Dia Jingyu. Pria oriental dengan wajah yang suka menunjukkan cengiran konyol di wajahnya yang manis dan tampan. Jingyu memiliki paket lengkap di wajahnya yang kadang dewasa dan kadang sangat kekanakan. Jingyu itu polos. Karena dia suka menuliskan sesuatu di setiap kertas putih tentang sesuatu yang terjadi di dimensi lain. Dapat dikatakan sebagai—
Tuhan.
Ya, dia Tuhan dalam setiap tulisannya.
Namun, dunia nyata bukan tempatnya untuk menjadi Tuhan. Dunia nyata memiliki Tuhannya sendiri, dan ia tak sedang berpikir untuk mengambil tempat yang bukan miliknya. Dia hanya seorang perencana saja—meski penentunya bukan dirinya.
“Hei” Jingyu menyapa. Sesosok pria tampan yang tengah duduk di sisi tempat tidur dengan segala di sekitarnya sepertinya tak pada tempatnya. Dia menaikkan tangan kanannya, sedikit melambai—memberikan kesan bahwa ia orang yang hangat. Meski wajahnya, terlihat dingin dan tatapannya tajam melihat pria yang tampak acak acakan tersebut. “Kau memiliki kelainan untuk melampiaskan kemarahanmu pada benda mati ya.” sedikit mengolok.
“Tapi, selagi kau memang orang kaya, kurasa tak masalah.” ucapnya kemudian. Mendudukkan dirinya di atas buffet panjang. Jingyu tak mengambil resiko dengan melangkah maju dan duduk di atas tempat tidur yang sama dengan pria yang tengah ia kunjungi. Dia kemudian di dorong, setelahnya punggungnya di penuhi beling. Mengerikan sekali.
“Mau apa kau kemari?” Tanya Yibo—pria yang kini menatap lebih dingin dari Jingyu.
Tersenyum lebar. “Mengunjungimu.” katanya. “Pencitraan yang menunjukkan aku orang baik yang mengunjungi seniorku yang sedang sakit.” membuat Yibo berdecih mendengarnya. “Aku sungguh hanya ingin mengunjungimu.” mata Jingyu menyayu,
“Aku akan menjadi seorang penulis dan aku akan menuliskan namamu di lembaran kosong ini”
“Aku bukan orang kaya bagaimana caranya aku bisa mendeskripsikan gaya hidupmu?”
“Kenyataannya, aku akan masuk ke dalam hidup seperti apapun untuk tulisanku”
Jingyu itu, bukan membicarakan hanya soal inspirasi. Dia membicarakan sesuatu yang ia sebut dengan sudut pandang. Dia adalah sudut pandang orang ketiga dalam setiap karyanya, yang artinya dia ingin menyaksikan sendiri setiap hal yang terjadi.
“Aku ingin tahu akhirnya, Yibo. Apakah kau akan tetap menjadi sebuah boneka untuk ayahmu?” Jingyu merunduk, menatap Yibo dengan matanya yang berkilat menyenangkan. Dia sangat ingin tahu. Segalanya bukan di tangannya, akhir ini hanya tentang Yibo.
“Atau, kau akan mulai menjadi manusia pembangkang yang tetap melanjutkan pertunanganmu dengan Xiao Zhan dengan embel embel cinta?” Jingyu membicarakan akhir yang lain. “Itu akan menjadi akhir yang sangat tidak menyenangkan.”
“Atau kau akan pergi, setelah kau cukup kuat, kau akan kembali untuk menikahi Xiao Zhan? Akhir yang menyenangkan.” Yibo menggeram. Dia menatap Jingyu. Lelaki ini benar benar—
“Atau kau dan Xiao Zhan mati bersama saja.” Jingyu menyeringai.
“Aku sejujurnya tidak terlalu menyukai akhir yang bahagia. Sangat tidak realistis” Yibo melotot melihat Jingyu. Dia tahu apa yang akan selanjutnya pria itu akan katakan. “Mati bersama atau hidup bersama akan seperti akhir yang bahagia, semua hanya tentang sudut pandang. Tapi jika salah satu mati dan yang lain harus melanjutkan hidup dengan penuh penderitaan. Bukankah lebih menyedihkan?”
“HUANG JINGYU!” teriak Yibo. Dia menerjang Jingyu membiarkan kakinya yang tanpa alas kaki terluka oleh pecahan kekacauan yang dia buat.
BUGGHHH—
KAMU SEDANG MEMBACA
IKEMEN√
FanfictionPenolakan itu tak membuat Yibo dendam, hanya saja dia mendapat motivasi menjadi lebih baik. "Bukan salahmu karena menolakku atau melupakan ku". "Kesalahanmu hanya karena tak mengenaliku" Original Story by: @ikazordick Cr: Gambar nyomot Pinterest #R...