01

766 72 1
                                    

Ini adalah hari pertamaku duduk di kelas akhir. Hari kelulusan akan tiba satu tahun lagi. Yah, cukup lama. Setidaknya, aku masih bisa menikmati manis pahitnya kehidupan remaja di sekolah. Lagipula, sekolah adalah tempatku bersenang-senang. Jika tak sempat, maka terpaksa aku menikmati kebosanan itu.

Bel sekolah berbunyi. Aku dan teman kelasku yang sudah berteman sejak awal kelas sepuluh pergi menuju kelas baru kami, 12-B. Sesampainya di sana, kami disambut meriah dan mendadak terjadi acara swafoto sebelum akhirnya kesenangan itu berakhir oleh seorang guru yang masuk ke dalam foto kami. Guru yang satu ini agaknya aneh, ia malah menyuruh kami untuk tetap berfoto, dan kami segera duduk di kursi masing-masing sesuai urutan tahun kemarin.

Semuanya terdiam, tidak ada yang mengeluarkan suara selain detak jantung masing-masing. Kulihat pria bersetelan rapi yang berdiri di depan kelas, wajahnya yang maskulin dan dingin terlihat mempesona. Lalu, terdengar ia menghela nafas. Wajahnya masih tetap datar.

"Kupikir ada baiknya memberi waktu sepuluh menit untuk bersilaturahmi. Tapi, yah, jika seperti ini, sepertinya kita menggunakan waktu lebih efisien," ujarnya.

Pria itu berbalik dan menuliskan namanya di papan tulis. Dan kulihat, dia menambahkan beberapa gambar berupa kilauan dan efek sinar di sekitar namanya. Beberapa murid berbisik-bisik, diantaranya ada yang cekikikan.

"Perkenalkan. Saya Nanami Kento yang akan menjadi wali kelas 12-B. Mohon kerjasamanya, murid-murid sekalian." Anehnya, ekspresi itu sama sekali tidak berubah. Mungkin, wajahnya memang sedingin Antartika, tapi hatinya sehangat pemandian air panas. Pria yang seperti ini adalah tipe yang setia pada pasangannya! Kupikir begitu.

"Salam kenal, sensei." Semua murid menyahut.

"Dengar baik-baik. Sistem pembelajaran untuk kelas 12 kini berbeda. Untuk satu tahun, kalian akan belajar secara berkelompok. Jangan ada yang—"

"APA?!" Semuanya memekik kaget.

"Aku tidak setuju! Apalagi jika satu kelompok dengan pria! Sensei, pria di kelas ini berandalan semua!"

"Bahkan tugas kelompok pun mereka tak pernah membantu!"

"Ya, sensei! Mereka hanya beban bagi perempuan!"

"Sensei, aku juga tidak setuju!"

Sontak beberapa perempuan yang punya pengalaman buruk segera protes. Aku hanya diam karena menyimak lebih seru. Kurasa, mereka kurang beruntung karena satu kelompok dengan pria ugal-ugalan. Yah, aku juga pernah mengalaminya, dan itu amat teramat sangat menjengkelkan sekali! Lebih baik mereka musnah.

Pria yang mereka maksud segera membantah dengan wajah sangar khas berandalan. Dan sempat-sempatnya dia memukul meja dengan keras sebelum berbicara.

"Berisik kalian! Pria bukan orang yang senang diperintah! Apalagi oleh cewek jelek macam kau, kau, dan kalian semua cewek yang ada disini! Jadi jangan sok deh, cewek-cewek jelek!"

Itu dia, si berandalan kelas teri tiada akhak sama sekali. Bisa dibilang, dialah yang paling parah dari yang parah di kelas ini. Aku sangat membencinya bahkan sebelum kami sempat berkelompok. Ia terlalu berlebihan dengan kata 'jantan'.

Dan teman se-gengnya menimpali.

"Jika masih bisa dikerjakan tanpa kami, kenapa baru protes sekarang?"

"Benar, bahkan kalian masih tetap naik kelas meski kami tak mengerjakan tugas kelompok."

Cih, bisa-bisanya mereka bicara seperti itu! Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi, ayo musnahkan mereka! Karena sejujurnya akupun muak. Namun sayangnya, aku tak bisa berkata apapun bahkan untuk menyela karena tak sempat.

"Aku tahu kalian akan protes. Jadi, lebih baik kalian dengarkan penjelasanku sampai selesai. Itupun, jika kalian ingin segera pulang setelah ini."

Sensei menginterupsi di sela-sela perdebatan sengit murid-muridnya. Mengetahui hari ini akan pulang lebih awal, mereka mulai diam meski mulut masih terasa gatal ingin menyemburkan sisanya.

Nanami-sensei menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan. Lima menit kemudian, penentuan kelompok dimulai. Untungnya, aku tak satu kelompok dengan pria berandalan itu, meski salah satu anteknya ada disini, setidaknya tiga orang lainnya adalah orang normal dan baik-baik.

Syukurlah kelompok ini masih terbilang aman. Dua cowok dan tiga cewek, apalagi cowok yang satunya tidak banyak cing-cong dan bisa diandalkan. Dia tak banyak bicara, meski begitu kami menjadi cukup dekat di waktu tertentu. Saat mengerjakan tugas kelompok ilmiah misalnya.

Dia tepat disampingku. Fushiguro Megumi selalu terlihat tak acuh, namun kulihat dia sempat mengernyit ketika perdebatan berlangsung. Sepertinya dia terganggu.

Sadar dengan tatapanku, iapun menoleh. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya. Senyuman yang biasa kulihat.

"Kita satu kelompok lagi, ya."[]

──── ◉ ────

Hullaaa aku bikin fanfict lagi nich😂 kali ini gak pake y/n yah, pake [Name] [Surname], bisa nama kamu atau bikin dulu nama Jepang kamu biar berasa jejepangannya gituch😭👉👈

Dahlah segini dulu wejangan author🗿🙏 cukup sekian dan terima husbu

Jangan lupa vote yaa(。・ω・。)ノ♡

Don't HesitateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang