Jatuh cinta terbagi menjadi dua.
Pertama, membuat orang menjadi bodoh.
Kedua, membuat orang menjadi lebih baik.Aku mengeluh pada Hilda tentang ancaman dosen mata kuliah Ilmu Sastra yang dulu di pertemuan pertama kelas semester satu mewajibkan mahasiswa kelasnya untuk ikut kegiatan kampus seperti organisasi atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tapi sampai selesai UTS ini tidak ada satu pun mahasiswa yang menyetorkan surat aktif kegiatan. Dosen marah, lalu mengancam akan menjatuhkan nilai D bagi mahasiswa pasif jika di pertemuan terakhir sebelum UAS tidak memberikan surat keterangan aktif organisasi atau UKM tersebut.
"Udah, Za. Lo nggak usah bingung atau setres mau gimana dapetin surat aktif organisasi itu. Gue udah daftarin lo masuk IMRI bareng gue kok kemarin!" pekik Hilda dengan bangga dan matanya berbinar-binar.
"IMRI?" tanyaku tidak begitu ngeh.
"Iya, IMRI. Ikatan Mahasiswa Rohani Islam, Lembaga Dakwah internal Kampus," balas Hilda lagi dengan senyum selebar perut ikan paus.
Kerongkonganku nyaris tersedak jus jambu. GILA! Aku tidak salah dengar kan barusan Hilda bilang aku didaftarkan lembaga dakwah kampus? Ngajak tawuran sih ini anak. Mau mempermalukan diri sendiri atau meribetkan hidup yang sudah ribet sih? Sudah tahu kelakuan kita tidak mencerminkan anak-anak alim, pakai jilbab juga tidak, kelakuan bebas begini, mana ngarang pula main-main masuk lembaga dakwah segala. Hilda pasti bercanda. Aku tertawa dibuat-buat.
"Ini bukan saatnya bercanda Hil... ini serius!" aku balas memekik.
"Gue serius..." balas Hilda dengan pasti sembari menatapku lurus-lurus.
"Gue yang serius, lo bercanda kan?"
Hilda berdecak, lalu mengaduk-ngaduk jus tomatnya dan menyedotnya tanpa peduli dengan pertanyaanku.
"Hil, jadi lo beneran daftarain gue IMRI?!" tanyaku, panik.
"IYA," jawabnya sambil mendelik.
"Lo gimana sih kayak nggak ada organisasi lain aja. Itu lembaga dakwah loh, Hil!? Lo lihat kita kan? Kita nggak pakai jilbab. Kelakuan nggak jelas. Apa kata Avengeeerrr?!?"
"Ya terus lo mau apa hah? Mau kita dapat nilai D? Mau?! Udah deh percaya sama gue. Nggak pakai jilbab ya tinggal pakai jilbab. Ribet amat," jelasnya seolah tidak masalah.
"Haduuuh... tunggu-tunggu! Alasan lo daftar IMRI itu apaan sih?! Nggak mungkin banget juga seorang Hilda yang peduli style fashion hits zaman now tiba-tiba mau ribet-ribet gerah pakai jilbab. Pasti ada yang nggak beres nih sampai gue dibawa-bawa pula. Nggak masuk akal!" gerutuku sambil memandanginya curiga dan penuh emosi.
"Inget Tirta?"
Aku mengernyitkan kening, "Ya, ingatlah! Tiap hari lo ngomongin dia mulu sampai bosen gue dengernya, tapi gue nggak terlalu ingat muka dia yang mana. Eh—"
Aku menghentikan bicaraku karena ingat sesuatu. Hilda tersenyum manis sekali dengan binar matanya yang bisa sekali menggoda laki-laki, tapi tidak ada satu pun laki-laki yang menembaknya mau dia terima, karena merasa tidak cocok. Hilda nge-fans berat dengan Tirta. Ketika aku bicara tadi sampai sekarang aku menatapnya penuh, Hilda masih senyum-senyum tidak jelas.
Ya pantas saja Hilda begitu kekeuh mengikuti IMRI, secara... Tirta adalah ketua umum IMRI, cowok tampan sekaligus cowok idamannya yang ia taksir sejak masa-masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek). Aku jadi ingat masa-masa yang telah lalu ketika aku masih ospek mahasiswa baru. Hilda itu kalau lihat cowok ganteng sedikit saja langsung heboh berlebihan. Jerit-jerit heboh dan memukul-mukul lenganku sambil berkata, "Za, ada cogan, ada cogan oh my God! Nggak kuaattt...." dan tingkahnya yang nggak kekontrol itu benar-benar membuat orang yang lihat dia mungkin berpikir, 'Ih, apaan sih nih orang. Norak banget.'
Ketika ospek universitas yang terakhir memang diadakan sederetan pentas yang ditampilkan oleh banyak organisasi dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tapi, dari seribu satu laki-laki, eh tidak sampai seribu sih, itu cuma analogi. Intinya dari banyak peserta laki-laki ganteng yang pentas di penutupan ospek, satu banget nih yang memikat daya tarik seorang Hilda, yaitu Tirta. Lengkapnya Tirta Darmawan. Percayalah, aku tahu nama panjangnya tentu saja dari Hilda.
Kabarnya sih Tirta itu ketua umum lembaga dakwah fakultas kita gitu. Bayangkan akan seberapa lama si Hilda dapat mengalihkan perhatian si ketua umum LDK itu? Pasti lama lah! Bahkan bisa gagal total! Mana mungkin si Tirta yang alim itu langsung terbius oleh kecantikan, keseksian, dan tukang mengumbar aurat seperti Hilda.
Orang-orang di dunia ini juga tahu kalau lelaki baik-baik pasti akan memilih perempuan baik-baik juga. Laki-laki yang agamanya baik, pasti memilih perempuan yang beragamanya juga baik, yang berjilbab, lembut, kalem, hidupnya jelas, ya... yang gitu-gitu deh. Ya kan? Ya dong? Ya kalik asal pilih, mereka juga pasti mikir-mikir kalik pilih pasangan hidup. Sarap memang sih Hilda. Mengorbankan aku banget.
"Paham kan? Temenin yaa... lagian ada untungnya juga buat lo. Please, bertahan ya sampai gue dapat perhatian Tirta..." rengek Hilda seperti anak kecil minta permen lollipop, tapi dikasihnya permen jahe.
Aku menatap Hilda malas setelah mendengar pernyataannya. Dunia, tunjukkan padaku mana sahabat yang tidak akan memanfaatkan sahabatnya untuk kepentingan asmara? Sial. Kenapa harus begini sih. Oke, demi persahabatan dan demi ancaman dosen, aku rela aktif IMRI supaya segera dapat surat aktif, terus segera keluar dari organisasi itu. Oke nggak apa-apa pakai jilbab sementara, sebulan lebih sedikit. Pura-pura doang, habis itu lepas kan. Ribet amat.
"Azza... ayolah..." Hilda melanjutkan rengekannya.
"Iyaaa... terserah lo, Hil. Tapi, ntar pokoknya setelah gue dapat surat aktif organisasi, gue mau keluar IMRI. No bantahan."
"Yaaahh... cepat banget dong Za, mana bisa gue narik perhatian Tirta secepat itu. Lo kan tahu dia ketua umum IMRI. Ya gila aja gue yang modelnya begini, sebulan mesti sanggup dapat perhatian Tirta."
Aku berdecak kesal. Kemana sih otak si Hilda ini.
"Hil, semua orang di dunia ini juga tahu kalau laki-laki yang modelnya kayak Tirta, mana mau diajak pacaran, kecuali dia nggak tahan godaan. Lo percuma juga narik perhatian dia kalau ternyata dia orang yang nggak mau diajak pacaran."
"Iya, iya. Gue tahu kok. Gue juga udah mempertimbangkan konsekuensi itu. Gue udah mikirin dari jauh-jauh hari. Tapi, paling enggak lo masih temenin gue sampai Tirta lamar gue."
"Uhuk! Uhuk!" aku terbatuk-batuk hebat gara-gara keselek jus jambuku lagi.
Eh, lebih tepatnya gara-gara Hilda yang kepedean membayangkan sejauh itu kalau Tirta bakal lamar dia. Hilda menatapku khawatir sembari memintaku minum lagi pelan-pelan. Memang ya, cinta itu bisa membuat orang jadi gila dan bego dalam waktu bersamaan. Ya kalik nungguin Hilda sampai dilamar. Ya kalau dilamar, kalau enggak? Astaga Hilda. Aku menekan jidatku dengan sebelah telapak tangan sembari menatap Hilda prihatin.
"Hildaaa... astaga! Lo kalau suka sama orang hitung-hitung kapasitas diri lo dong. Mau sampai kapan nunggu lo dilamar? Ya kalau lo dilamar, kalau enggak?!"
Hilda tiba-tiba menatapku dengan sinis, "Kok lo ngomong kayak gitu sih sama gue? Bukannya dukung gue, malah ngajak gue pesimis. Padahal setiap lo curhat tentang keluarga lo, gue selalu dengerin, kasih support dan semangat. Selalu ngizinin lo datang ke kos gue ketika lo butuh ketenangan. Sekarang lo bales dengan kayak gini? Gitu sahabat?!" sindir Hilda, santai tapi menusuk.
Hilda beranjak dari kursinya, lalu menghentakkan meja di depan mataku keras-keras, membuat beberapa orang di kantin kampus ini mengalihkan perhatiannya pada kami. Seolah ingin tahu ada apa, mereka masih memperhatikan kami sampai Hilda pergi dengan amarahnya dan aku seperti layaknya orang yang telah berbuat jahat pada Hilda.
Nah, kenapa jadi Hilda yang marah? Bukannya harusnya aku yang marah karena tanpa izin dan diskusi dahulu tiba-tiba Hilda mendaftarkan aku IMRI. Gimana sih?! Aku jadi serba salah. Benar juga sih kalau aku buat Hilda jadi pesimis, padahal Hilda selalu jadi sahabat yang baik buatku. Iya sudah, iya. Aku memang salah karena tidak mengerti perasaan sahabatku sendiri. Tapi, kenapa harus lembaga dakwah kampus yang jadi targetnya? Aku ikutan gila sekarang. Ah, ribet!
-----------------------
Jangan lupa vote dan komentar ya! Makasih... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bismillah Denganmu ✔
Romance[Sudah Terbit oleh Penerbit LovRinz] -Mengenalmu adalah anugerah. Mencintaimu adalah fitrah- Azzaida Khaira, perempuan tidak tahu aturan yang menyadari hidupnya tidak pernah jelas selama ini dan dia sudah tenggelam di dalamnya. Sejak bersahabat deng...