Ancaman papa semalam bikin Kendra seharian berpikir keras di basecamp. Udah seharian Kendra nggak bicara sama sekali. Dia cuma duduk di samping sasi sambil menopang dagu dengan kedua tangannya, dan mengerenyitkan keningnya. Ucapan itu terngiang-ngiang di pikiran pemuda 24 tahun tersebut. 'Kamu bakal nyesel nanti, Ken' , 'Coba kamu lebih dewasa dalam berpikir' , dan segudang 'kata-kata mutiara' nggak jelas terlontar dalam percakapan videocall mereka semalam. Walau terkesan seperti nggak mendengarkan atau menggubris ucapan papa, ucapan tersebut terngiang di dalam pikiran Kendra.
Apa dirinya menyesali keputusannya untuk keluar dari rumah dan mengikuti kata hatinya? Apa dirinya menyesali keinginannya untuk membangun generasi baru yang bebas dari budaya sogok-menyogok dan korupsi? Apa pencapaiannya? Bisakah ia dan teman-temannya mencapai semua itu? Ribuan pertanyaan itu muncul dalam benaknya. Meski tak terlihat, teman-temannya pun dapat merasakan hujaman pertanyaan tak terungkap tersebut dan jadi ikutan mikir bareng sama sang dalang dari gerakan ini.
"Gue nggak nyesel kok berjuang sama lo, Ken," Sasi menyenggol tubuh Kendra lembut sambil tersenyum. "Kita udah ada di tengah jalan, kalau mundur sayang banget, Ken."
"Jangan takut, kak. Lanjutin misi lo. Kalau ada yang nakut-nakutin lo, kita siap ngelindungin lo," Jett nyengir sambil mengacungkan jempolnya. "Gue akan selalu jadi adik yang melihat ke lo sebagai contoh dan mengikuti jalan lo!"
"Nggak ada yang nyesel, Kak," Sagara mengangguk mendukung pernyataan Sasi dan Jett.
"Salah satu keputusan terbaik gue sebagai mahasiswa adalah ikut dalam gerakan ini, Kak," Magi nepuk-nepuk bahu Kendra, memberi semangat ke yang lebih tua.
"Kita mulainya sama-sama. Harus dijalani sama-sama," Josh mengangguk.
"We believe in you, Kak," Taksa mengangguk yakin.
---
Suatu hari di kantor Kian dan Kale...
"Amplopnya saya kembalikan ke Bapak," ungkap Kale sambil meletakkan sebuah amplop putih tebal di atas meja salah seorang atasannya. "Saya nggak mau nabung dosa dengan bantuin orang anter sesuatu yang Tuhan tahu itu salah."
PLAK!
Sebuah pukulan mendarat di atas kepala Kale, walau pedas rasanya, tapi buat lawan bicaranya itu, ucapan Kale serasa belati yang nusuk dari hati nembus ke jantung, terus naik ke tenggorokan. Soalnya yang diomongin sama si ENTJ itu nggak seratus persen salah. Makanya si pejabat berusia paruh baya itu langsung ngamuk, kayak tikus yang baru aja ketangkep nyolong makanan.
"Kenapa bapak pukul saya? Ngerasa diliatin sama Yang Kuasa ya, mau ngelakuin dosa berencana," seringai Kale nampak sambil menatap sinis ke si bapak paruh baya itu.
"Kamu tuh anak kemarin sore, tahu apa kamu soal pemerintahan," ungkap sang atasan, wajahnya udah merah saking emosinya.
"Yang saya tahu, Tuhan lihat kelakuan kita, dia nilai itu semua dan masuk di buku kehidupan kita, pak. Umur kita nggak sampai seratus tahun, sekarang bapak udah lewat setengah jalan dari seluruh kehidupan yang dikasih sama Sang Pencipta, bapak nggak malu sama Yang Diatas?" kritik pedas itu dengan santai keluar dari mulut Kale yang masih menampakkan seringai sinisnya.
"Kamu akan menyesal, Kale," pria paruh baya itu kehabisan kata-katanya. Tapi dengan sekuat tenaganya, ia melayangkan sebuat pukulan ke arah kepala Kale.
Sayangnya, pukulan itu berhasil ditahan sama Kian yang baru aja lewat di depan ruangan yang pintunya setengah kebuka itu. Kian yang awalnya nggak mau ikut campur dan berurusan sama atasan anehnya itu akhirnya pun masuk dan melindungin Kale.
"Pak, kalau bapak mukul karena bapak kesal Kale menyatakan kebusukan bapak di depan muka bapak, coba cek nurani bapak deh. Masih aktif apa udah mati," Kian berujar nggak kalah sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your Own Guerrilla 1.0 [ATEEZ SHIPS]
Fanfiction"Negara kita rusak oleh oknum yang kita pikir akan memajukan negara kita," -Chandra Sagara Ini kisah tentang Mereka dan Gerilya melawan bobroknya pemerintahan Indonesia. Semua bagian dari cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon abaikan jika ada kesa...