Tok Tok Tok
Aku merasa terganggu dengan suara ketukan pada pintu kamarku. Entah siapa yang mengetuk pintu berkali-kali, membuatku segera bangun dari kasur nyamanku.
"Iya, sebentar", ucapku sambil berjalan gontai menuju pintu.
Kulihat Jeno di depan pintu kamarku dengan baju putih, celana hitam selutut dan tak lupa dengan muka datarnya yang tampan. "Kau baru bangun? Segeralah turun, kita menunggumu sarapan di bawah", ucapnya padaku.
"A-ah, maaf. Baik aku akan segera turun", sahutku gugup. Bagaimana aku bisa lupa kalau ini adalah hari pertamaku dikeluarga ini, ah bodohnya aku.
Jeno hanya tersenyum tipis sambil mengangguk kemudian meninggalkanku turun ke bawah. D-dia tersenyum? Jeno lee yang bermuka datar tersenyum padaku? Ah, nada bicaranya juga tidak datar dan kaku seperti kemarin. Astaga, apa yang aku pikirkan! Aku harus segera membersihkan diri dan turun.
Aku bergegas ke kamar mandi, merapihkan tatanan rambutku, dan aku siap untuk turun. Aku tak ingin membuat orang-orang dikeluarga ini menungguku terlalu lama, maka dari itu aku hanya asal memilih baju yang akan kupakai. Aku hanya menggunakan crewneck biru dengan celana selutut kemudian aku bergegas turun menuju ruang makan.
"Aigo, bungsu Bubu yang manis. Kemari sayang!", sapa Bubu antusias ketika aku muncul di ruang makan. Aku berjalan menuju Bubu dengan gugup sambil meremas pakaianku tanpa sadar. Bubu menepuk kursi kosong disebelahnya yang aku sadari bahwa kursi itu untuk ku duduki. Aku duduk diantara Bubu dan daddy Jae, yang mana posisiku berhadapan langsung dengan Jeno dan Mark.
Cup
"Bagaimana tidurmu Haechanie? Apakah nyenyak? Aigo, kau manis sekali", ucap Bubu setelah mengecup pipiku. Tentu saja aku kaget, aku tak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini semenjak kedua orang tua ku telah tiada, dan aku juga semakin gugup memperoleh perlakuan manis dari Bubu pagi ini di hadapan kedua anaknya.
"Ne, Haechanie tidur dengan sangat nyenyak sehingga bangun terlambat. Maaf telah membuat Bubu dan yang lain menunggu", ucapku gugup.
"Aigo, imut sekali. Tidak masalah, Haechanie tidak perlu sungkan begitu", sahut daddy Jae sambil mengelus rambutku dengan lembut, "Jja, mari kita sarapan, Haechanie makan yang banyak arasseo?", lanjutnya.
Kami sarapan dengan tenang di ruang makan, suasana sarapan pagi ini seperti pada suasana sarapan pada umunya. Denting sendok beradu dengan piring terdengar seolah berirama, dengan obrolan ringan Bubu dan Daddy Jae dengan kedua anaknya. Namun, suasana ini sedikit menegangkan bagiku. Karena sekali lagi, aku masih gugup dan malu. Aku menanggapi obrolan ringan ini dengan senyum kaku, dan Bubu menyadari kegugupanku. "Haechanie tak perlu gugup dan tegang begitu, kita tidak sedang sidang kok. Santai saja sayang. Haechanie bisa bilang kalau membutuhkan apa pun ke Bubu, Daddy, Jeno atau Mark", ucap Bubu sambil mengelus rambutku. Aku hanya mengangguk malu. Kemudian, tanpa sengaja aku bersitatap dengan Mark, yang membuatku langsung salah tingkah. Mark menatapku dengan lekat. Daddy Jae menyadarinya, ia kemudian menyeletuk "Ah iya, Haechanie seumuran dengan Jeno kan ya?", aku mengangguk. Daddy Jae hendak melanjutkan kalimatnya sebelum kemudian dipotong oleh Jeno, "Aku lebih tua satu tahun dari mu. Kau tak perlu memanggilku 'Hyung', tak apa karena kita berada di tingkat yang sama, santai saja. Katakan padaku jika kau butuh bantuan, jangan sungkan. Kita keluarga sekarang", ucapnya padaku sambil tersenyum. "Ne", sahutku lirih sambil mengangguk. Astaga, kukira dia orang yang kaku ternyata dia sangat baik dan manis. Ah, dan tampan tentu saja.
Bubu dan daddy Jae tersenyum mendengar ucapan Jeno.
"Aku selesai", nada bicara datar yang berasal dari Mark terdengar. Ia telah menyelesaikan sarapanya, dan sudah berdiri dari kursi. "Aigo, duduk dulu Mark, kau tak ingin mengatakan apapun pada Haechanie?", tanya Daddy Jae pada Mark. Sejujurnya, aku sangat takut jika berhadapan dengan Mark, dia memiliki aura yang sangat mendominasi dan seolah tak terbantahkan. Ah, jangan lupakan muka tampannya dan nada bicara yang selalu datar.
Mark mengernyit, lalu dia menatapku (lagi) dengan lekat sambil menghela nafas. "Kau sudah tau kan? Aku sulung di keluarga ini. Kau bisa panggil aku Kakak", ucapnya datar. Aku segera mengangguk. Ia berdiri lagi hendak meninggalkan ruang makan tanpa mempedulikan ucapan Daddy Jae tadi. Namun, baru beberapa langkah, ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah meja makan sambil menatapku, "Ah, satu lagi. Selesaikan sarapanmu, aku tunggu di garasi. Kau ikut aku ke mini market", ujarnya kemudian meninggalkan meja makan. Sekali lagi aku hanya mengangguk dan menjawab dengan lirih "Ne".
Daddy dan Bubu menggelengkan kepalanya, Jeno mengedikkan bahu acuh seolah terbiasa dengan sikap Kakaknya yang seperti itu. "Ah, Haechanie tenang saja. Mark baik kok. Ayo selesaikan makanmu sayang", ucap Bubu memecah keheningan yang baru saja terjadi.
Aku segera menyelesaikan sarapanku, mengingat Mark ah bukan, maksudku Kak Mark yang menungguku di garasi. Aku semakin gugup dan takut karena akan berhadapan secara langsung dengan Kak Mark. Aku berusaha menepis pikiran-pikiran negatif tentang Kak Mark dan menyelesaikan sarapanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our
FanfictionLee haechan, seorang remaja 18 tahun sebatangkara yang tinggal di Seoul, kedua orang tua sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat saat perjalanan bisnis yang kini diadopsi oleh pasangan terpandang di Korea. Lee Haechan, kini tinggal bersama orang t...