Zehn

474 35 9
                                    

"Boleh aku bergabung?" Lelaki dengan kulit sangat pucat berdiri dibelakang mereka berdua itu juga terlihat tak kalah kacau. Pipinya mulai kemerahan tetapi nampaknya ia masih memiliki kesadaran yang baik.

"Tentu, kau terlihat tidak baik" Jake menarik kursi disebelahnya untuk lelaki itu duduki lumayan ditengah mereka berdua.

"Kau Jake, dan Jay ya? Aku sedari tadi sudah mendengarkan cerita kalian berdua - maaf tidak sopan tetapi mendengarnya membuatku mengingat kejadian yang masih menyiksa mentalku sampai sekarang" Jake dengan Jay menangguk.

"Tak apa, siapa namamu?" Tanya Jay.

"Aku Sunghoon. Salam kenal" dan Jay tersenyum, membuat teman ceritanya yang sebelumnya kembali terpesona.

"Kalau kau begitu membutuhkan teman cerita, kau bisa langsung memulai" ucap Jake.

"Kekasihku hamil" Jake dan Jay bertatap mata namun mata Jay terlihat tidak suka.

"Lalu? Bertanggung jawablah jika kau lelaki sejati kar-"

"Tapi bukan anakku"

Keheningan melanda mereka bertiga. Benar-benar hanya dentuman musih yang terdengar dari sekitar mereka. Jay terlihat kaget, tangannya dielus sekilas oleh Jake untuk menenangkannya.

"Lanjutkan"

"Tadi kau bilang bertanggungjawablah, tentu saja" Lelaki yang mengaku bernama Sunghoon itu menatap keduanya dengan mara berlinang menahan tangis. "Aku ingin bertanggungjawab meskipun itu bukan anakku. Aku tidak pernah menyentuhnya sekalipun karena dia begitu berharga untukku, aku tak ingin merusaknya dan menjaganya dengan begitu baik" Air mata mulai berjatuhan karenanya Sunghoon mengusapnya agar tidak terlalu menyedihkan.

"Kau punya prinsip yang benar" Jay menatapnya iba. Jake hanya mengangguk menyetujui.

"Dia begitu manis. Aku jatuh cinta saat melihatnya berjualan harum manis dipinggir taman di sore hari. Matanya berkilau begitu indah disinari cahaya mentari sore" seulas senyum terpatri diwajah Sunghoon saat membayangkan kekasihnya namun tak lama kembali hilang.

"Tapi matanya pilu"

Jake dan Jay semakin fokus mendengarkan.

"2 tahun kami menjalin hubungan dari kelas 11, aku tidak tau bahwa mata pilu itu menyimpan luka, bukan hanya dari sananya. Ketika aku ingat kembali di pertemuan pertama kami, wajahnya banyak lebam samar. Make up selalu menutupinya dan bodohnya aku baru menyadari saat ia bercerita setelah kupaksa, karena menemukannya duduk dipinggir jalan pada suatu malam yang keadaannya bahkan terlalu menyedihkan untuk dideskripsikan saking kacaunya"

"Apa yang terjadi?" Jay tidak bisa lebih penasaran dari ini.

"Jika tentang kenapa wajahnya selalu ada lebam itu karena ayahnya yang tukang judi sering memukulnya jika tidak memberikannya uang. Tentang kenapa ia bisa ada di pinggir jalan malam-malam karena-" tenggorokan Sunghoon tercekat untuk melanjutkan cerita. Terlalu pedih untuk diingat kembali.

"Ia dijual oleh ayahnya karena tidak bisa memberikan gajinya dan diperkosa" Jake mengepalkan tangannya menahan emosi sedangkan Jay memejamkan matanya menahan air mata. Tak percaya ada orang yang hidupnya sebegitu menyedihkan.

"Lalu? tamu itu, berhasil melakukannya?" Tanya Jake.

Sunghoon mengangguk, "Ya, karena itu saat tamu itu telah tertidur kelelahan, ia kabur dan berakhir dipinggir jalan sendirian, kehujanan, hanya mengenakan kemeja tipis"

"Bagaimana keadaannya setelah itu?" Jay yang mulai menangis ingin segera Sunghoon melanjutkan cerita.

"Sejak ia menceritakan segala masalah hidupnya, aku semakin protektif. Dengan uang jajanku, aku menyewa apartemen kecil untuknya tinggal agar tidak bisa ditemukan oleh ayahnya. Untungnya saat itu sudah lulus lulusan SMA jadi ayahnya pun tidak dapat menemukannya disekolah"

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang