08

209 39 0
                                    

Keesokan harinya, aku jadi ragu apakah pergi sekolah saja atau tidak. Semalam aku hampir tak bisa tidur, dan untunglah aku bangun seperti biasa. Dan ketika bangun aku jadi mengingatnya.

"Bagaimana ini...!"

Aku sudah mandi dan berpakaian rapi. Bel masuk sekolah tersisa tiga puluh menit lagi, sedangkan aku masih mondar-mandir di belakang pintu. Kuingat jelas malam itu Megumi menembakku, dan aku segera berlari menuju rumah tak karuan. Itu sungguh tak terduga, dan aku tak pernah menyangka ini akan terjadi meski aku telah menunggu lama.

"Yah ... bukankah ini yang kuinginkan?"

──── ◉ ────

Akhirnya aku pergi sekolah juga. Menuju kelas, aku berjalan mengendap-endap. Syukurlah aku datang tepat waktu. Di depan pintu kelas, kucoba untuk sedikit mengintip hanya sekedar memastikan apakah Megumi ada ditempatnya atau tidak. Namun, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Membuatku memekik kaget dan ingin memaki orang itu.

"Apa yang kau lakukan, [Name]?"

Saat kulihat, orang itu adalah Nanami-sensei dengan tatapan antartika yang biasa kulihat. Segera kuurungkan niatku lalu berlari masuk kedalam kelas. Dan lagi, aku kembali dibuat terkejut.

Megumi tidak ada disini.

Aku segera duduk di kursi ketika Nanami-sensei menyuruh semua orang untuk segera duduk. Berat rasanya untuk tidak memastikan tempat duduk Megumi yang kosong. Mungkinkah dia izin ke toilet sebentar?

"Sepertinya kelompok 2 akan kehilangan salah satu temannya untuk sementara waktu. Kakak dari Fushiguro Megumi menghubungiku tadi. Katanya, Megumi terkena demam dan panasnya tinggi. Lebih baik kalian do'akan agar Megumi cepat sembuh," ujar Nanami-sensei.

"Ya, sensei." Semua menyahut.

Astaga, kenapa harus disaat seperti ini....

──── ◉ ────

Hingga bel istirahat berbunyi, rasanya waktu berjalan begitu lambat! Padahal aku ingin segera menjenguk Megumi. Setelah kupikirkan kembali, mungkin malam itu kondisi Megumi tidak stabil. Tak mungkin jika wajahnya merona karena malu 'kan? Kuduga jika tanda-tanda demamnya mulai terasa.

Ini jadi masuk akal. Orang yang demam memang tak bisa berfikir jernih. Haruskah kumaklumi dan melupakannya? Tapi mana bisa begitu!

Argh!! Membuatku frustasi saja.

"[Name]-chan, mau ke kantin?" ajak temanku.

"Oh, ayo. Aku sudah sangat lapar sekarang," jawabku sambil merangkul tangannya.

"Ahaha, kalau begitu ayo cepat! Nanti kantinnya malah penuh lho."

"Yak, kita harus cepat!"

Kami segera berlari keluar kelas diiringi tawa. Teman perempuanku yang satu ini yang paling membuatku nyaman, meski kemalasannya sangat tidak patut dicontoh. Pernah suatu hari ketika aku bermain kerumahnya, dia menyuruhku untuk tetap di ruang tamu selagi dia mandi. Tapi karena penasaran, aku mengintip kamarnya. Pintunya sedikit terbuka, dan aku hanya mengintip dari luar. Dan isinya sungguh membuatku shock berat. Sebab kamarnya terlihat begitu berantakan, dan ... gelap.

Mungkin, itu adalah sisi lain dirinya.

Mengingat hal itu sungguh membantuku untuk berhenti memikirkan Megumi, walau hanya sesaat. Masih ada banyak hal yang harus kupikirkan, seperti cara menghibur Megumi yang sedang sakit, misalnya.

... Sialan.

──── ◉ ────

Bel pulang sekolah berbunyi. Tak seperti biasanya, sekarang aku pulang tepat waktu hendak menjenguk Megumi. Di perjalanan, aku jadi ragu lagi. Apakah aku memang harus menjenguknya?

Kakiku berhenti tepat didepan toko buah. Buah-buahan itu terlihat segar. Lalu, tiba-tiba ingatanku tentang makan malam di rumah Megumi melintas di kepalaku. Kurogoh uang yang ada di saku seragam, sepertinya cukup untuk membeli beberapa apel.

"Lebih baik aku jenguk saja."[]

──── ◉ ────

Duh ayang malah sakit😭 gws ayang🥲 gws juga buat kamu yang sudah menyelam dunia perhaluan terlalu dalam😭🤲 eh tapi jangan dulu balik, halunya masih belum tamat🥲

Jangan lupa vote yaa (。・ω・。)ノ♡

Don't HesitateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang