09. Kompromi

4.1K 292 17
                                    

Fania dan Dito menghabiskan bulan pertama pasca mereka menandatangani surat kontrak dengan cukup akur. Hingga tiba hari ini. Dito bersama Fania mengunjungi rumah orang tua Dito karena mereka berdua diributi oleh ibunda laki-laki itu agar segera menentukan tanggal untuk resepsi pernikahan. Yang bahkan belum pernah dibahas oleh keduanya karena memang tidak terpikir ke arah sana.

Sebelum mengunjungi rumah orang tua Dito, mereka berdua sudah lebih dulu meyakinkan orang tua Fania agar menghargai keputusan yang mereka ambil yaitu bahwa mereka belum berniat untuk menggelara acara resepsi pernikahan dalam waktu dekat. Orang tua Fania mudah diyakinkan karena mau bagaimanapun juga papanya Fania sedang dalam masa pemulihan pasca dirawat di rumah sakit hampir tiga minggu lamanya itu.

Yang sulit adalah meyakinkan Wening, ibunda Dito yang paling semangat ingin menggelar acara pernikahan besar-besaran untuk anak laki-laki satu-satunya. Dito beralasan bahwa mempersiapkan pernikahan akan sangat menyita waktu, tenaga, dan pikiran. sementara ia sedang sibuk dengan sekolahnya, mempersiapkam diri untuk menjadi dokter spesialis. Sementara Fania juga disibukkan dengan pagelaran busana menjelang akhir tahun. Namun, ibuya masih begitu kukuh hingga membuat ayah Dito memilih untuk meninggalkan ruang tamu karena telinganya sudah terlalu panas mendengar kekeraskepalaan istrinya itu.

"Kalau kalian nggak sempat, biar Ibu sama keluarga aja yang ngurus. Tinggal cari WO yang bisa handle semua. Kalian bisa terima beres aja," kata Wening masih dengan keras kepala.

"Ini kan pernikahan aku sama Fania, Bu. Fania pasti pengen terlibat langsung buat ngurus nikahan. Iya, kan, Fan?" Dito meminta dukungan dan mendapat anggukan dari Fania. "Nah, kalau sekarang kami terutama Fania belum sempat mau urus-urus walau sekadar janjian sama WO buat meeting bahas konsep nikahan."

Sebelum Wening kembali menimpali, Fania ikut buka suara. "Soal resepsi, bukannya Fania sama Dito nggak mau, Bu. Tapi menurut kami nggak harus sekarang. Fania bukan mau ngarang alasan tapi Fania juga mau lebih mengenal Dito dulu, Bu. Fania sama Dito kan belum benar-benar kenal lagi setelah belasan tahun nggak ketemu."

"Kalau syukuran keluarga besar aja gimana? Nggak usah ngundang kerabat. Makan-makan di rumah, atau bisa nginep satu malam di vila keluarga yang di Bali. Mau ya?"

   Wening benar-benar kukuh. Tidak ingin mengalah begitu saja dari argumen-argumen anak dan menantunya.

Dito meraih dan menggenggam tangan Wening.

   "Bu, aku sama Fania baru mulai proses penjajakan. Kami mau lebih saling mengenal dulu. Kami mau sama-sama nyaman dulu sebelum menggelar acara besar. Buat apa bikin acara resepsi kalau mempelainya aja masih asing satu sama lain?"

"Kalian berdua kan sudah kenal dari lahir. Makanya Ibu nggak khawatir. Kalian pasti lebih mudah beradaptasi."

Setelah hampir satu jam menjelaskan ini itu kepada ibunya dan tak ada hasil, pada akhirnya ekspresi lembut di wajah Dito berangsur-angsur berubah datar. Ia sudah mulai kehabisan stok kesabaran.

"Bu, kita pindah waktu Fania masih kecil lho. Belasan tahun setelahnya aku sama Fania nggak pernah ketemu lagi. Kami berdua melewati proses tumbuh dewasa tanpa saling tahu kehidupan masing-masing. Kami berdua juga nggak pernah tahu kalau pada akhirnya akan menikah saat udah dewasa dengan jalan ini. Kami berdua masih sama-sama bingung. Kami berdua sedang berusaha sebaik mungkin untuk mulai menjalani kehidupan rumah tangga kamu, Bu. Tolong Ibu mengerti."

Dito menjadi terlalu emosional setiap kali membahas masalah ini hingga suaranya naik satu oktaf. Membuat Fania dan ibunya Dito sama-sama terdiam karena ucapan laki-laki itu.

"Kemarin aku nggak sempat bahas ini dengan Ayah dan Ibu karena prosesnya terlalu mendadak. Tapi, Bu, pernah kenal waktu masih kecil bukan berarti semua menjadi mudah untuk dijalani saat kami memutuskan untuk menikah. Aku bilang begini bukan karena menganggap pernikahan orang lain yang sudah direncanakan matang-matang akan lebih mudah dijalani. Tapi ada hal-hal yang lebih penting untuk diurus daripada sekadar acara resepsi yang cuma sehari. Aku nggak mau senang-senang di acara resepsi tapi−"

NIKAH KONTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang