CHAPTER 7 : Kenyataan Sebenarnya

278 33 14
                                    

"Memangnya kenapa, Bu? Apa salahnya aku suka Abimanyu?" Gadis itu menggenggam tangan ibunya. Ia berlutut untuk menghormati sang Ibu yang ia sayangi.

"Tolong, Nak. . . turuti ibu ya. Ibu tidak larang kamu suka siapapun, tapi jangan dia. Ibu tidak akan ikhlas" Wanita itu mengelus tangan putrinya, memberinya pengertian dengan lembut.

"Lian ingin alasan yang jelas, Bu"

"Nak, yang seperti itu tidak perlu ibu jelaskan 'kan? Restu orang tua itu segalanya. Kamu nurut, ya?"

Remaja itu memandang ibunya kecewa, genggamannya terlepas dari tangan ibunya begitu saja. Kemudian ia pergi meninggalkan ibunya tanpa kata-kata.

•••

Beberapa hari ini Damar dipusingkan oleh pikirannya. Perihal kejadian tempo hari yang membuatnya tak enak hati.

Remaja itu berbaring diatas ranjangnya, merenung memikirkan Abimanyu dan gadis itu.
Bagaimana jika keduanya bersama? Bagaimana jika keduanya memang dijodohkan oleh Yang Maha Kuasa?

Damar seperti tak rela. Jantungnya berdenyut sakit. Satu hal yang Damar tidak lagi ragukan adalah, kenyataan bahwa Ia sadar dirinya telah menyukai Abimanyu, sejak lama. Ia tidak ingin Abimanyu bersama gadis itu dan akan memikirkan bagaimana cara memisahkan keduanya.

Remaja itu bangkit dari ranjangnya, mengambil baju dengan lengan panjang untuk dipakai. Kemudian berbegas pergi dari asrama dan pulang kerumahnya untuk menanyakan hal penting. Satu hal yang selama ini belum ia ketahui jawabannya.

•••

Subuh hari. Masih dingin dan berembun. Namun, perempuan yang umurnya telah menginjak kepala empat itu sudah berada didepan pintu rumah seorang tabib.

"Maaf bertamu diwaktu seperti ini. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan." Ucapnya ketika pintu dibuka oleh oleh Si Tuan Rumah.

"Ini soal anak saya dan anak ibu." Lanjutnya setelah dipersilahkan untuk duduk.

"Anak saya mengatakan bahwa dia menyukai putra ibu--anak perempuan itu." Omongannya tersendat, kemudian ia lanjutkan dengan suara yang gemetar.

"Perempuan yang sudah hancurkan keluarga saya."

Ibu tabib berdiam. Wajahnya menunjukkan raut merasa bersalah, kaget sekaligus bersimpati dengan kabar yang baru didengarnya.

"Saya tidak tahu bila mereka dekat. Itupun sebenarnya saya tak larang. Tapi untuk menikah, saya tidak bisa relakan putri saya." Ceritanya.

"Nak Mira, Ibu mengerti perasaan kamu. Terlepas dari izinmu, kita memang tidak bisa membiarkannya karna mereka se-Ayah. Haram hukumnya."

"Tapi aku tidak ingin putriku mengetahui hal itu. Aku sudah jauhkan kenyataan itu dari anakku selama ini. Aku tidak ingin dia merasakan sakit."

Yang lebih tua menghela napas, memikirkan solusi dari permasalahan yang baru muncul itu. Tapi tak lama Mira mengambil tangan ibu tabib untuk digenggam, kemudian menyerukan permohonannya.

"Saya ingin minta tolong, ibu sampaikan kepada mereka bahwa saya dan ibu anak itu bersaudara. Kita bisa jadikan kebohongan ini sebagai alasan."

•••

3 orang berada di hutan, berdiri saling berjarak. Bagaimanapun ceritanya, mereka bertiga telah terkumpul dengan alasan yang kuat.

"Ada hal yang ingin aku bicarakan, dan kita semua harus tau." Ucap seseorang yang memiliki postur paling tinggi diantara mereka. Kemudian dilanjutnya, "Aku sudah pernah melihat ibu Abimanyu. Wajah Abimanyu tak banyak menurun dari ibunya."

Kemudian damar melihat kearah Lian. "Kamu dan Abimanyu, terlihat sangat mirip." Katanya.

"Menurutmu, bagaimana kalian terlihat memiliki wajah yang hampir persis sama, sementara kedua ibu kalian tidak memiliki kemiripan."

"Pikirkan, darimana datangnya itu."

"Aku pula telah mencari tau satu hal yang disembunyikan dari kalian selama ini." Damar menarik napasnya pelan, kemudian melanjutkan ceritanya.

"Abi" panggilnya pada temannya itu.

"Aku yakin kamu sudah tau kesalahan ibumu. Hal yang membuat kalian hidup terpisah dari desa, kamu tau kan?" Mata Abimanyu bergetar, meremat jemarinya sebab tak nyaman dengan bahasan ini.

"Apa kamu tau siapa ayahmu?" Abimanyu menatap Damar, kemudian menggeleng kecil. Memang dahulu ibunya tak terlalu membicarakan ayahnya. Hingga Abimanyu tak mengetahui banyak.

"Dulu, ada seorang lelaki yang sudah memiliki istri dan 2 orang anak. Tapi lelaki itu mengkhianati keluarga yang telah ia bentuk."

"Lelaki itu lebih memilih membuat hubungan baru dengan gadis muda. Yang membuat keduanya menerima hukuman karna hubungan haram mereka."

"Si lelaki dihukum cambuk hingga kehilangan nyawa. Si wanita hidup terasing di hutan, bersama dengan anak yang dikandungnya."

"Selesai, aku hanya ingin bercerita sampai sini. Sisanya, itu urusan kalian."

Damar mengambil langkah menjauh, meninggalkan kedua orang itu yang bergelut dengan pikiran mereka masing-masing.

Jahat. Memang sungguh jahat Damar menceritakan hal itu. Namun biarkan Damar menjadi orang jahat bila itu bisa membuat kedua orang itu berpisah. Anggaplah ini perjuangan Damar untuk bisa meraih orang yang dicintainya.

Belum jauh langkah yang diambil Damar, ia menemukan seseorang lain yang sepertinya telah mendengar percakapan mereka sedari awal. Damar sangat mengenal orang itu, namun Damar acuh dan melanjutkan jalannya.

•••

Lian terus mengejar Abimanyu kedalam hutan, ia bahkan tak peduli dengan semak setinggi betis yang menggores kaki putihnya sepanjang jalan. Itu terasa sangat perih.

"Abi, berhenti! Dengarkan aku dulu." Gadis itu sedikit berlari, mengejar langkah Abimanyu yang panjang. Tapi sudah tiga kali dipanggil, Abimanyu tak lekas berhenti ataupun menyahut. Gadis itu bahkan sudah menangis semenjak tadi. Kakinya sudah lelah berjalan, tapi ia tak boleh berhenti.

"Abi, kamu tidak bersalah. Bukannya kita sama-sama kehilangan seorang ayah? Ini bukan salah kita, kenapa kita yang terkena imbasnya? Kita . . . tidak--" Gadis itu mengusap pipi merahnya, menghilangkan air mata yang terus mengalir. Ia begitu diselimuti kesedihan, bahkan tak sanggup menyelesaikan kalimatnya karena sesengguk.

"Pulanglah, Kak," Abimanyu menyela, ia berbalik badan dan menghentikan langkahnya. "Kamu masih tidak paham situasinya." Lanjut remaja pucat itu.

"Aku paham semuanya. Itu bukan salah kita. Dan itu sudah terjadi sangat lama!"

Abimanyu ingin menyahut, tapi seseorang tiba-tiba muncul di belakang gadis itu. Dan itu membuat Abimanyu mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih pergi melanjutkan jalannya. Lian ingin mengejar jika saja orang dibelakangnya tak menahannya.

"Akkh, lepaaas! Abi tolong, berhenti sebentar. Aku masih ingin bicara!" Gadis itu berteriak sambil meronta agar dilepaskan. Bahkan Abimanyu telah jauh didepan sana, dan tangan gadis itu masih dipegang erat oleh lelaki yang datang untuk mencampuri urusan mereka.

"LIANN!!!" Bentak lelaki itu.

Hening. Seumur hidup Lian, baru kali ini ia mendapat bentakan dari kakak lelakinya.

"kamu sudah tidak waras?!"

Gadis itu terdiam sejenak. Pikirannya bercabang kemana-mana.

Beberapa detik kemudian, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menangis sejadi-jadinya sampai terdengar sesengguk  dari tangisnya.

"Kemari." Seruan lembut itu keluar dari bibir sang Kakak. Meraih tubuh adik perempuannya yang malang untuk dipeluk.

•••

TBC

13 Juli 2023

DAMAR [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang