"Ayah.. Renjun mau basket lagi, boleh?" tanya Renjun lirih.
Ekspresi Chanyeol seketika berubah ketika mendengar permintaan anaknya, yang tidak ia kira akan diutarakan di saat-saat seperti ini.
Belum sempat Chanyeol mengucapkan sepatah kata, Renjun lebih dulu berucap, "tuh kan, Ayah marah. Udah, ah, ga jadi. Gamau lah." Lalu ia hendak bangkit dari duduknya, tapi pergerakannya lebih dulu ditahan oleh Sang Ayah.
"Eh, tunggu dulu! Siapa yang bilang Ayah marah?" tanyanya dengan nada yang terbilang halus.
"Abis tadi muka Ayah serem," lirih Renjun tanpa menatap mata ayahnya.
"Hey? lihat Ayah, dong, kalo ngomong." Dengan perlahan, Renjun pun menolehkan kepalanya untuk menatap Sang Ayah.
"Ayah ga marah. Tapi Renjun tau, kan, jawabannya apa? Bukannya Ayah mau ngekang Renjun, tapi ini juga buat kesehatan kamu juga, ya?" lanjut Chanyeol.
"Tapi, Yah.. kan asma aku juga udah lama ga kambuh, jadi gapapa kok. Lagian kan ada Jaemin juga. Renjun cuma mau ikut ekskulnya, ga akan ikut pertandingan apapun. Janji," ujar Renjun mencoba meyakinkan Sang Ayah.
"Tapi Jaemin ikut pertandingannya, kan? Kamu ga bisa sama dia setiap saat. Gimana Ayah bisa tenang? Kalo tiba-tiba kamu sesek pas lagi sendirian, gimana?" tanya Chanyeol beruntun.
"Iya, tapi kan basket banyak yang ikut juga. Ga mungkin, Yah, aku sendirian sampai ga ada yang nolongin gitu," elak Renjun.
"Masa iya harus nunggu kamu kambuh sendirian sampai ga ada yang nolongin kamu baru Ayah bisa larang kamu? Jahat banget dong, Ayah."
"Ya, enggak gitu. Tapi kan.." Renjun sendiri sebenarnya tidak tau harus menjawab perkataan Sang Ayah bagaimana lagi.
"Udah, ya, Ren? Kamu harus istirahat. Tidur, gih. Kita omongin lagi kalo kondisi kamu udah beneran fit, ya?" ujar Chanyeol diakhiri senyuman manisnya.
Renjun menghela nafas. Dari wajahnya sangat terlihat jelas bahwa ia kecewa dengan keputusan Sang Ayah. Seharusnya bahkan tanpa mencoba pun, ia tau apa jawaban yang akan ia dapatkan.
"Ayah.." panggil Renjun sekali lagi. Chanyeol masih setia menatap lekat ke arah Sang Anak, menunggu apa yang akan diutarakannya.
"Renjun sayang Ayah, tapi Renjun capek gini terus, yah," lanjutnya.
"Ayah juga ga mau lihat kamu kayak gini. Tapi Ayah sayang sama kamu, Nak. Ayah ga mau kamu kenapa-kenapa," tutur Chanyeol. Kemudian, direngkuhnya tubuh mungil Sang Anak ke dalam pelukannya.
"Maafin Ayah, ya, Nak?" ujar Chanyeol lirih.
Renjun menggeleng di pelukan Sang Ayah. "Harusnya Renjun yang minta maaf, Yah. Maafin Renjun."
Renjun semakin menyembunyikan wajahnya di dada bidang Sang Ayah. Setelah beberapa saat, sepasang ayah dan anak itu pun melepaskan pelukan mereka.
"Renjun tidur di sini sama Ayah, boleh?" tanya Renjun pelan.
"Boleh, dong. Kenapa enggak?" balas Chanyeol segera mengusap lembut surai buah hati kecilnya itu.
Kemudian keduanya mulai merebahkan tubuh mereka dan memposisikan diri di posisi ternyaman dengan saling memeluk satu sama lain.
Chanyeol kira anaknya sudah tidur ketika ia tidak merasakan pergerakan apapun dari Renjun. Tapi ternyata salah, Renjun masih terjaga sampai ia mengutarakan satu hal lain yang mengganggu pikirannya.
"Ayah, Renjun sakit apa?" tanyanya singkat.
"Asma, kan? Atau kamu ngerasa gejala lain? Perlu diperiksain ga?" tanya Chanyeol mengalihkan, meski ia tau maksud dari pertanyaan anaknya.
"Ayah, jujur sama Renjun. Renjun sakit apa?" tanya Renjun sekali lagi.
"Renjun mau tau? Besok, ya. Kita ke Rumah Sakit sama-sama buat lihat hasil tes kamu." Bukannya lega, Renjun justru semakin gelisah mendengar apa yang diucapkan Sang Ayah. Dia memang ingin tau, tapi tidak semendadak ini jika ternyata hasilnya belum keluar.
"Loh, Yah, katanya mau ke Rumah Sakit? Kok malah ke sini?" tanya Renjun bingung.
Sekarang Renjun sedang berada di dalam mobil bersama Chanyeol dan Winwin. Seperti ucapan sang ayah semalam, Chanyeol akan mengajaknya melihat hasil tes kesehatannya.
Tapi yang anehnya adalah, bukannya mengendarai mobil menuju Rumah Sakit, Chanyeol justru berhenti di depan sebuah bangunan yang Renjun ketahui betul merupakan tempat praktek seorang psikiater.
"Adek tau ga sih? Katanya, semua hal itu harus seimbang. Jadi kalo fisiknya adek dijaga, psikisnya adek juga harus dijaga, ya?" ujar Winwin lembut. Ia menatap lekat ke arah adiknya yang tengah menunduk.
"Kak, adek gila?" lirih Renjun semakin menundukkan kepalanya.
"Enggak, Sayang. Siapa yang bilang begitu? Anak ayah itu ga gila, kamu cuma sakit dan harus disembuhin." Ucapan Chanyeol membuat Renjun mendongakkan kepalanya.
"Intinya sama aja kan, Yah? Mental Renjun bermasalah." Renjun menatap sang ayah dengan tatapan penuh kesedihan.
"Enggak gitu, Adek.."
"Terus gimana, Kak? Adek itu gila! Adek ga waras! Adek ga normal." Renjun berteriak histeris hingga menjambak rambutnya sendiri.
Melihat kondusi Renjun yang semakin kacau, Winwin segera mendekap tubuh ringkih adik kecilnya itu.
"Hey? Adek, tenang.. semuanya bakal baik-baik aja. Kamu itu gapapa. Adek kakak kuat kok! Jangan bilang gitu lagi, ya?" Winwin berujar lembut.
Renjun menggeleng. "Enggak, kak. Adek takut.." Air mata kembali meluncur mulus dari matanya.
"Jangan takut, jangan. Ada kakak di sini, ada ayah juga. Kita bakal temenin adek sampai adek sembuh. Adek jangan takut, ya?" Winwin semakin mengeratkan pelukannya pada sang adik.
To Be Continued..
030423
KAMU SEDANG MEMBACA
Plethora
FanfictionBercerita tentang seorang remaja yang ribuan kali disakiti, dikecewakan, diabaikan, dan dilupakan oleh dunia. Parasnya yang meneduhkan, tak pula menebar senyum tulusnya, lisannya yang terus berkata tak apa, tapi dengan daksanya yang lelah akan keras...