far away • jaemin x winter

01 • komplek rumah

16:32

"Kita mau ke mana?" tanya gue saat kami mulai mengarah keluar dari komplek rumah gue.

"Gue mau ajak lo keliling Jakarta."

"Buat apa?"

"Pingin aja. Lo ga pingin?"

Ya pinginlah, batin gue.

"Jem—"

Baru aja gue memanggil namanya, dia tiba-tiba memotong kalimat gue. "First of all, gue cuma mau lo tau kalo gue kayak gini karena gue sayang sama lo."

Gue menelan ludah.

"As a friend," lanjutnya. "A mega-best friend."

Gue udah tau dia akan menambahkan embel-embel 'teman' di akhir kalimatnya, maka gue berusaha meredam detak jantung yang terlalu cepat ini.

Hal-hal seperti ini, gue dan Jaemin ditempatkan di dalam satu kalimat yang sama dengan 'sahabat baik', udah biasa bagi gue.

Little does he know, gue menginginkan yang lebih dari itu.
Terlepas dari seberapa gantengnya dia dan suaranya yang merdu, gue menyayanginya lebih dari sebatas teman.

Gue menyayangi Jaemin saat dia lagi ngupil.

Gue menyayangi Jaemin saat dia grasak-grusku di kelas, teriak "ADUH GUE KEBELET BOKER!".

Gue menyayangi Jaemin saat dia menangis pukul 2 pagi karena kangen sama Jaehyun, abangnya, yang jarang pulang ke rumah.

Gue menyayangi Jaemin bahkan saat dia salah main chord gitar dan suaranya out of tune.

Gue menyayangi Jaemin saat ulangan sosiologinya dibagiin dan dia cengengesan karena dapet 20.

"Win, kok diem sih? Tumben."

Gue menoleh padanya. "Gapapa. Lo juga kenapa diem?"

Dia malah ketawa kecil, senjata utamanya untuk bikin gue jatuh lagi dan lagi.

"Jadi tujuan nomer satu kita adalah...," ujarnya sambil memutar kemudi, membelokkan mobil keluar dari komplek. "Sebenernya gue gatau."

"Kok gitu sih?"

"Kita ini ga punya tujuan, Winter."

Gue mulai ngga ngerti sama dia.

"Gue cuma mau bikin tanki bensin gue kosong dengan cara yang menyenangkan."

"Bangsat lu."

"Gue pikir itu sebuah compliment buat lo karena artinya lo menyenangkan. Ya ga sih?"

"Ya juga sih. Bolehlah."

Jaemin berdeham sekali. "Selain itu, gue mau ngabisin malem ini bareng lo."

Sinting.

—