"Renjun pulang," ucapnya kala dirinya menapakkan kakinya di dalam rumah megah bak istana yang sayangnya hanya ditinggali olehnya dan ayahnya.
Renjun ingin sekali bergegas menuju kamarnya karena tubuhnya yang begitu lelah menjalani hari ini. Akan tetapi ucapan ayahnya membuat langkahnya terhenti.
"Bagus, pulang malem lagi. Mau jadi apa kamu kalo gitu terus? Kerjaannya bikin masalah, pulang malem. Kamu emang cuma bisa bikin malu keluarga ya!"
Nafas Renjun tercekat. seolah tertusuk belati tajam, hatinya begitu sakit mendengar ayah kandungnya sendiri mengatakan hal yang begitu menyakitkan tentang dirinya.
"Maaf," ucapnya reflek kala hati dan pikirannya tak lagi mampu menahan kesedihan hingga menghasilkan suara bergetarnya.
Renjun tak ingin menyakiti hatinya lebih lama lagi, sehingga ia memilih untuk segera melanjutkan langkahnya menuju kamar dan meninggalkan ayahnya seorang diri di ruang tamu.
"Berhenti." Seakan tuli, Renjun mengacuhkan perintah ayahnya dan justru mempercepat langkahnya.
"Huang Renjun, berhenti!"
Huang Renjun tak lagi mampu membantah ketika sang ayah memanggilnya lengkap dengan marganya. Ia menghentikan langkahnya, karena Renjun tau jika ia tetap melangkah maka hal yang terjadi berikutnya adalah musibah baginya.
Melihat sang anak semata wayangnya berdiam diri membelakanginya, Huang Chanyeol berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Renjun. Menatapnya dengan tatapan penuh amarah serta kekecewaan.
"Apa kamu pikir maafmu mampu mengembalikan keadaan? Apa kamu pikir maafmu bisa membuat semuanya lebih baik? Kamu pikir begitu, hah? Iya?!" Chanyeol sedikit meninggikan suaranya membuat sang anak menunduk ketakutan.
"Kamu itu makin hari makin ga bener ya, Renjun. Kemarin bikin ayah dipanggil ke sekolahan karena kamu berantem sama temenmu, sekarang apa? Pulang malem dengan keadaan kayak gini, rambut acak acakan, seragam kusut, berantakan. Mau jadi berandal kamu?!"
"Maaf yah.. maaf, Renjun ga bermaksud. Dan yang kemarin itu bukan salah Renjun, dia duluan yang bikin masalah.."
Ingin rasanya Renjun mengatakan semuanya secara langsung, tapi ayahnya mana mungkin mendengarkan ucapannya. Di saat seperti ini, ayahnya yang baik seakan tuli pada semua kata yang terucap dari bibir manis sang anak.
"Sekarang malah diem. Coba dong kamu ngomong ke ayah kayak waktu kamu bikin masalah di sekolah!" bentak Chanyeol sembari menggebrak meja, membuat salah satu vas bunga di atasnya terjatuh dan pecah tak berbentuk.
Melihatnya, Renjun hanya bisa memejamkan mata dan menundukkan kepala semakin dalam. Renjun takut. Renjun sangat takut pada ayahnya.
"Lihat ayah," titah Chanyeol dengan nada datarnya. Namun, ketika sang anak tak bergerak sedikitpun untuk menuruti perintahnya, Chanyeol pun tak tahan.
"Lihat ayah, Renjun!" Sentaknya dengan mencengkeram rahang Renjun, membuat Renjun mendongak ke atas; menatap langsung pada obsidian penuh amarah milik ayahnya.
Chanyeol tersentak melihat keadaan anaknya. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, air mata tak tertahankan yang berlomba-lomba memaksa untuk keluar dari kelopak matanya. Apa yang terjadi?
Chanyeol tau Renjun bukan tipe anak lemah. Ia tau anaknya satu satunya itu sangat kuat dan tak akan menangis hanya karena hal seperti ini. Apa ia keterlaluan memarahi anaknya kali ini?
Belum sempat Chanyeol mengekspresikan keterkejutannya. Mata bintang yang tadinya penuh akan ketakutan kini perlahan menjadi sayu lalu tertutup, seiring dengan melemasnya tubuh Renjun yang bisa saja jatuh ke lantai apabila Chanyeol tidak menahan beban tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plethora
FanfictionBercerita tentang seorang remaja yang ribuan kali disakiti, dikecewakan, diabaikan, dan dilupakan oleh dunia. Parasnya yang meneduhkan, tak pula menebar senyum tulusnya, lisannya yang terus berkata tak apa, tapi dengan daksanya yang lelah akan keras...