun lalai dari pandangan orang tua. Satu persatu hiasan yang terbuat dari keramik di singkirkan, di simpan di tempat yang aman yang tak dapat di jangkau kembar. Setiap sudut barang, seperti meja kursi, di beri lapisan oleh Reza agar tidak mengantuk kepala kembar. Rumah yang awalnya senantiasa rapi, bersih, dan indah, kini tidak lagi. Ruang bermain dekat ruang keluarga tidak cukup, karpet pelangi, bantal guling pelangi, mainan berserakan hingga ruang keluarga. Belum lagi setiap kamar pasti ada mainan. Satu ruangan yang dilarang ada tempelan ataupun berantakkan, ruang tamu.

Hamzi dan Hanzel turut senang senantiasa ikut bermain dan aktivitas si kembar. Satu beli mainan semua beli mainan, satu beli makanan semua beli, hal apapun semua harus sama. Rumah semakin bertambah barang setiap harinya. Setiap pulang sekolah Hamzi membawa mainan baru atau makanan.

Kali ini, Hamzi membeli makanan di toko depan tempat lesnya.

"Kak Amji bawa apa?"

"Chesscake. Kalian mau?"

Tanpa di suruh Hanzel langsung membawa piring kecil dari dapur. Kay, Nay dan Ray sudah menunggu.

Hamzi memotong cake membaginya pada adik-adik.

"Kay, Nay, Ray! Mamnya duduk! Jangan jalan-jalan! Mamnya pakai tangan kanan! Tangan ini dibelakang!"

"Ciap," Kay menjawab.

"Kalau tidak nurut. Tidak akan dikasih lagi!" Hamzi melotot pada ketiga adiknya itu.

Mbak Tani mengawasi sejak tadi, tanpa mengganggu. Hanzel membagi piring juga untuk Mbak Tani, Mbak Tani ikut makan bersama mereka sambil mengawasi.

Hanzel sudah bisa memotong dan membagikan tiap potongan pada piring saudara-saudaranya dan mbak pengasuh.

"Berdoa," kata Hamzi.

"Bismillah."

"Miah."

Kay, Nay, dan Ray langsung menyerbu cake yang ada pada piring mereka masing-masing. Acak-acakan tentu, tapi mereka sudah bisa menyuapkan makanan kemulut mereka sendiri walau krim dari si cake berantakan mengenai pipi, celemek, benda apapun di sekitarnya.

"Kakak bawa apa?" tanya Iza yang keluar dari arah dapur.

"Cake. Bunda mau?"

"Mam Bubun," ucap Nay.

"Iya, mam, yang anteng. Enak?"

"Nak."

Usai makan, Nay menghampiri Iza yang masih sibuk di dapur untuk menyiapkan makanan malam. Sesuai pesanan setiap akhir pekan yang memasak makan adalah Bunda.

"Bubun. Nen," ucap Nay.

Tak lama, Kay pun ikut menghampiri sang Bunda di dapur.

"Bunna," ucap Kay.

"Neneng."

Juga Ray. "Nen."

"Cucu."

"Eeeh.. semuanya air putih ya. Bunda ambilin, pakai gelas aja semuanya."

Keluarga ZETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang