Rasa sakit pada kepalanya serta nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya membuat Renjun tidak mampu untuk membuka matanya. Nafasnya perlahan mulai sesak membuatnya kesulitan meraup pasokan oksigen untuk tubuhnya.
Tapi Renjun tak bisa melakukan apapun. Bahkan sekedar membuka matanya saja Renjun kesulitan. Ia hanya bisa mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya dan berharap seseorang akan menolongnya.
Sang ayah yang masih setia menemaninya di sisi ranjangnya melihat bagaimana Renjun mencengkeram selimutnya. Tak luput pula nafasnya yang tersendat membuat sang ayah khawatir.
Tapi ini bukan saatnya untuk khawatir. Tanpa berlama-lama, Chanyeol menghampiri nakas tempat ia menyimpan obat obatan serta alat-alat medis yang berada di kamar anaknya. Ia mengambil sebuah tabung oksigen berukuran kecil dan dengan cekatan memasangkan masker oksigennya pada hidung dan mulut sang anak.
Renjun memang memiliki imunitas tubuh yang sangat rendah, sehingga ia mudah sakit. Terlebih fakta bahwa Renjun mengidap asma sejak ia lahir ke dunia membuat Chanyeol selalu menyimpan banyak obat obatan, inhaler, tabung oksigen, dan alat alat medis lain.
Setelah mendapat pasokan oksigen dari tabung oksigen, akhirnya nafas Renjun mulai normal. Tubuhnya pun tak setegang tadi. Dan akhirnya Chanyeol bisa bernafas lega. Ia begitu khawatir melihat kondisi anaknya.
Perlahan, Renjun membuka matanya. Mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Pandangannya masih sedikit kabur, Renjun sedikit kesulitan memfokuskan pandangannya.
Chanyeol yang mengerti pun mengelus kepala Renjun perlahan untuk membuatnya tenang. "Gapapa, pelan pelan aja ya?" ujarnya memenangkan.
Renjun mengarahkan pandangannya pada sumber suara. Perlahan, penglihatannya yang kabur menyusun sebuah rupa seorang laki-laki yang menyerupai dirinya. Itu ayahnya.
"A-ayah.." Renjun memanggil sang ayah dengan suara yang begitu pelan. Tapi karena kesunyian yang menyelimuti kamarnya membuat sang ayah masih bisa mendengarnya.
"Iya, sayang? Kenapa? Renjun butuh apa?" tanya Chanyeol dengan suara yang begitu lembut.
"Maafin Renjun.. maaf Renjun bikin ayah malu. Maaf.. maaf yah.. maaf."
Hati Chanyeol teriris mendengar perkataan anaknya. Ini semua karenanya, ini semua karena ucapannya pada Renjun. Ia seharusnya tak mengatakan hal seperti itu. Renjunnya tidak mungkin mempermalukan dirinya.
"Enggak sayang, enggak. Renjun ga bikin ayah malu kok. Ayah bangga punya anak kuat kayak Renjun. Ayah bangga punya anak sehebat Renjun. Renjun jangan bilang gitu ya? Maafin ayah, ayah ga bermaksud ngomong kayak tadi," ucapan itu keluar dari mulut Chanyeol dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Renjun menggeleng. Tapi kemudian ia merentangkan kedua tangannya. Chanyeol yang mengerti pun segera memeluk sang anak dengan begitu erat, seolah tak ingin kehilangan hartanya yang paling berharga.
"Renjun sayang ayah," ucap Renjun dalam pelukan sang ayah.
"Iya, ayah juga sayang banget sama Renjun. Renjun kalo sakit bilang ayah ya? Nanti ayah obatin biar cepat sembuh. Ayah gamau lihat Renjun sakit lagi."
Renjun mengeratkan pelukannya pada sang ayah. Tapi kemudian Chanyeol melepaskan pelukannya pada sang anak karena teringat akan pesan Dokter Kim untuk memberi Renjun obat setelah ia bangun.
Renjun menatap ayahnya dengan tatapan bingung serta sedikit kekecewaan karena pelukannya dilepaskan begitu saja. "Kenapa, yah?" tanyanya pelan.
"Ayah baru ingat, tadi kak Doy bilang kalo kamu bangun ayah harus segera kasih kamu obat. Soalnya kamu demam tinggi," kak Doy merupakan panggilan yang Renjun sematkan pada dokter yang telah merawatnya lebih dari 10 tahun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plethora
FanfictionBercerita tentang seorang remaja yang ribuan kali disakiti, dikecewakan, diabaikan, dan dilupakan oleh dunia. Parasnya yang meneduhkan, tak pula menebar senyum tulusnya, lisannya yang terus berkata tak apa, tapi dengan daksanya yang lelah akan keras...