Tampan.
Karismatik.
Mempesona.
Yibo jika di deskripsikan dengan tiga hal di atas hampir tak memiliki celah. Dia membuka kancing blazer seragamnya seraya melangkahkan kakinya memasuki kediamannya yang luar biasa besar. Orang orang membungkuk hormat padanya, daun pintu rumahnya bahkan di bukakan oleh orang lain. Yibo tak tampak sebagai seorang remaja biasa saja. Dia selalu keren, bahkan ketika membuka kancing blazernya karena gerah di depan rumahnya sendiri.
Tak berteriak. Yibo melangkahkan kakinya dengan tenang, dia harus menjaga keeleganan di setiap langkah kaki panjangnya. Dia menaiki satu per satu anak tangga berkarpet merah bermotif yang menuju kamarnya. Bahkan untuk membuka pintu kamarnya sendiri, Yibo tak perlu repot. Dia terlalu dimanja, sayangnya dia tumbuh tak menjadi anak manja. Karena dia punya ambisi.
Ambisi untuk mengambil segalanya dari sang ayah.
Dia membanting hiasan vas di salah satu pajangan di sudut ruangannya. Tentu saja mahal. Itu di import dan dibuat oleh seniman yang hebat. Seluruh pelayan pribadinya memilih untuk mengunci mulut mereka di depan kamar Yibo.
"SEAN XIAO ZHAN!" dia menggeram. Melafalkan nama yang selalu membuatnya gila.
Mencoba mengatur nafasnya. Yibo tak boleh di kuasai amarahnya atau ia kalah.
Kalah dari siapa? Menang untuk apa? Pertandingan apa yang sedang ia lewati? Yibo tak tahu. Dia sama sekali tidak tahu.
Dia mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur king sizenya yang terlihat nyaman. Menatap foto keluarga yang terpajang di hadapannya. Dia menatap wajah ayahnya-seseorang yang harus ia lampaui ada di sana. Tapi kenapa ia harus melewati ayahnya?
Memijit kepalanya. Yibo kadang merasa lelah.
Lelah atas apa? Dia pun tak tahu. Dia hidup berdasarkan apa, dia tak mengerti. Setiap harinya adalah pelajaran dan pengalaman untuk menghadapi masa depan tapi sejujurnya ia tak mengerti apa yang akan ia lakukan di masa depan.
Yibo menghela napasnya. Dia sudah mendapatkan dirinya kembali. Dia menyentuh brankas yang terletak di sudut kamarnya. Memutar kode brankas hingga pada kombinasi yang pas.
Terbuka.
Mungkin Yibo itu bisa terbilang aneh. Benda yang berharga baginya bukanlah uang, berlian, ataupun permata. Dia tak menyimpan emas batangan di tempat bernama brankas. Sesuatu yang berharga untuknya adalah-
Sebuah figura kecil. Di sana ada anak laki-laki seperti boneka yang tersenyum dengan busana santai yang membalut tubuh kecillnya. Rambut halusnya membingkai wajah mungilnya dengan topi kelinci di atas kepalanya. "Xiao Zhan" bibir Yibo menggumamkan nama anak yang menjadi tokoh di dalam figura itu. "Aku lelah." ucapnya.
"Yibo, percaya padaku. Cinta pertama itu tak harus memiliki, cinta pertama itu tentang menjadi pemuja rahasia" Yibo masih teringat kata kata Sehun-sahabatnya yang menasihati dirinya. Mengingatkannya bahwa ia masih jauh dari kata pantas untuk Xiao Zhan. Harusnya dahulu, dia membuang keberanian bodohnya itu.
Ikemen
.
.
Ika. Zordick
.
"Kau sudah datang?" Yibo membungkukkan tubuhnya pada calon mertuanya. Hangeng tersenyum cerah. Perawakannya bak bunga tulip putih. Terlihat tenang, indah dan bercahaya. Hangeng itu tipe orang suci yang sangat baik hati. Tapi sialnya Yibo sudah melihat sisi lainnya-sisi di balik pencitraan pria itu dalam menghajarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IKEMEN√
FanfictionPenolakan itu tak membuat Yibo dendam, hanya saja dia mendapat motivasi menjadi lebih baik. "Bukan salahmu karena menolakku atau melupakan ku". "Kesalahanmu hanya karena tak mengenaliku" Original Story by: @ikazordick Cr: Gambar nyomot Pinterest #R...