1. Cecunguk

2.1K 152 9
                                    


Dalam satu rumah besar terdapat satu keluarga bahagia, kedua orang tua yang masih awet muda, juga lima anak-anak mereka. Si sulung Hamzi yang sudah bekerja membantu pengembangan perusahaan Ayahnya. Putri Hanzel anak kedua yang  sedaang menempuh pendidikan di universitas. Dan tiga anak kembar yang tidak seiras Kayza, Nayza, dan Rayza sudah menjadi siswa-siswi SMA.

Langit masih gelap, tidak seperti biasa Kay bangun lebih awal di banding saudara-saudaranya yang lain. Ia bangun pukul setengah empat subuh. Setelah meminum segelas air putih, ia diam tak tahu harus melakukan apa karena handphone-nya mati semalaman tidak ter-cash.

Berapa menit kemudian Kay keluar kamar membuka kamar Ray saudaranya kembarnya. Ray masih nyaman tidur di atas ranjangnya. Kamar yang sangat rapi, juga kasur yang masih rapi walau sudah di tiduri semalaman. Berbeda dengan kamar milik Kay, berbanding terbalik dengan saudara kembarnya.

“Kasian ya, Ray. Pasti berat jadi orang pinter.” Kay menghampiri saudaranya sambil mengelus kakinya penuh rasa iba.

“Kasian. Clek.” “Au.” Kay dengan jahilnya mencabut bulu kaki Ray. Lantas keluar tanpa rasa bersalah.
Ray yang dingin dan jarang bicara malas untuk membalas ulah saudara kembarnya itu. Ia hanya diam mengelus kakinya yang terasa sakit karena dicabut bulunya.

Kay berjalan menuruni tangga menuju kamar orang tuanya. Di buka perlahan pintu kamar orang tuanya.

“Apa?” Iza sang Bunda bersuara dari balik pintu mengagetkan Kay setengah mati, katanya.

“Tumben bangun subuh.”

“Tumben Bunda udah bangun.” Iza memutarkan matanya, tanpa dia tahu setiap hari sang Bunda bangun lebih awal di antara anggota keluarga di rumah.

Kay melihat ke arah ranjang, ternyata Reza masih tidur dibalik selimut. Kay langsung masuk menghampiri Ayahnya.

“Ayah,” panggilnya di telinga Reza.

“Ayaah.”

“Apa?”

“Mau uang. 500 ribu.”

“Hmm.”

“Yes!” Mengangkat tangannya senang. Berjingkrak-jingkrak keluar kamar orang tuanya.

 Di lanjut menuju kamar Hamzi. Ia masuk ke dalam kamar kakak sulung yang tidak di kunci. Duduk di meja kerja sang kakak sambil memperhatikan Hamzi yang masih tertidur. Di atas meja ia melihat selotip, ide jahilnya langsung bermunculan. Di guntinglah selotip dengan sedikit panjang.

Kay menghampiri sang Kakak, membuka sedikit selimut yang menutupi kakinya. Secara perlahan dan hati-hati di tempelkan selotip pada kaki Hamzi yang penuh bulu, lantas di usap agar menempel.
Dengan sedikit ragu-ragu dan menghitung mundur dalam hati.

“1.. 2.. 3.. BREET” Kay menarik selotip sekaligus.

“AAAAAA,” Hamzi menjerit sangat kencang di tengah tidurnya membangun saudara-saudara yang ada di kamar lain.

“Adek kampret emang!! Heh cecunguk mau ke mana?!” ucapnya langsung mengejar Kay yang lari ketakutan. Hamzi berlari seraya membawa sendal untuk di kepet pada sang adik.

Hanzel, Nay, dan Ray yang terbangun langsung mendudukkan tubuh karena jeritan Hamzi melihat Kay dan Hamzi saling kejar-kejaran karena mereka yang pas membuka pintu kamar.

Kay berlari sangat kencang keluar kamar Hamzi menuruni tangga, berlari memutari rumah agar tidak tersusul oleh Hamzi dan berhasil mengepretnya. Tidak tahu mau kemana lagi, Kay masuk ke dalam kamar orang tuanya dan berselimut bersama sang Ayah.

“Ayah ayah.. bantuin Kay, Kay mau di siksa sama Kak Hamzi. Ayah.” Reza mendorong Kay menjauh darinya sambil mengeliat bangun tidur.

Hamzi sudah berada di depan pintu kamar dengan deru napas menggebu-gebu, muka merah, juga sandal yang ada di tangannya.

Keluarga ZETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang