15. Epilog

621 59 14
                                    

Sebastian Moran.

Nama itu tertulis dengan rapih di batu nisan yang tertancap di atas tanah yang basah akibat terguyur oleh derasnya hujan.

Kuroo berjongkok disebelah makam Kakak satu-satunya yang sudah tiada itu. "Woy, gua dateng." Kuroo berkata sambil menatap nisan itu lembut.

"Seenggaknya nyaut kek,"

"Ngotak dikit lah, kalo nyaut bakalan berubah genre jadi horror nanti!" Ucap Kenma yang berdiri di belakang Kuroo.

"Iya juga sih.. Ya tapi gua cape anjir, ngomong tapi dia gak jawab." Ucap Kuroo sambil menatap makam Kakaknya itu.

"Lu baik-baik ye Bang di sono, jangan kebanyakan main catur lu. Menang mah kaga kena skak iya." Ucap Kuroo kemudian tangannya bergerak seolah meraih sesuatu yang seharusnya ada disebelah kanannya.

Kenma yang melihat itu hanya menghela nafasnya, "Lu taro mana bunganya?"

Kuroo cengengesan kemudian menoleh kepada Kenma, "Di dalem jok motor."

Kenma menyodorkan tangannya, "Kunci, biar gua ambil." Kuroo segera menyodorkan kunci motornya dan memberikannya kepada Kenma. Kenma langsung melangkah menuju kearah parkiran tempat dimana motor Kuroo berada.

Setelah Kenma pergi, Kuroo menatap makam Kakaknya, diwajahnya terpampang senyum tipis. "Lu pasti seneng, kan? Kali ini gua nengok lu gak sendiri, gua sama Kenma."

"Lu gak sopan banget kalo gak seneng, gua sama Kenma udah bela-belain ngebuang waktu gua cuman buat nengok lu doang." Ucap Kuroo.

Kuroo menatap nisan itu, "Bunda kangen sama lu," Kuroo mengusap wajahnya kasar seolah tak tahu harus berbuat apa.

"Gua sesek Bang, gua sesek. Lu gak sopan banget sama gua, kata-kata terakhir lu gak banget." Ujar Kuroo.

"Gara-gara lu gua jadi gak suka hujan tau gak?!" Tatapannya berubah menjadi sendu. "Tanggung jawab, gua sekarang gak tau harus ngapain..."

Flashback on

Kuroo menatap Kakaknya yang berbaring lemah di atas kasur rumah sakit dengan tubuhnya yang di penuhi berbagai alat medis.

Kakaknya-Sebastian Moran menderita kanker otak stadium akhir, dan itu sudah tidak bisa lagi disembuhkan. Kuroo terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa melihat kondisi Kakanya. Kondisinya lebih buruk sejak terakhir kali ia menjenguknya.

"Gak usah ngasianin gua, gua gak bakal ke skak." Moran berkata dengan suara parau dan lemasnya.

Kuroo menatap wajah Kakaknya yang pucat itu, "Tapi lu bentar lagi bakalan ke skak."

Moran memukul lengan Kuroo pelan, "Mulut lu anying! Kek yakin bet gua bakalan mati."

"Gua gak ngomong gitu!"

"Tapi perkataan lu mengarah kesitu ya jamal!"

Kuroo tak membalas perkataan Kakaknya itu, ia malah duduk di kursi yang ada disebelah ranjang dan menatap intens Moran.

Moran yang mendapati Kuroo menatapnya seperti itu hanya menggeleng pelan, "Jangan gitu, gua jadi keliatan miris banget."

"Emang, lu kan selalu miris dimata gua."

"Mana main catur gak pernah menang lagi."

"Gua beneran mau getok lu," Moran berucap sambil tersenyum tipis.

"Btw Kur, gua mau cerita sama lu." Ucap Moran.

"Cerita aja," Ucap Kuroo sambil menatap infus yang berada di tangan kanan Moran.

Mantan || Kuroken[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang