"Lo itu tega banget tau, Chan! Yakali gue pingsan malah lo tinggalin sendirian," sungut Renjun mengacu pada saat pertama kali ia sadar dan hanya menjumpai kakaknya.
"Ya kan gue pulang juga yang nyuruh kakak lo! Lo pikir kalo ga dipaksa sama dia, gue mau ninggalin lo sama orang yang udah bikin lo collapse dua kali?!" sungut Haechan tak ingin kalah dari Renjun.
Sekarang inu ketiga teman Renjun sedang menjenguk teman kecil mereka itu. Mereka sebenarnya ingin menjenguk Renjun sejak kemarin. Tapi karena kemarin jadwal mereka sangat padat, mereka pun mengurungkan niat itu.
Dan berhubung hari ini hari Sabtu, mereka pun memutuskan untuk menjenguk teman mereka ini. Sekedar informasi, sekolah mereka libur di hari Sabtu dan Minggu. Sebenarnya dulu tidak begitu, cukup menyenangkan juga libur dua hari seminggu. Tapi karena hal itu juga semua kegiatan tambahan di hari Sabtu dialihkan ke hari Jum'at.
"Oh iya, Njun. Gue liat-liat sekarang kak Winwin udah kayak dulu, ya?" celetuk Jaemin.
Tadi saat mereka datang, Winwin sedang menyuapi Renjun. Tapi setelahnya, Winwin izin untuk pergi karena ada urusan di FFkampusnya. Awalnya ia ingin menyuruh teman kuliahnya kemari untuk menemani Renjun, tapi kebetulan sekali ketiga teman adiknya ini datang.
Jaemin sebagai satu-satunya di antara ketiganya yang pernah mengenal Winwin dan melihat bagaimana Winwin memperlakukan adiknya, tentu sangat senang melihat Winwin yang sekarang sudah sangat perhatian pada Renjun.
"Ya gitu, deh. Gatau gimana bisa, tapi pas gue bangun dari pingsan waktu itu, kak Winwin langsung minta maaf ke gue, dia jadi lembut, perhatian, pokoknya ngejaga gue banget deh," ujar Renjun semangat. Ia begitu senang. Akhirnya, kakak kesayangannya telah kembali.
"Bagus, deh. Seneng gue liat kakak adek ini baikan lagi," ujar Jaemin.
"Baikan baikan, emang pernah marahan?" sewot Renjun yang tak terima dengan pemilihan kata Jaemin.
"Yang kemaren gamau ditemuin, nyuruh pulang dan jangan balik lagi, itu apa ya namanya kalo bukan marah?" sindir Haechan. Tawa Jeno dibuat pecah melihat ekspresi Haechan meledek temannya itu.
"Udah, deh! Ga usah diingetin lagi masa-masa kelam itu. Yang penting sekarang kakak udah mau pulang!" ujar Renjun menggebu-gebu.
"Masa-masa kelam ga, tuh?" celetuk Jeno yang dihadiahi tawa ketiganya, selain Renjun yang masih menggeram kesal.
"Bercanda, sayangku." Jeno mengusak puncak kepala Renjun. Renjun yang mendengar ucapan Jeno langsung bergidik ngeri.
"Jijik, Jen. Ini beneran Jeno?" gumamnya sedikit menjauhkan diri dari tubuh Jeno. Jeno yang melihatnya justru semakin tertawa terbahak-bahak.
"Udah ah, Jen. Ketawa mulu, kemasukan lalat ntar," ujar Jaemin yang menyudahi acara tertawa mereka. Dan sedetik kemudian ekspresi Jaemin menjadi serius. Sepertinya ia ingin membahas sesuatu.
"Guys, gue mau ngomong. Penting," ujar Jaemin sedikit menekan kata terakhirnya.
"Itu juga ngomong!" celetuk Renjun tengil. Ia sepertinya belum menyadari keadaan.
"Huang, gue serius." Ya, Jaemin benar-benar serius jika sudah memanggil seseorang dengan marganya. Renjun yang dipanggil seperti itu, seketika menengang. "Maaf," cicitnya.
"Jadi? Lo mau ngomong apa, Jaem?" Haechan yang biasanya suka bercanda itu pun kini nada bicaranya menjadi sangat datar.
"Ada yang mengincar salah satu dari kalian," Jaemin mengatakannya benar-benar lirih dan secepat kilat. Tapi tak mungkin jika tiga temannya yang lain tak mendengarnya.
"Hah?!" sentak mereka bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plethora
FanfictionBercerita tentang seorang remaja yang ribuan kali disakiti, dikecewakan, diabaikan, dan dilupakan oleh dunia. Parasnya yang meneduhkan, tak pula menebar senyum tulusnya, lisannya yang terus berkata tak apa, tapi dengan daksanya yang lelah akan keras...