"Kenapa tidak ada perkembangan sejak terakhir kali kalian melapor?!" sentak seorang pria berjas hitam, menatap tajam ke arah tujuh orang di depannya.
"Maaf, Tuan. Anak itu belum lama masuk rumah sakit, dan baru kemarin pulang. Sepertinya juga, dia tidak akan masuk sekolah selama beberapa hari," jelas seseorang yang merupakan kaki tangan pria itu.
"Hal itu juga yang membuat Tuan Muda belum berhasil menjalankan rencananya. Tapi tenang saja, Tuan. Kami akan terus mengamati pergerakan anak itu dan akan segera melaksanakan rencana pertama saat kondisinya memungkinkan," lanjutnya yang dihadiahi tawa jahat oleh sang bos.
"Bagus. Terus awasi anak itu, jangan sampai lengah dan pastikan kalian buat hidupnya menderita."
"Sshhtt.. udah, jangan nangis. Kamu ga salah," ujar Winwin yang masih memeluk adiknya erat. Sesekali tangannya ia ulurkan untuk menepuk pelan punggung bergetar milik Renjun.Renjun sudah lebih tenang, tapi sesekali isakan pelannya masih tetap keluar dari bibir tipisnya itu.
"Kakak maafin Renjun, ya?" lirihnya lagi.
"Iya, kakak maafin. Udah, ya? Jangan nangis. Kakak ga suka liat adik kesayangan kakak sedih," bisik Winwin lembut tepat di samping telinga adiknya.Bukannya lebih tenang, Renjun justru kembali menitihkan air matanya setelah mendengar ucapan Winwin itu.
"Hey?? Kok nangis lagi, sih? Jangan nangis dong, adek," ujar Winwin yang mendengar isakan adiknya di pelukannya.
Winwin sedikit melonggarkan pelukan keduanya, lalu menangkup wajah adiknya yang kini sudah memerah akibat terus menerus menangis. Diusapnya lelehan air mata yang membasahi wajah Renjun.
"Renjun udah, ya? Kamu jelek tau kalo nangis mulu gini. Sekarang mending kita berangkat aja gimana?"
"Kemana?" tanya Renjun lirih dengan suara seraknya khas orang habis menangis.
"Jalan-jalan. Kan kemaren kakak ngajak adek jalan-jalan. Gimana?" Renjun menganggukan kepalanya.
"Kalo gitu adek cuci muka dulu, gih," ujar Winwin yang langsung dituruti sang adik.
Seperginya Renjun ke kamar mandi, Winwin hanya menatap ke punggung sempit milik sang adik dengan senyum tipis bertengger di wajahnya.
"Adek, maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Plethora
FanfictionBercerita tentang seorang remaja yang ribuan kali disakiti, dikecewakan, diabaikan, dan dilupakan oleh dunia. Parasnya yang meneduhkan, tak pula menebar senyum tulusnya, lisannya yang terus berkata tak apa, tapi dengan daksanya yang lelah akan keras...