Kale masuk ke kamarnya dengan langkah gontai. Menurut Kendra yang punya keperibadian berkebalikan dengan sang kakak, jarang-jarang Kale begini. Biasanya, Kale selalu pulang dan memberikan berita terbaru yang masih hangat langsung dari meja pemerintahan dengan bersemangat sepulang kerja. Tapi, hari ini berbeda, kayaknya ada sesuatu yang benar-benar menyerap segala tenaganya.
"Bang, kenapa? Lemes amat," tanya sang adik.
"Gue beberes dulu, capek banget hari ini," Kale melempar tas kerjanya ke sofa yang ada di seberang ranjang mereka.
"Bang Kale, itu amplop apa?" Kendra bertanya ketika ia menemukan sebuah amplop putih yang menggembung, hampir meledak karena isinya banyak banget.
"Gue mandi dulu, dek. Nanti kita diskusi soal itu," Kale berujar sambil menarik asal selembar kaus oblong dan celana kolor dari lemarinya.
Dalam hitungan kurang dari 20 menit, sang kakak sudah kembali masuk ke kamar dengan pakaian santai dan rambut yang agak lembab lantaran habis keramas. Kendra udah duduk di atas ranjangnya, siap banget mendengarkan cerita dari sang kakak.
"Amplop itu dari salah satu petinggi partai, katanya buat papa dan mama. Pesannya sih ga boleh dibuka, tapi gue juga penasaran kenapa sampe gue, anaknya ga boleh buka juga?" Kale mengerenyitkan keningnya.
"Ya gue sih curiganya itu salah satu akal-akalan mereka buat minta papa dan mama melancarkan rencana mereka yang waktu itu lo ceritain ke gue, Bang," ucapan Kendra membuat Kale penasaran juga, pada akhirnya.
Pemuda seratus tujuh lima senti berambut coklat itu langsung bangkit dan mengambil amplop putih yang hampir meledak tersebut keluar dari tas kulit berwarna coklat miliknya.
"Dek, beneran buat acara kampanye berkedok festival musik itu. Bahkan lengkap sama surat-surat dan rincian alokasi dananya," Kale membaca surat yang disematkan di luar amplop tersebut.
"Bang, gue dapet berita juga," Kendra menghela nafasnya sambil membuka beberapa situs berita di layar gawai perangkat tabletnya. "Penggelapan dana bantuan operasional sekolah, disertai penarikan uang SPP berkedok Infaq di daerah rural Jawa Tengah," Kendra membaca salah satu judulnya. "Dananya kemana?" sambungnya lagi.
"Pendidikan dasar 12 tahun tuh penting banget, kalo mereka nge-charge tiga puluh ribu buat SPP yang dananya entah mau dialihkan kemana itu, nasib anak-anak di pedesaan ini gimana? Apa angka kebodohan di sini nggak semakin tinggi?" gerutu Kale.
"Bang, besok gue siaran sama Sasi. Mungkin soal pendidikan ini bakal gue jadiin bahan diskusi di radio kampus. Soal dana itu, kita tahan dulu. Jangan sampe titipan itu nyampe ke papa sama mama," Kendra berujar dengan tatapan memohon pada sang kakak.
"Oke, jangan patah semangat, dek. Gue yakin kita berdua bisa jadi tim yang solid," sang kakak tersenyum dan keduanya pun bersiap masuk ke alam mimpi usai dua jam dongeng politik sebelum tidur tersebut.
----
Siang itu, ruang rapat Eagle FM dipadati oleh delapan pemuda perintis gerakan mahasiswa Rajawali dari kampus Elang. Sepertinya, kedelapan orang ini tengah sibuk menggodok materi siaran "Lunch With Sahasika" mengingat banyaknya temuan fakta tak terduga yang diutarakan oleh dua kakak tertua mereka, Sasi dan Kendra. Sasi masuk membawa setumpuk materi, udah disusun rapi per kelompok berita hasil temuannya. Sementara Kendra sibuk dengan laptopnya, susunan rancangan pidato dan topik diskusi terbuka untuk siaran-siaran propaganda mereka.
"Kak Sasi, kalo materi dan topik diskusinya rame gini, apa nggak lebih baik kita bikin dua segmen?" ini saran dari Yuda.
"Maksudnya gimana, Yud? Bikin siaran diskusi internal sama siaran podcast gitu di spotify?" tanya Jett.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your Own Guerrilla 1.0 [ATEEZ SHIPS]
Fiksi Penggemar"Negara kita rusak oleh oknum yang kita pikir akan memajukan negara kita," -Chandra Sagara Ini kisah tentang Mereka dan Gerilya melawan bobroknya pemerintahan Indonesia. Semua bagian dari cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon abaikan jika ada kesa...